Cerita 22

306 51 28
                                    

Dari balik awan Shou melihat kejadian itu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Dari balik awan Shou melihat kejadian itu. Mata emasnya berkilat. Kebahagiaannya melihat sang pujaan hati meleleh seketika. Wajah tampan itu dengan cepat berubah sedingin es.

“Manusia-manusia bodoh,” desisnya kaku.

Pandangannya terpaku pada dua sosok serupa noktah yang berhenti di tempat parkir. Hatinya berdenyut nyeri kala bersirobok dengan si mungil Hee Young. Perempuannya terduduk di tanah kotor, sementara temannya sibuk menenangkan.

Kejengkelan menerjang batin Shou. Gusar karena tak mampu membaca pikiran Hee Young terwujudkan dalam rupa cuaca yang mendadak kelabu. Gumpalan awan hitam bergulung-gulung menyelimuti langit Seoul. Angin mulai menderu kencang. Kemurkaan Shou makin menjadi melihat dua sosok lain keluar kafe dari arah berlawanan. Jarinya hendak menjentik, memberi sedikit pelajaran untuk orang yang telah melukai istrinya, saat suara feminin berdentum di kepala.

“Hentikan, Jenderal! Kau tak boleh mencampuri urusan manusia.”

“Dewi Hea?” Shou tertegun. Dia kenal betul suara indah dan tajam itu. Seruannya yang khas ibarat guntur di musim semi. Mengejutkan.

“Apa Anda sedang mencoba bicara di kepalaku lagi?” Shou mengejek. Tatapannya masih terpaku ke dua noktah lain yang mulai memasuki kendaraan. Sora dan Lisa lalu menghilang ditelan badan mobil.

“Atur emosimu. Tak ada badai di musim gugur. Kembalikan langitnya seperti semula!”

Shou bergeming, jelas mengabaikan perintah sang dewi. Hingga sosok cantik berambut biru tiba-tiba berdiri di sampingnya. Jemari lentiknya mendarat di cuping telinga Shou, dan memuntirnya cepat.

“Sudah kubilang normalkan lagi cuacanya,” omel Dewi Hea.

Shou memekik. “Astaga, Dewi Hea!”

“Atur emosimu atau telinga ini akan putus.” Dewi cantik itu mengancam keras.

Shou berdecih sinis. Hembusan napasnya terdengar dalam. Berangsur-angsur awan gelap memudar. Langit kembali cerah. Hembusan sejuk angin musim gugur mulai menyapa penduduk bumi.

“Kenapa kau berbeda sekali dengan kakakmu?” Dewi Hea duduk di gumpalan awan seputih kapas setelah melepas jewerannya ke kuping Shou.

“Aku tak bisa dibandingkan dengan siapapun, Dewi. Aku adalah aku.”

Mata hijau Dewi Hea berkilauan. “Tentu saja. Haes-sal bukanlah Yoseong. Maafkan aku karena menyamakan dirimu dengan sang Jenderal Cahaya.” Kepala sang dewi mengangguk takzim. “Tapi aku tak bisa memaafkan perbuatanmu yang mengacaukan keseimbangan alam.”

“Anda datang ke sini untuk menceramahiku?”

Dewi Hea mengangkat bahu. “Kau sudah lebih dari dewasa untuk menerima ceramahku. Aku hanya ingin memperingatkanmu satu hal, Jenderal.”

Sang dewi terbang anggun mengelilingi malaikat Haes-sal. Senyumnya terkembang lebar. “Langit akan menghukum dirimu karena menikahi manusia. Sepertinya kau bertindak tak bijaksana saat memilih Kim Hee Young.”

ACALASITHE (tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang