Duabelas

259 26 5
                                    

___
H
A
P
P
Y

|R E A D I N G|

Mishel menempelkan kepalanya di atas meja. Dia menghadap ke arah Lala yang sedang berceloteh ria.

"Trus-trus, Shel sekarang si Siti itu balik lagi ke rumahnya masa. Gak tau malu banget kan, tuh, anak?!" Lala emosi sendiri.

"Namanya makin jelek tau di kalangan angkatan kita!" Lala jeda sesaat, kemudian nyerocos lagi. "Kalo gue jadi bonyok nya dia, nggak banget ya gue gue izinin tinggal di rumah lagi."

"Kemarin aja sok sok-an minggat! Sekarang, pas dah tau kalo Dodi itu brengsek baru pulang." Lala menatap Mishel, "syukurin tuh anak! Makan tuh Dodi bejad!"

Mishel masih kicep. Hanya menyimak apa yang di katakan Lala.

"Shel, lo dengerin gue gak, sih?"

Mishel mengucek matanya sebentar. Dia duduk dengan benar. "Hm." Mishel menyahut singkat. "Siti belum sekolah?" Tanyanya.

"Mana mau sekolah lagi lah dia. Mau di taruh dimana tuh muka."

Mishel mengangguk-angguk. Dia berkata, "La, gue laper.." Mishel menggelosor malas ke meja. Bibirnya mengerucut.

"Ya ampun, Shel! masih pagi juga." Lala tak habis pikir. Lala berbalik, membuka tas ransel nya kemudian mengeluarkan kotak bekal berwarna peach.

"Lo mau gak?" Lala menawari Mishel. Dia membuka bekalnya. "Tadi pagi bunda sengaja bawain gue bekal sandwich. Eh-- gak juga, sih. Gue yang minta makanya dia buatin."

Mishel langsung main serobot ambil tanpa mempedulikan celotehan Lala. Cewek itu mengambil setengah potong sandwich dan langsung melahapnya.

Rasanya enak. Isinya daging sapi, sayuran, dan keju. Mishel menyukainya.

"Enak.." Mishel bergumam membuat Lala menoleh. "Besok bawa lagi, La. Buat gue."

Memang dasar Mishel! Sudah di kasih tak tau terima kasih lagi. Malah nyuruh Lala bawain bekal nya lagi.

Tapi, toh, Lala justru tersenyum lebar. Dia mengangguk semangat lalu mengacungkan jempolnya.

Lala juga memakan setengah potong roti lapis miliknya.

"Alvaro mana?" Tanya Lala. Mishel mengangkat bahu tak tau. "Gue denger, Alvaro udah bukan kapten lagi ya? Beneran itu?"

Mishel diam. Dia menatap Lala, "iya~ kalo gak salah. Lupa gue, La."

Sudah tak ayal lagi bagi Lala. Karena Mishel itu dari lahir memang sudah di takdirkan pelupa. Jangankan hal yang baru di omongin beberapa hari, yang baru beberapa menit saja kadang dia suka lupa.

"Eh, Shel. Lo tau gak kalo bokap nya Fariz masuk rumah sakit?"

Mishel mengernyitkan keningnya dalam. Dia sama sekali tidak tahu.

"Katanya sih, gegara serangan jantung. Makanya Fariz hari ini gak dateng."

Benar juga apa yang di katakan Lala, Fariz dari tadi sama sekali tidak kelihatan. Bangku tempat dia duduk pun kosong.

Mishel sekelas dengannya, tapi ia sama sekali tak tahu?

"Lo tau dari mana, La?"

Lala tercenung. Mishel menatapnya dengan raut serius yang kentara membuatnya sedikit... Heran.

"Tadi pagi, abangnya dateng kesini. Minta izin sama Bu Intan, kalo Fariz gak masuk karena itu tadi." Lala menjelaskan ringkas. Raut mukanya mendadak histeris, "Shel-Shel-Shel!! Ya ampunn!! Gue hampir lupa." Lala nyengir lebar sangking lebarnya membuat Mishel takut bibirnya akan sobek. "Lo gak liat tadi! Sumpah demi apapun abangnya Fariz ganteng banget!! Ngeliat mukanya kepingin meleleh gue!! Ala-ala bad boy gituuu!! Tipe-tipe gue bat dah!"

Best Friendship (Revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang