Tujuhbelas

170 16 4
                                    

*
H A P P Y
*
R E A D I N G
*


"Shel, ayo, baris." Lala menarik lengan Mishel pelan. Mengajak cewek itu untuk berbaris bersama di lapangan. Ini hari Senin. Sudah rutinitas biasa bagi mereka untuk melakukan upacara bendera.

"Bentar, La." Mishel melepaskan tangan Lala yang melilit di pergelangan tangan nya. Mengerutkan kening, dia bertanya heran, "topi gue mana, ya, La?"

Bodoh. Bego. Atau apalah itu. Rasanya Lala ingin mengumpati Mishel habis-habisan. Masa topi nya sendiri dia tak tau meletakkannya dimana?

"Ish, lo, tuh!" Geram Lala kesal. Masalah nya, mulut Pak Anton sudah berkoar-koar menyuruh para murid untuk lekas berbaris. "Buru, deh, cari!"

Mishel lantas mulai mencari topi nya dibantu dengan Lala juga. Mereka masing-masing mulai memeriksa laci meja. Hingga ke lemari buku.

"Disini gak ada." Ucap Lala. Matanya menatap ke arah Mishel lamat. "Gue udah cari di tiap laci, tapi gak ada."

"Sama." Mishel menjawab sekedarnya. "Gimana, nih, buset?! Ogah kali gue kena hukum." Gerutu Mishel. Alvaro tidak ada disini. Cowok itu tadi di panggil Bu Intan ke ruang guru.

Ck! Malas rasanya, jika harus berbaris di barisan depan. Terlebih lagi setelah nya akan di berikan banyak hukuman.

"Elo, tuh, lah! Udah tau mau upacara, topi lo pake ngilang lagi." Bawel Lala. "Udah pada baris semua lagi. Lo laen kali pake karung beras aja, deh, biar kaga lupa!"

"Gimana, dong, La?" Mishel memelas. Netra cokelat tua itu menatap Lala sayu.

"Udah, gue baris di belakang lo aja, biar gak keliatan kalo lo gak pake topi." Ujar Lala.

"Tapi--"

"Kalian berdua, kok belum baris?" Seorang laki-laki jangkung dengan kulit putih kontras nya berucap. Menyela Mishel yang sedang berbicara dengan Lala. Kedua gadis itu sontak menoleh. Menatap si ketua kelas yang berdiri di ambang pintu.

Fariz berjalan mendekat. Tersenyum ramah seperti biasanya.

"Ngh... ini si Mishel gak bawa topi." Kata Lala, setengah berbisik.

Fariz menatap Mishel lekat, sebelum akhirnya berkata, "nih, pake topi gue aja." Cowok ini menyerahkan topi nya kepada Mishel.

"Elo gak pake topi?" Tanya Mishel. Ragu-ragu dia mengambil topi yang di berikan Fariz.

"Soal itu, gue ada dua topi. Jadi nggak masalah."

Mengangguk-angguk, Mishel tersenyum lebar. "Makasih, ya."

"Iya."

Deg. Hati Fariz mencelos. Ditatap nya punggung kecil yang sudah berbalik itu dengan pandangan sedih. Sampai kapan pun, Fariz tahu, kalau dia tidak akan pernah bisa berjalan beriringan dengan cewek itu. Fariz tetap akan selangkah di belakang Mishel.

Karena dia, sudah kalah.

"Gue sayang sama, lo, Shel..." Fariz tersenyum pedih, dengan mata yang terus menatap punggung kecil--yang telah menjauh itu.

Best Friendship (Revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang