Chensung areaΔ
.
.
Benar. Chenle benar-benar pulang pada tempat yang seharusnya.
Tempat yang memang akan membuat ia tenang.
Satu rumah sakit yang kembali Chenle tempati. Kembali dia masuki setelah 3 tahun pergi dari Korea.
Kenapa? Kalian berharap Chenle mati? Dan pergi ke surga? Oh, aku sedang tidak mood membuat Chenle ku mati. Biarkan sekarang dia hidup baik. Dalam keadaan baik, meski selang-selang tertempel ditubuhnya.
Jisung menelan ludah gugup saat menatap wajah yang dia rindukan. Perasaannya membuncah. Antara rasa rindu dan cinta yang kembali merayapi hatinya kini.
Chenle nya.. Chenle ada disini, dihadapannya. Walau kecil kemungkinan Chenle bisa bertahan, tapi dokter meyakinkan Chenle bisa hidup lebih lama, setidaknya. Karna siapapun, pasti akan merasakan mati.
Mendekatkan tubuhnya, Jisung kemudian jatuh bersimpuh disamping ranjang sang kekasih. Rasanya masih sama. Rasanya masih seperti dulu, jantungnya bertalu. Menyukai perasaan dimana Chenle hidup untuknya.
Isakan itu kembali terdengar, setelah sekuat tenaga Jisung menahan nya.
Terimakasih pada Tuhan. Jisung kembali tak sadarkan diri.
.
.
Jisung terbangun saat sebuah tangan menggenggamnya. Selama beberapa hari tak sadarkan diri, Jisung melewatkan masa dimana Chenle kembali membuka matanya. Jisung melewatkan bagaimana Chenle yang mencium keningnya, merasakan perasaan rindu yang membuncah. Jisung, hanya tak tau Chenle menangis karna nya.
Jisung bukan lemah. Tetapi bagaimana senangnya perasaan kalian jika bertemu dengan orang yang bahkan tak pernah beranjak sedikitpun dari ingatan kalian?
Terlebih, Jisung benar-benar merasa lelah. Kalian pasti ingat bagaimana hari dia merindukan Chenle dan terkekang oleh keluarga yang menjodohkan nya dengan Na Jaemin.
Omong-omong tentang keluarga, yang datang hanya kakak Jisung -Taeyong dan Jaehyun yang selalu mengintilinya. Ya mau bagaimana pun juga, Taeyong mengerti bagaimana perasaan adiknya. Tau benar kekalutan yang selama ini adiknya terima.
"Good boy! Kau bangun saat aku sudah mandi."
Ucapan Chenle kembali membuat sudut bibirnya tertarik ke atas. Chenle selalu mampu membuat dia tersenyum. Bagaimana pun lelaki manis itu masih sama. Masih seperti Chenle dengan segala ucapan menggelikan nya itu.
"Em, pantas saja kau bau."
Jisung bukan orang yang kaku ketika bersama Chenle. Candaan garing sekalipun selalu membuahkan pekikan gemas dari yang lebih tua. Dan dia menyukai ketika Chenle menahan tawa dengan pipi yang mengembang.
"Terimakasih Tuan Park, tapi aku sekarang tampan, bukan manis seperti Zhong Chenle yang dulu."
Meskipun kembali menyahut, Chenle terdiam saat wajah Jisung tiba-tiba berubah sendu. Dia bahkan tidak ingat apa yang dia katakan. Tapi, dia mengutuk dirinya yang salah bicara, meski dia masih bingung letak salah nya dimana.
"Tapi, bisakah perasaan mu masih sama?"
Chenle tertegun. Suara rendah Jisung tidak pernah terdengar. Sekalipun saat Jisung meminta restu bersama dia pun tidak ada kata rendah. Sebab, Jisung dilahirkan dan dibesarkan keluarga angkuh, untuk apa dia merendah?
Tapi tidak sekarang. Sebab dia sekarang merendah dengan wajah yang ikut menunduk. Seolah menyesali apa saja yang pernah ia perbuat.
Sedang yang manis terkekeh.
"Perasaan itu tidak mesti berubah, sekalipun tahun mengikisnya. Aku masih dan akan selalu menjadi Chenle yang mencintai Jisung nya."
Jisung menarik sudut bibirnya, membentuk sebuah senyuman yang sudah lama tidak ia tunjukkan. Dia menyukai Chenle ada disamping nya. Menyukai ketika Chenle menemani keadaan serapuh apapun keadaannya.
"Cepat sembuh, biar bisa mandi. Kau bau, jelek lagi."
Alih-alih tersinggung, Jisung justru membawa Chenle dalam pelukan nya. Pelukan yang sudah lama tak ia bagi pada siapa pun. Karna tidak perlu ada yang ia bagi. Sebab pelukan nya hanya untuk Chenle nya.
Sedang yang didekap, memukul kasar Jisung yang sedang tertawa. Rasanya masih sama. Meskipun begitu, Chenle enggan mendorong Jisung dalam dekapan itu. Rindu yang Jisung rasakan adalah perasaan yang hinggap di hatinya. Perasaan yang menghantui mereka.
Sejenak, biarkan mereka melupakan Jaemin yang menatap malas di luar sana. Biarkan mereka melupakan urusan yang belum selesai antara Jisung dan keluarganya. Bodoh jika ia kembali melepaskan orang tua nya. Dia tau, Chenle tidak akan menyetujui jika ia melepas keluarga dia, untuk kedua kali nya.
"Hidup dan matilah bersamaku."
Kembali kalimat itu Jisung ucapkan. Mendadak, tawa Chenle mengecil digantikan dengan suasana hening yang mencengkram.
Mulai membawa tubuhnya, Chenle membuat jarak diantara mereka. Derit pintu yang dibuka membuat mereka menoleh dan mendapati Jaemin yang sedang berdiri disana dengan senyum mengembang. Sebuah parsel buah-buahan dan bunga dia genggam. Langkah nya yang dipilih, membuat dia semakin mewah dan elegant dengan baju yang dia kenakan.
"Mengerti lah Sung. Dia tidak bisa hidup dengan mu. Lelaki ini hanya sampah berpenyakitan. Itu akan membuat uang mu habis untuk pengobatan nya."
Langkah Jaemin semakin mendekat. Bahkan dia menubruk bahu Chenle yang sekarang bergetar. Menahan tangis dan juga penyesalan yang dalam. Seharusnya dia sadar diri. Seharusnya dia tau, dia hanya lelaki berpenyakitan yang akan membuat Jisung lelah dan uang Jisung yang akan terkuras.
"Kita akan kembali melangsungkan pernikahan satu bulan kemudian."
Telak. Chenle berada jauh dari jajaran manusia semacam Jaemin. Dia tertinggal jauh untuk mendapatkan kembali Jisung nya. Sedang, bahkan Jisung tidak bergeming. Meski Chenle sudah berdiri gusar menatap keduanya.
"Rasanya benar-benar geram saat kau pergi dari pernikahan kita. Tapi tak apa, sekalipun kau pergi jauh, kita tidak akan berpisah. Sebab, begitu lah yang dinamakan takdir."
Dibelakang sana jam semakin lamban berjalan. Chenle menahan nafasnya.
'Takdir ku, adalah kehidupan mu. Takdir kamu, adalah nafasku. Takdir kita, adalah sebuah keluarga bahagia.'
Bulshit!
Omong kosong!
Ucapan Jisung empat tahun yang lalu sudah basi. Sekarang semuanya berbeda. Harusnya dia tau itu. Seharusnya Chenle sudah melupakan ucapan itu. Karna sekarang, yang dihadapan nya bukan lagi takdir Chenle, Jisung adalah takdir Jaemin.
Kaki jenjang yang semakin mengecil itu menjauh. Dia membungkuk hormat, salam perpisahan pada Jisung yang menggeleng.
'Kenapa Jisung tidak menghalangi kepergianku?'
Pertanyaan yang bodoh!
Jelas saja Jisung membiarkan dan tidak menghalangi. Memang siapa dia?
Chenle hanya bagian dari masa lalu nya.
Lalu apa yang Chenle harapkan lagi? Jisung yang menahan nya dan membawa dia ke gereja?
Ya! Chenle tidak munafik!
Dia berharap, Jisung membawa dia ke gereja dan mengucapkan kalimat ikatan sebuah keluarga. Tidak harus ada saksi. Karna nyatanya yang adil itu Tuhan. Bukan keluarga bahkan kerabat Jisung sekali pun.
Ya,, Chenle hanya ingin berharap..
Tbc
Maaf udah buat nana jadi jahat..

KAMU SEDANG MEMBACA
Snow December [jichen] END
Fanfiction[ORIGINAL STORY BY : @hyuckers] Akhir dari segala cerita Desember.. Jisung pergi, tanpa bantahan dari kekasihnya. Namun siapa sangka, justru sang kekasih yang lebih dulu pergi? BxB!