19

3.5K 455 72
                                        

Untuk hari kemarin yang manis hanya menjadi penambah cerita. Bahwa benar, Jisung dan Chenle saling mencintai. Bahwa mereka percaya mereka tidak bisa dipisahkan, itu yang mereka tau. Karna mereka lupa siapa pemilik dan perencana dunia. Bukan mereka, bukan dad dan Jaemin. Tapi Tuhan. Tuhan yang menentukan kisah nya.

Jika kalian bertanya, lantas kapan Jisung dan Chenle akan bahagia?

Aku bertanya, kenapa kalian masih menunggu mereka bahagia? Kenapa kalian sangat takut mereka tidak bersama? Tolong percaya pada Tuhan, bahwa dia punya rencana paling baik untuk mereka. Rencana yang tidak kita ketahui, bukan? Hanya tolong doakan mereka untuk selalu saling terikat. Saling mencintai, tak apa dengan keadaan yang memisahkan, tak peduli dengan banyak nya penghalang.

Setelah cuti yang ia pinta pada Jeno, Jisung benar-benar diharuskan mengerjakan beberapa berkas yang ia tinggalkan kemarin. Jam sudah menunjukkan setengah 1 saat Jisung berhasil menyelesaikan nya. Dia sudah bicara pada Chenle. Dan lelaki manis itu tentu saja mengerti. Tentu saja! Chenle akan menjadi orang yang paling mengerti dirinya. Namun sesuatu dalam dadanya membuncah. Mengatakan ia harus cepat pulang. Entah kenapa, mungkin karena dia terlalu merindukan Chenle? Dia tak tau! Tapi sungguh jantung nya berdegub kencang. Dan dia tak suka dengan perasaan ini. Dia sangat tak suka saat dia merasakan Chenlenya yang kenapa-kenapa. Dia ketakutan. Tubuhnya bergetar. Keringat dingin mulai membasahi dahinya.

Mobil yang dipinjamkan Jeno sudah terparkir di lobi apartement nya. Entah kenapa, kakinya berlari. Ada apa pun dia tak tau. Tapi saat kaki nya tepat didepan pintu apartement mereka. Dia menjatuhkan tas kerjanya. Pintu apartement tidak tertutup!

Sekali lagi, PINTU APARTEMENT TIDAK TERTUTUP!

Manusia normal mana yang masih membuka pintu pada jam satu malam?

Dengan kaki yang bergerak cepat, Jisung melangkah tergesa. Mencari kekasihnya yang amat ia khawatirkan. Di ruang tamu, ruang tv, dapur, kamar utama, kamar disebelah. Tidak ada. Nafas nya memburu. Kaki yang melangkah tidak lagi bergerak normal. Dia menendang semua barang yang ada di hadapannya. Vas bunga yang sudah pecah, serta kursi makan yang sudah tak beraturan. Jisung hilang akal.

Tidak dengan maling, entah kenapa Jisung punya perasaan yang lebih buruk dari maling. Manusia paling bejat selain maling adalah...

Dengan tangan gemetar Jisung mengambil selembaran kertas dengan tinta hitam yang ditulis dengan acak. Tulisan ini, Jisung tidak bodoh untuk tau siapa yang menulis nya.

'Dad nya' sendiri.

Menulis disebuah kertas dengan tulisan yang terkesan terburu. Dan dia menarik nafas setelah membaca nya. Dia melempar asal kertas itu. Menggeram marah.

Pada saat kekacauan merisaukan hatinya, ponsel yang berada dalam saku celananya bergetar. Dia mengabaikan, sampai untuk kesekian kali, akhirnya dia mengangkat. Tanpa mendengar, siapa yang menelpon nya. Dia terlampau kacau sekarang.

"Chenle tidak benar-benar hilang kan?"

Itu suara Renjun yang sudah bergetar. Dan apa sekarang yang harus dikatakan oleh Jisung? Berbohong? Namun, jika dia mengatakan yang sesungguhnya, dia tau Renjun akan jatuh lemah. Dalam tubuh lelaki manis itu hadir sebuah nyawa, dia tidak bisa mengatakan kebenaran nya. Dia takut Renjun stres. Cukup dia yang kalut disini.

"CHENLE ADA KAN? JAWAB AKU, SIALAN!"

Jisung tersentak karena tangisan Renjun yang pecah. Bagaimana Renjun bisa tau duduk perkara itu. Sementara dia sendiri tidak tau?

"Jaemin menelpon ku, dan dia mengatakan akan membunuh Chenle! Jawab aku!"

Seolah tau apa yang dipikirkan Jisung, Renjun berteriak. Nafasnya memburu. Samar-samar dia mendengar Jeno yang menenangkan nya.

Snow December [jichen] ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang