1

9.7K 1K 43
                                        

Flashback..


Seperti bulan Desember sebelum sebelumnya. Lelaki manis itu memadu kasih di sebuah ruangan. Menghangatkan tubuh dengan pelukan sang kekasih, juga coklat panas yang ada ditangan nya.

Dan dia masih ingat jelas bagaimana lelaki yang ia cintai menyematkan sebuah cincin pada jari mungil nya.

"Hidup dan matilah bersamaku."

Chenle rasa ia ingin menangis sekarang. Bukan untuk yang pertama kali, kekasihnya berkata demikian. Dia bahagia tentu saja. Hanya ada sesuatu yang mencekat untuk dia tidak berbicara atau bahkan menganggukan kepala.

Dan sekarang Chenle merasa bersalah. Merasa dirinya paling bodoh karna membuat wajah sang kekasih, terluka. Kesekian kalinya, dia tidak menjawab dan pada akhirnya mendapati wajah sang kekasih yang berubah sendu. Kekasihnya pasti terluka. Dan chenle tau itu. Dia tau bagaimana lelaki tampan itu tersenyum tulus meski matanya mulai berkaca-kaca.

Park Jisung, pemuda berusia 22 tahun itu sudah lama menjadi kekasihnya. Empat tahun mereka bersama, Chenle tau seluk beluk lelaki yang ia cintai. Tau betul lelaki Korea itu juga mencintai mereka. Namun satu yang Chenle sesali dia semakin jauh masuk dalam ruangan dimensi orang yang tidak seharusnnya dia tempati. Ruang Jisung dan dirinya berbeda.

Meski menelan pahit, Jisung kembali membuka mulutnya. Tersenyum lembut.

"Berjanjilah untuk terus disampingku."

Katanya dengan satu tetes air mata yang jatuh. Ya, bagaimanapun dia berusaha untuk tegar dihadapan sang kekasih, tetap saja. Respon yang Chenle berikan menyayat hatinya. Apa Chenle tidak lagi mencintai nya?

Jisung kembali mendekap kekasihnya. Entah apa, yang jelas tiba tiba dia takut kehilangan sosok kekasih manis nya. Tetiba dia tak ingin melepaskan pelukannya.

"Ayo hidup bersamaku."

Jisung semakin menangis. Dia menggapai wajah sang kekasih, kemudian memberi kecupan kecupan ringan padanya. Mengatakan dengan isyarat jika dia benar benar mencintai Zhong Chenle.

Namun apa? Tidak ada jawaban. Dan nafas Jisung kemudian terhenti. Sesak rasanya, dan jantung Jisung kemudian bertalu semakin cepat. Dia butuh jawaban. Dia terlampau sering bersabar. Jisung ingin jawaban!

Maka dengan dekapan yang terlepas, dia berdiri. Menatap sendu pada Chenle yang menatapnya penuh penyesalan. Atau apapun, Jisung tak mau tau. Tapi dengan menatap mata kekasihnya, cukup membuat dia semakin terluka. Namun disini dia yang jauh lebih terluka. Seakan hatinya dipermainkan oleh ketidakjelasan Chenle.

"Cukup! Jika kau tidak lagi bisa bersama ku selalu, jika kau tak ingin, bicaralah. Jangan biarkan aku mencintaimu setiap detik nya!"

Nafasnya tersenggal. Memburu tak beraturan. Jantung nya semakin berpacu cepat saat aliran bening di wajah sang kekasih semakin cepat mengalir. Dan yang lebih menyakitkan nya lagi adalah terbungkamnya mulut si manis. Tanpa bantahan atau alasan yang diberikan. Sekarang, Chenle hanya menunduk dalam.

"Baiklah. Sepertinya kau memang tak ingin bersamaku."

Suara pasrah itu membuat Chenle mendongak. Menggeleng tanda dia tak setuju. Namun Jisung, terlanjur terluka. Dan hatinya begitu lelah.

"Kita akhiri ini. Aku pergi."

Sekuat tenaga Chenle menggeleng. Berusaha menggapai tubuh Jisung yang semakin jauh darinya. Beberapa kali dia mencoba untuk bangkit, namun kembali jatuh. Bersamaan dengan pintu tertutup, tubuh Chenle limbung. Tidak lagi berdiri ataupun terduduk. Dia tergeletak di lantai, pasrah. Dengan mendial satu nomor, Chenle kehilangan kesadaran nya.







Jisung menutup pintu pelan. Mengusap air mata yang jatuh. Demi apapun! Tidak pernah ada yang bisa membuat dia menangis seperti ini, bahkan saat dia harus meninggalkan keluarga nya demi Chenle, Jisung masih sanggup. Sebab pelukan yang Chenle berikan selalu mampu membuat segalanya baik-baik saja.

Namun lihat sekarang, dia jatuh terpuruk. Seperti tubuh nya yang jatuh di depan pintu apartemen mereka. Dia melipat kakinya, menyembunyikan wajah pada lututnya. Dengan isakan isakan kecil yang sungguh menyesakkan. Ini bukan ingin nya.

Sungguh Jisung mencintai lelaki yang sudah menjadi hidupnya. Dia tak tau kenapa dia harus setega ini, tapi ego nya terlalu besar untuk meninggalkan lelaki manis itu.

"Jisung?"

Sebuah tepukan pada bahu nya membuat dia menggigit bibirnya. Enggan terdengar isakan itu oleh siapapun. Karna demi apapun! Jisung bukan anak lemah. Bukan lelaki cengeng yang senang menangisi segala hal. Dia kuat, semua orang tau itu.

Dengan kasar dia mengusap air mata itu. Mendongak, mendapati lelaki tampan yang berdiri dihadapan nya. Dengan wajah yang khawatir. Jisung, benci wajah itu! Orang yang selalu Chenle ceritakan kini ada dihadapan nya, melihat dirinya yang terlampau acak acakan.

Dia benci orang ini. Membenci ketika Chenle tertawa dengan lelaki tampan ini.

"Ada apa?"

Tanya sang pemuda yang hanya mendapat tatapan dingin dari yang ditanya. Jisung berdiri, menatap angkuh pada lelaki bermata sabit itu.

"Chenle menelponku, ada apa?"

Hah? Chenle menelpon Jeno? Jisung tertawa miris. Menertawakan hidupnya yang benar benar hancur.

Jeno khawatir dengan keadaan dan hubungan sahabat sahabatnya. Ah, mungkin hanya Chenle sahabatnya, karna Jisung tidak mungkin menganggapnya sebagai sahabat. Dia tau betul bagaimana lelaki ini membencinya. Dan Jeno memaklumi itu.

Cukup! Bahkan Jisung berharap Chenle menghentikan langkahnya. Memeluknya dari belakang dan berkata jangan pergi. Tetap disini dan hidup bersama. Namun apa? Lihat sekarang! Bahkan kekasih ahh mantan kekasihnya malah menghubungi lelaki lain. JISUNG KECEWA!!

Tak peduli dengan harga dirinya kini, Jisung kembali menangis. Terisak dengan menatap sendu serta marah pada lelaki yang bahkan tidak tau apa apa.

Mulai berjalan, meninggalkan Jeno tanpa sepatah kata apapun. Dia terlanjur kecewa. Dan dia ingin mati saja!!!



Tbc

Snow December [jichen] ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang