Bab 3. Datangnya dia (Part 2)

23.9K 970 22
                                    

Rasanya diri ini seperti di injak-injak dan diludahi.-Entah aku terlalu percaya atau memang dibutakan oleh cinta, sampai tidak menyadari bahwa suamiku telah menduakanku.

Wanita ini seperti tidak merasa bersalah sedikitpun, dia terus meminta suamiku untuk menanggung mereka berdua.

Saat diri ini masih larut dalam emosi, tetapi disisi lain, tetap harus meminta penjelasan.

Aku bahkan menghiraukan apapun, aku menghiraukan muka ketakutan anak itu, saat dia melihat ibunya ditempar olehku.

Suamiku yang berusaha memeluk ia yang sangat ketakutan dan menenangkannya yang terus menangis, karna melihat aku yang mungkin terlalu jahat pada ibunya.-Ingin rasanya diri ini mencaci maki, tapi aku masih menahan-nya.

Tiba-tiba suamiku memegang tanganku dan bersujud dihadapanku. Aku bahkan lebih menangis karna benar-benar tidak menyangka bahwa ini benar terjadi.

"Maafin aku Tar! Aku salah"

Bahkan perkataan sesingkat itu membuat aku merasa tertusuk, dan benar-benar merasa bersalah dengan anak yang ada dalam kandunganku.

Apa yang harus dia hadapkan ketika nanti besar? Jika dia tau bahwa ayahnya seorang yang tidak memiliki hati.

Tanpa berpikir panjang, aku langsung pergi menuju kamar dan mengemasi barang-barangku; berniat pulang kerumah ibuku.

Aku merasa sangat terhina, setelah dicampakan oleh ayahku yang menyakiti aku dan ibu demi wanita lain.—Mengapa kini aku merasakan-nya lagi?

Suamiku menahan, dan memohon agar aku tidak pergi. Mungkin dia tau, bahwa ketika aku pulang kerumah ibuku; aku tidak akan pernah kembali lagi padanya.

Sungguh, mengapa aku tiba-tiba luluh—Karna memikirkan calon anak kami.—Aku hanya tidak ingin dia bernasib sama sepertiku. Kalau aku harus pisah dengan suamiku.

Besar tanpa seorang ayah adalah hal yang sangat berat untuk seorang anak.—Aku hanya berharap bahwa anakku seorang laki-laki, agar dia tidak terikat oleh ayahnya, dan dia tidak membutuhkan ayahnya menjadi wali dihari pernikahan-nya kelak.

Entah apa yang aku pikirkan. Tiba-tiba saja aku duduk kembali dan seakan masih ingin mendengar penjelasan basi itu.—Suamiku pun menjelaskan apa yang terjadi.

Betapa kagetnya saat aku tau bahwa suamiku sudah mengenal wanita ini sebelum suamiku mengenalku.

Ternyata dia adalah mantan pacar suamiku dimasa lalu; pikirku pun jadi memburuk dan benar-benar berpikir bahwa anak kecil berusia enam tahun itu adalah anak suamiku.

Tetapi, ternyata aku meleset, anak itu bukan anak suamiku, akan tetapi, anak dari mantan pacar wanita itu.

Dulu suamiku menemaninya, saat dia ditinggalkan oleh ayah dari anak itu, menemani hingga anak itu lahir dan bahkan selama ini merawat dan menafkahi mereka.

Sejenak aku teringat, bahwa beberapa bulan lalu aku pernah melihat kertas transferan uang yang cukup untuk satu bulan kepada seseorang.—Saat itu aku tidak sama sekali curiga, bahkan aku menghiraukan itu.

Tetapi, kini aku tau kenyataan-nya, bahwa suamiku menafkahi mereka selama dia bersamaku. Bahkan membuat anak dengan wanita itu.—Mana aku tau kalau suamiku tipe lelaki baik yang brengsek.

Mengapa dia harus menghamili wanita itu juga? Apa jangan-jangan selama ini juga mereka memang sering berhubungan.—Entahlah, Saat itu aku sudah tidak bisa berpikir lagi.

Tangisku sudah tak mampu lagi keluar, ia sudah terlalu muak dengan ini semua.—Yang aku bisa hanyalah menggenggam kedua tanganku erat-erat. Berharap, ada keajaiban yang memberiku kenyataan, bahwa ini hanya mimpi.

Tiba-tiba anak perempuan itu memelukku. Entah apa yang terjadi anak itu memanggilku bunda.—Aku masih merasa jijik dengan dia. Anak kecil yang bahkan tidak tau apapun. Anak kecil yang hanya tau bahwa suamiku adalah ayahnya, dan aku adalah ibu tirinya.—Mungkin anak ini memang sudah di setting dengan ibunya.

Tetapi, semua itu hilang. Saat dia memegang perutku dan berkata bahwa dia menyayangi anak dalam kandunganku.

Aku berdesis. Anak ini membuatku benar-benar merasa bersalah karna membencinya yang bahkan tidak mengerti apa-apa.

Aku merasa ucapan itu tulus keluar dari anak berusia enam tahun yang tampak sangat dewasa. Dia berkata, dia ingin menjadi kakak yang baik untuk anakku dan anak dalam kandungan ibunya.

Mengapa anak ini menyebalkan, mengapa anak ini membuat aku harus memaafkan mereka semua.

Mengapa aku harus luluh dengan cinta anak ini. Apa karna anak ini benar-benar tulus mengucapkan itu semua?—Yang jelas, aku jadi benar-benar memaafkan dosa mereka semua padaku.



*
*
*
To Be Continued

Suamiku [TAMAT] || REVISITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang