Bab 05. Kelahiran anak itu

16.9K 858 16
                                    

Cuitan burung yang merdu terdengar dari jendela kamarku. Aku memang selalu membuka jendela kamar agar sinar matahari masuk ke dalam kamarku dan menjemurku secara cuma-cuma.

Hari ini, Mas Bagas mengajakku belanja perlengkapan bayi; karna kini aku sudah memasuki bulan ketujuh dan akan menuju bulan kedelapan. Jenis kelamin anakku pun sudah diketahui, jadi kita sudah bisa memastikan ingin belanja apa saja.

Setelah bermalas-malasan di atas kasur dalam waktu yang cukup lama. Akhirnya aku pergi mandi dan bersiap-siap saat matahari sudah mulai tidak menyengat kamarku lagi.

Aku tipe wanita yang waktu mandinya cukup memakan waktu. Ritual wanita yang sama sekali tidak bisa aku lewatkan, hanya aku kurangi saat aku mulai mengandung.

Dan saat aku sudah siap, ART ku mengetuk pintu kamar dan memberi tau padaku kalau Luna dibawa suamiku kerumah sakit karna pecah ketuban.

Tak lama dari itu, Bayang menghampiriku dan menangis karna tadi melihat ibunya kesakitan, jujur saja, aku antara merasa senang dan sedih saat itu.

Rasanya waktu berjalan begitu cepat, dan langkahku terlalu lambat. Kini, rasa berbagi harus benar-benar ku jalani

Tanpa sadar, aku membuang waktu hanya untuk meladeni isi otak yang terus berputar, suara hati yang terus menangis tergerung.

"Bunda!"

Tangisan diiringi teriakan melengking memecah seluruh lamunanku, kini aku segera mengambil kunci mobil dan menyusul dengan Bayang. Dikarenakan aku tau dimana dia akan melahirkan, maka dari itu aku tidak perlu bertanya lagi pada suamiku.

Saat aku sampai, Luna sudah masuk ruang persalinan, aku menunggu diluar dengan bayang sembari menelfon ibuku, karena yang aku tau, Luna tidak punya kerabat dekat, dan dia juga sudah tidak mempunyai orang tua.

Doa tidak berhenti aku ucapan karna aku berharap anak itu selamat. Anak itu, tidak bersalah bukan?

Tidak ada seorang anakpun yang berharap lahir dari seorang ibu yang tidak baik, itu semua sudah takdir yang kuasa.

Aku tidak membenci anak itu karena telah menghancurkan kebahagiaanku, aku tau anak itu tidak akan pernah ada tanpa cinta kedua orangtuanya.

Sembari memeluk Bayang aku menenangkan hatiku yang begitu kalut. Rasa tak percaya, terus berkelebat, hari ini sudah tiba.

Beberapa saat kemudian suamiku keluar dari ruang persalinan, dia terkejut karena ada aku, Bayang, Ibu dan Adikku menunggu di depan.

Dia sungkam dengan ibuku dan menangis. entah apa yang dia tangiskan, mungkin rasa bersalahnya pada ibuku karena telah menyakiti aku.

Jujur saja, walaupun sakit aku sedang belajar untuk mengikhlaskan apa yang terjadi. Apalagi ibuku, dia adalah wanita yang hatinya sangat besar dan tangguh.

Usai meminta maaf, kedua kalinya dalam hidupku, suamiku mencium kakiku sembari menangis dan juga meminta maaf, dia sudah tidak ada rasa malu karna terlalu besar rasa bersalahnya.

Momen memilukan itu sudah berakhir, kini suamiku meminta kepada ibuku untuk memberi nama kepada anak mereka dan melihat bayi itu.

Akhirnya kami memutuskan untuk melihatnya. entah mengapa, mata anak itu sangat memikat untukku, matanya seperti barra yang sedang menyala, sangat terang dan cerah.

"Barra Razky," ujarku.

Suamiku tanggap, dia tau bahwa itu nama yang aku beri untuk anak mereka. Lagi-lagi matanya mengarah padaku, membuat kami saling memandang, "Barra Razky Prawiro" balasnya menyambung.

Betapa hatiku terasa teriris saat aku mendengar anak itu memakai nama belakang suamiku, tetapi, mau bagaimanapun, itu darah dagingnya.

Aku hanya berharap anak itu menjadi anak yang dikasihi oleh kedua orang tuanya, dan mendapat kasih dari aku yang dianggap Ibu tirinya ini.

Rasanya, seperti anak-anak saja kalau aku masih membual pada dia yang telah terlanjur lahir.

Sudah kubilang, 'kan. Anak itu tak bersalah, ia takkan pernah berharap lahir untuk merenggut kebahagiaan orang lain.

Setiap kelahiran adalah anugrah. Begitupun kini, lahirnya Barra mungkin akan menjadi jalan bagi seseorang.

Anggap saja, dia lahir untuk membahagiakan seseorang suatu saat nanti. Dimana, ia akan bertemu dengan seorang gadis dan membahagiakannya disepanjang hari.

Kita tak bisa memaksa Tuhan untuk bersikap adil hanya kepada kita. Tidak mungkin bukan, bahwa keburukan akan terus muncul tanpa adanya ganti kebahagiaan dimasa depan.

Suatu saat, entah kapan, akan ada manusia yang bersyukur tentang kehadiran seorang bayi laki-laki yang gagah, bernama Barra.




*
*
*
To Be Continued

Suamiku [TAMAT] || REVISITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang