Bab 2. Datangnya dia

32.3K 1.1K 15
                                    

Suatu pagi di hari minggu yang sangat cerah— aku sedang berleha-leha melihat suamiku yang sedang sibuk melihat laporan kerja anak buahnya. Tubuhku yang sedang berbadan dua, bersandar sembari membaca buku calon nama anak, yang kemarin ku beli; entahlah aku sedang sering merangkai nama untuk calon anakku yang diperkirakan akan lahir tiga bulan lagi—Tidak sabar rasanya ingin melihat si mungil yang sangat kita tunggu-tunggu kehadirannya.

Entah sudah berapa lama aku bersandar dan masih saja membaca buku itu,—tiba-tiba terdengar suara bel rumah yang berbunyi.

"mba, tolong buka pintu! Ada tamu" pintaku dengan suara yang agak kencang.

"mba 'kan lagi kamu suruh ke minimarket, sayang" Suamiku memberi tahu.

"ahh iya, aku lupa! Yaudah sebentar, aku aja yang kedepan" balasku seraya bangun dari posisi.—Berjalan sambil berpikir, siapakah yang bertamu dihari minggu ini, dan cepat membuka pintu karna dia memencet bel lagi; mungkin ibu hamil ini agak lamban.

"Maaf, siapa ya?" tanyaku saat melihat wajah asing dihadapanku.

"Apa benar ini rumahnya mas bagas?"

"Iyaa, benar. Maaf anda siapa ya?" Aku masih berusaha menanyakan-nya.— Tatapannya kosong kearahku, "Boleh saya bertemu dengan suami anda?" balasnya lagi.—Saat itu aku hanya berpikir, mungkin dia adalah teman dari suamiku.

Dengan sedikit ragu, aku menjulurkan tangan kearah dalam, "Ya, silahkan masuk!"

Setelah mengantarnya duduk, akupun langsung memberi tahu suamiku, bahwa ada tamu yang mencari dia.—Dengan santai, ia berjalan keruang tamu; aku menyusul karna mengambil minuman terlebih dahulu untuk mereka.

Tetapi rasa bingung yang amat sangat aku rasakan, saat jalan membawa nampan dan melihat bahwa wanita itu dan suamiku sedang bertengkar.—dengan cepat aku langsung menuju kearah mereka; yang aku pikirkan hanya. Mengapa mereka bertengkar di depan anak kecil.

Saat aku datang tiba-tiba sunyi dan mereka berdua terdiam, aku langsung duduk karna aku merasa suamiku harus ditemani.—Entah kecanggungan apa yang sedang menghantui kita. Tetapi, mulutku langsung kaku, saat wanita itu mengeluarkan kata pertamanya sejak aku duduk disini, "Bayi dikandungan ini, anak suamimu!"

Bodohnya aku masih berekspresi bingung dan agak kaget. Karna yang aku tahu; akulah satu-satunya wanita dalam hidupnya, setelah dia kehilangan ibunya.

Aku bersama dia selama empat tahun, dan tidak pernah ada seorang wanitapun dalam hidupnya selain aku.

Tetapi, yang lebih mengejutkan, suamiku terdiam dan tidak membantah apapun; seakan dia mengiyakan, bahwa perkataan wanita itu benar.

Entah, aku layak menangis atau tidak; tetapi tiba-tiba air mataku mengalir, saat melihat tanggapan suamiku yang seperti itu.

Bibirku masih tak mampu bergerak, tanganku gemetar; rasanya, jantungku hampir berhenti berdetak.—Bahkan aku menepuk pipiku, untuk memastikan bahwa ini bukanlah mimpi.

Tiba-tiba petir menyambarku di siang bolong, tanpaku ketahui bahwa suamiku telah berselingkuh.—Ingin rasanya diri ini berkata, namun tak ada satupun kata yang keluar dari mulutku.

Ketegangan yang aku tidak pernah rasakan; bahkan saat hari pernikahanku pun, kini tiba-tiba menyerangku.

"Beneran mas?" tanyaku dengan suara yang bergetar hebat.

Suamiku mengangguk dan membenarkan itu semua.—Seperti diremukan hatiku yang benar-benar merasa hancur. Aku benar-benar kehabisan kata-kata, saat suamiku berkata bahwa anak dikandungan itu benar darah dagingnya.—Kemudian rasa penasaranku pun muncul, saat ingat bahwa ada anak yang dia bawa.

Anak kecil yang kuperkirakan umurnya sekitar enam tahun itu, membuat aku bertanya dalam hati, 'apakah anak ini juga anaknya'.

Masih larut dalam kekacauan ini. Tanpa rasa bersalah, wanita gila ini meminta suamiku untuk segera bertanggung jawab.

Setan yang sudah merasukiku. Membuat aku kehilangan hati nurani; aku menamparnya sangat keras. Di depan anak kecil yang tidak tau-menau tentang masalah ini.

Aku tak tau siapa yang salah, tetapi, aku masih saja berpikir; bahwa, wanita brengsek inilah yang paling salah.

Karna aku masih buta, aku masih tak percaya bahwa suamiku melakukan itu.—Dia ini tidak mengelak, dan suamiku berusaha menahanku.

Peluknya yang dahulu sangat aku sukai, kini berubah menjadi rasa jijik.—Mana mungkin, lelaki yang sangat aku percaya menghianatiku seperti ini.

Aku merasa mereka semua kotor.—Bahkan anak kecil, yang aku belum tau jelas siapa dirinya; aku berpikir, dia anak yang kotor.—Karna mempunyai ibu yang bahkan layak disebut pelacur.






*
*
*
To Be Continued

Suamiku [TAMAT] || REVISITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang