Akhir-akhir ini perutku sudah mulai terasa sakit, bahkan setiap malam aku benar-benar tidak bisa tidur lagi, jika Mas Bagas sempat dia datang menemaniku, karena sibuk aku juga tidak berani mengadu apa-apa tentang keadaanku.
Percak darah sudah mulai aku rasanya, ah! Rasanya aku ingin selalu ditemani, tetapi, apa daya kini aku harus berbagi.
Dua hari sudah Mas Bagas tidur dikantor, karena sedang sibuk mengurus proses pindahan Luna, belum lagi kerjaannya yang menumpuk akibat terganggu: Ia sering mengeluh padaku.
Biasanya aku membantu, karena aku juga pernah bekerja di kantor yang sama. Tetapi, karena sudah tidak bisa duduk dibangku yang keras, kini aku hanya bersandar di atas kasur.
Hari ini memang jadwalnya aku cek kandungan, Mas Bagas juga janji ingin mengantar, walaupun nyatanya sampai sore dia tidak datang juga.
Untung dokterku bisa buat janji baru, jadi aku datang sore menjelang malampun dia bisa menungguku.
Hingga akhirnya hari semakin gelap, tetapi masih tak ada tanda-tanda kehadirannya disini. Aku melihat jam yang sudah menunjuk pukul enam sore, waktu janjianku tigapuluh menit lagi.
Akhirnya aku bergegas membereskan barang-barang kedalam tas kecilku, dan membawa buku kebidanan tidak lupa.
Dengan hati-hati aku menuruni anak tangga, aku cukup trauma mendengar temanku pernah terpeleset saat hamil, dan kehilangan bayinya, aku tidak ingin.—Baru juga sampai dilantai dasar, seseorang sudah menyambutku.
"kamu mau kemana tar?" tanya Luna memposisikan tangannya dikedua pinggang miliknya.
"Cek kandungan, hari ini jadwalnya"
"Yah gimana si tar! 'kan tadi siang aku bilang tolong jagain Bayang sama liatin Barra, malem ini aku harus kerumahku karna ada tukang desain," cercanya dengan sinis.
Aku mengatup, "lho, 'kan ada babysister? Biasanya juga ditinggal sama mereka" balasku tak mau kalah.
"Bayang 'kan lagi sakit, kamu gimana si?! Bukannya kamu juga ibunya? masa gamau jagain Bayang! Egois banget si jadi manusia Tar, jangan mentang-mentang lagi hamil, kamu jadi mikirin anakmu aja ya," tambahnya makin sinisnya.
Lagi-lagi aku tak mau kalah, mataku menatap tajam dengan tegas, "Sejak kapan anak Mba jadi tanggungjawab saya sepenuhnya? Mba 'kan ibu kandungnya, kenapa tau anak sakit bukannya dirumah malah nyerahin masalah ke orang lain?! Mba yang egois!" dercakku semakin emosi.
"Kalo aku yang Bayang cari, udah pasti aku ada disampingnya, Mentari! Dia yang mencari-cari kamu, dan terus memanggil namamu. Tau!"
Aku mundur perlahan, "Aku beneran gabisa. Aku udah ada janji, dokterku udah mengganti jadwal demi aku, karena siang tadi aku gak dateng. Tolong mengertilah, Mba!"
Luna semakin menjadi-jadi, ia melipat kedua tangannya dihadapanku, suaranya semakin meninggi, "Siapa suruh tadi siang gak langsung pergi aja?! Jadinya kan malem kamu bisa jaga Bayang. Kamu aja yang tidak pengertian"
Tak habis kita berdebat, baru ingin mengucap lagi tiba-tiba suamiku datang, ia langsung masuk karena posisi pintu terbuka lebar.
"Hee! Ada apa ini?" tegur Mas Bagas, ia buru-buru melerai kami.
Maduku langsung mengambil posisi di depan suamiku, menunjuk aku dengan muka sebalnya, "Itu lho Gas, masa dia gamau jagain Bayang, padahal Bayang lagi sakit. Aku kan mau kerumah, udah janji sama anak desain" adunya sembari menggaitkan tangannya pada suamiku.
Baru saja aku ingin membuka mulut ingin kembali mengucap, bahkan bibir atas dan bawahku baru saja terpisah usai menempel. Tiba-tiba saja suamiku sudah membentak.
"kenapa si tar, gamau jagain sebentar aja?! Luna udah ada janji dan itu aku yang udah atur. Lagian kamu mau kemana si magrib-magrib gini? Bukan diam dirumah lagi hamil besar!"
Aku tak berpikir apapun lagi, langsung saja aku melempar tas ke atas sofa, dan berjalan cepat menuju anak tangga.
Sayangnya perutku kram, dan aku langsung jatuh tersungkur karena tak kuat menahan rasa sakitnya.
Mas Bagas terburu-buru menghampiriku, dan betapa kagetnya kita melihat air ketubanku sudah pecah, itu artinya aku sudah harus melahirkan, padahal usia kandunganku baru 37 minggu.
Akhirnya Mas Bagas bergegas membawaku kerumah sakit. Tetapi, sayangnya diperjalanan kesadaranku hilang, dan aku tidak menyadari apa-apa setelah itu.
*****
To Be ContinuedDukung terus author agar semangat menulis🙏
KAMU SEDANG MEMBACA
Suamiku [TAMAT] || REVISI
ChickLitketika dihadapan tuhan kita sudah mengikat janji untuk sehidup semati. Namun, apa daya jika kenyataan membawaku ke pernikahan yang menyakitkan. -Mentari Kusumawardi _______________________ Sedang dalam masa revisi bersekala besar, mohon maaf untuk k...