Epilog

29.4K 1.2K 208
                                    

Jalanku perlahan, aku memakai setelan biasa yang di tambah dengan mantel coklat, arahku masih bingung, aku melihat sekeliling dengan sepucuk kertas yang masih kugenggam.

Pandangan mata yang terus beralih melihat kertas dan jalan, membuat aku menabrak seorang wanita berambut pendek sebahu, "Maaf ka.." kataku terburu-buru.

Wanita itu tersenyum dan mengangguk, "Lagi cari alamat?" katanya melihat kearah kertas yang masih setia ditangan kananku.

"Iyaa. Tau rumahnya ibu Mentari? kira-kira umurnya empat puluh-tujuh tahunan"

Wanita itu kembali mengangguk dengan tatapan datarnya, "Tau. Mau ku antar?"

"Boleh!" kataku sembrono.

Aku mengikuti langkah kecilnya hingga sampai disuatu rumah kayu yang terlihat mewah namun sederhana. Mataku masih mengelilingi setiap sudut, melihat betapa indahnya rumah berisi tanaman penuh yang tertata sangat rapih.

"Silahkan duduk dulu, biar saya ambilkan minum" katanya meninggalkan ku di bangku depan rumah ini.

Aku mengangguk dan menunggu dengan sabar, tak lama ia datang dengan teh hangat diatas nampan, "Ada apa cari bu Tari?" katanya memulai percakapan.

"Mau ketemu, mau kasih surat juga. Saya anaknya dari Jakarta, mba siapanya ya?"

"Boleh saya baca suratnya dulu?"

Tatapku bingung, aku memasang ekspresi paling tidak mengerti di dunia. Wanita yang begitu lugas dengan lantang berbicara begitu mengherankan.

Tetapi, tanganku bergerak, aku memberi sepucuk surat yang telah aku tulis dengan tanganku sendiri.

Ia membuka perlahan, dengan tatapan yang langsung berubah, ia tetap membacanya.

__________________________________________________

Hai mamah. Canggung rasanya menulis ini tanpa pernah menyebutnya langsung. Jika mamah menemukan surat ini di kotak surat depan rumah, dan mamah membacanya, itu berarti kita tidak bertemu.

Ini Anke, anak gadis mamah yang telah berumur tujuh belas tahun. Anke menemukan alamat ini dirumah yang katanya pernah menjadi tempat tinggal keluarga mamah.

Anke ingin menemui mamah, karena Anke punya kabar yang paling bahagia. Mah, diulang tahun Anke yang ke tujuh-belas kemarin, ada malaikat tak bersayap yang mendonorkan jantungnya untuk Anke dengan cuma-cuma. Dia tak mau pihak Anke tau siapa dia, katanya dia dengan ikhlas memberi karena sedih melihat Anke sepanjang hidup hanya ada dirumah sakit. Dia baik banget ya mah.

Anke pingin banget kaya gadis lain yang ada orang tuanya disebelah, menemani jalannya, berbagi cerita dengannya. Anke pingin mamah ada disisi Anke.

Anke tau mamah lagi nangis bahagia, kan? Anke ingin memberi kisah-kisah yang Anke jalani selama mamah gak ada di samping Anke.

Mbok Sri yang ngerawat Anke seperti anaknya sendiri, meninggal tiga tahun lalu. Anke terpukul mah, mbok Sri udah Anke anggap kaya mamah kedua.

Papah, Anke juga gak ngerti sama papah. Tapi tepatnya lima tahun lalu, papah ditangkap polisi karena berselingkuh dengan istri orang lain dan sampai memiliki anak dengan hasil zinahnya yang digrebek polisi. Dia juga ditahan karna ketahuan korupsi diperusahaannya.

Hampir seluruh aset papah habis, ia bangkrut, dipecat dari perusahaannya, dituntut beberapa wanita dan anak yang dia hasilkan dari perselingkuhannya itu. Untung masih ada satu buku tabungan untuk operasi Anke.

Nggak mah, Anke gak benci papah, dia tetap papah Anke walaupun kadang Anke merasa muak.

Mah, sahabat mamah Dokter Richard juga gak pernah ninggalin Anke, dia ngerawat Anke sepenuh hati. Dia juga sudah menikah dan memiliki anak berusia enam tahun, istrinya Dokter yang ngerawat Anke juga, dia cinlok gara-gara ngerawat Anke deh mah.

Udah empatbelas tahun ya mah kita gak bertatap muka. Katanya mamah gak tega lagi ngeliat Anke karena saat Anke berumur tiga tahun keadaan Anke sangat parah.

Anke sekarang tinggal disatu rumah yang dokter Richard dan istrinya pinjamkan pada Anke. Dia bilang kalo Anke udah ketemu mamah, Anke boleh tinggal sama mamah.

Mah, apa boleh Anke tinggal sama mamah? Dipelukan mamah? Anke mau jadi anak gadis mamah yang menjadi pantauan mamah disisa hidup kita.

Mah, tolong hubungi aku jika mamah sudah membaca dan mengizinkan Anke tinggal bersama mamah.

Salam Anke, yang kangen sama mamahnya.

__________________________________________________

Wanita di sampingku menutup suratnya, air matanya bercucuran, tangannya gemetar, badannya berkeringat.

Ia beranjak dari duduknya, mengulurkan tangan perlahan, "Mau ikut saya bertemu mamahmu?"

Aku mengangguk dan berdiri, tanpa sadar mengikuti langkahnya. Beberapa kali aku mengusap mukaku tak percaya, dia membawaku ke TPU setempat.

Jalannya masih memimpin, hingga sampai ditengah TPU, di depan nisan yang bertuliskan, Mentari Kusumawardi.

Aku mundur perlahan tak percaya. Nama yang tertulis adalah nama ibuku, orang yang sangat ingin aku temui selama ini.

Wanita itu menepuk pundakku lirih, "Anke, aku Bayang, kakak tirimu. Jika ingin berbagi cerita, mari, aku siap menggantikan wanita yang sudah berbaring di dalam liang tertutup tanah"

Kakiku gemetar begitu dahsyat, aku jatuh di atas tanah merah yang sedikit basah karena diguyur hujan semalam.

Aku bahkan tak mampu membuka mataku sendiri. Tubuhku terlalu lemas untuk bisa beranjak dan kembali berucap.

Bayang, kakak tiriku, ikut berjongkok disebelahku, "Bunda mengalami kecelakaan beberapa bulan lalu, dan dia dinyatakan mati otak.."

"dia memang ingin mendonorkan Jantungnya untuk putri kesayangannya, maka dari itu saat aku tau kondisinya, aku bergerak mengurus itu semua untuk kamu."

"Dia ada disini Anke, dia akan selalu ada dihati kamu. Walau raganya tak ada lagi didunia ini, tetapi perbuatan baiknya akan selalu memeluk kita anak-anak beruntung yang ada dilingkar hidupnya. Aku Bayang Anke, ibu kandungku juga sudah tiada hampir lima-belas tahun lamanya, dan dia si malaikat tak bersayap yang sudah mampu bersinar seterang Mentari, mengurusku dengan ikhlas"

Peluknya hangat, sangat hangat. Dia memelukku dengan kondisi yang juga sedang terluka, namun mampu terlihat kokoh di depan adiknya.

Benar kata orang. Seorang ibu akan memberikan apapun pada anaknya, sekalipun itu nyawanya.

Aku beruntung mempunyai ibu yang sangat berhati luas dan baik bak malaikat. Dia menghentikan langkah hidupnya demi anaknya yang bahkan sudah lama tidak ia temui.

Aku bersyukur, menjadi bagian dari memori paling membekas dihidup wanita hebat bernama Mentari.








~Anke Mentari Prawiro~

Suamiku [TAMAT] || REVISITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang