Remang-remang lampu di pinggir jalan perbatasan kota kian masih menghiasi sunyi-nya suasana jalan di kala malam.
Meski begitu, suara bising mesin kendaraan dan bunyi klakson masih dapat terdengar meski samar-samar dari arah ujung sana, tepatnya di lampu merah dekat pasar Kali, perbatasan Depok.
Dari dalam gang kecil yang letaknya dekat pasar, terlihat beberapa motor baru saja keluar dengan sahut-sahutan ricuh dan pekikan suara makian.
"Belok kanan! G*blok!"
"Kiri ada polisi!"
3 Motor yang dinaiki oleh 6 pemuda itupun langsung melaju sekencang-kencangnya setelah diberikan arah, sambil sesekali menoleh ke belakang dengan raut wajah tak tenang, seolah tengah berupaya untuk melarikan diri dari kejaran.
"NGEBUT BURU! Viko masih ngejar!" Seru Unge menepuk-nepuk pundak Bayu dengan kasar ketika melihat sosok salah satu anak gangster Depok yang tengah ngebut mengejar mereka berenam dengan hanya seorang diri.
"Elah mau ngapain lagi si dia, nyusahin aja." Bayu mengernyitkan dahi dengan raut wajah menahan kesal.
"Mau ngasih lo pelajaran kali."
"Lagian lo ada-ada aja si, udah tau cewek orang, masih aja diloby terus."
Mereka masih sempat-sempatnya mengobrol dijalan dengan berteriak-teriak.
"Lah? Ceweknya duluan yang ngechat gue. Kocak amat si itu orang." Sahut Bayu sambil menahan kesal, mengingat sosok perempuan yang kian menjadi pemicu dari awal mulanya cekcok diantara dirinya dan Viko, anak tongkrongan Depok, yakni Jibe Gangster.
"Lagian kita ngapain kabur si?" Dia kan sendirian." Lanjut Bayu yang kala itu baru saja menyadari kekonyolan yang telah ia dan teman-temannya lakukan.
Dikit-dikit kabur...
Keserang dikit, kabur.
Kesenggol dikit, kabur.
Ketemu yang serem dikit, kabur.
Emangnya gak ada hal lain lagi apa yang bisa mereka lakuin selain kabur? Keluhnya dalam hati.Bayu yang hobinya merusuh itupun kian tidak dapat lagi menahan diri dengan ikut kabur-kaburan seperti yang biasa teman-temannya lakukan.
Bukan soal harga diri, ini perihal kepuasan diri.
Bayu ini adalah tipikal anak yang suka semau-maunya sendiri. Baginya, setidaknya ia sudah berusaha untuk melawan dan menghadapi, kalau soal menang atau kalah itu urusan belakangan. Kalaupun harus kalah, setidaknya dia kalah dengan cara yang tidak memalukan. Toh dia pun bukan orang yang suka menyimpan dendam.
Kalah ya kalah, kalau kena, yasudah.
Seolah adrenalin dari sebuah pertempuran adalah satu-satunya kepuasan yang bisa dia dapatkan di arena pertarungan jalanan.
Mungkin bocah itu terkesan sedikit keras kepala dengan segala argumen dan pemikiran yang selalu dia pertahankan kuat-kuat.
Tapi tak bisa dipungkiri lagi bahwa sikapnya itu secara tidak langsung telah menunjukkan salah satu kepribadiannya yang ketika dihadapkan oleh suatu masalah atau rasa takut, dia lebih senang melawan dan menghadapi dibanding melarikan diri.
Itulah kenapa, Bayu selalu menolak untuk kabur dari musuh serta menyelamatkan diri sendiri. Bahkan pernah sampai nekad melawan Iam yang notabene level bertarungnya pun sangat jauh berada diatasnya.
Seolah itu sudah cukup membuktikan bagaimana sosok Bayu yang sebenarnya.
Sudah jelas, dia batu dan sulit diatur.
"Ngeri anj*ng! Si Viko kalo udah ngincer orang gabakal berenti dia kalo belom dapet." Unge menjawab pertanyaan Bayu dengan perasaan masih campur aduk antara takut dan juga gelisah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Jakarta Gangster
Teen Fiction[Warning 17+] Setelah mendengar kabar buruk mengenai adik sematawayangnya yang telah mati tragis dengan cara dibakar massal dan dituduh sebagai pelaku begal oleh sekelompok geng motor, Iam, seorang anggota Gangster paling bringas di Jakarta bagian T...