Hari itu, suasanya masih terlalu pagi dengan langit yang tampak sedikit gelap. Angin yang berhembus pun masih terasa dingin menyejukkan, bahkan sampai ke tulang.
Kamal, bocah remaja berambut gondrong itu baru saja sampai di warnet setelah nongkrong semalaman di rumah Adam bersama teman-temannya yang lain.
Karena mudah sekali terserang bosan, Kamal pun kian memilih pergi cabut dari rumah Adam dan memutuskan untuk bermain game di depan warnet. Sambil sesekali mengajak video call para cewek kalong yang kuat melek begadang sampai pagi.
Saat itu, Kamal sama sekali tidak pernah menyangka bahwa dirinya tersebut dan anak-anak Jibe kian akan bertemu kembali, di tempat yang sama seperti beberapa waktu lalu.
Padahal, pertemuan mereka yang terakhir saja sudah cukup membuat Kamal kian trauma.
Yah karena mungkin saja sudah jodoh, remaja berambut gondrong itu kian harus dikejutkan kembali oleh kedatangan anak-anak Depok di kampungnya yang sangat tiba-tiba.
Tentu saja, saat itu Kamal panik bukan main. Jantungnya bahkan seperti ingin berhenti berdetak, dan dia hampir mati ditempat.
Pasalnya, pertemuan kali ini sangatlah berbeda dari pertemuan yang sebelumnya. Dan tentu saja lebih terasa menakutkan bagi Kamal.
Dengan jumlah pasukan yang berkali-kali lipat lebih banyak, Kamal kian semakin lemas saja dibuatnya. Matanya bahkan tak henti-henti terperanjat sana-sini, memantau pergerakan lawan yang bisa saja memulai penyerangan secara dadakan.
Saat sedang panik-paniknya, dari arah kanan, tiba-tiba saja terdengar suara klakson motor bersahutan. Bising suara knalpot pun kian tak dapat terhindarkan. Bahkan lampu-lampu motor tersebut tampak menyala dengan sangat terang, menyinari setiap sudut jalan.
Kamal yang saat itu merasa sudah terdesak pun kian semakin dibuat down mentalnya.
Sebenarnya ada berapa pasukan yang mereka bawa? Kenapa terus bertambah seperti ini? Kamal kian hampir pasrah.
Padahal, baru beberapa bulan yang lalu dia keluar dari rumah sakit akibat bentrok dengan anak-anak penjaga pinggiran Depok tersebut. Kali ini apalagi yang akan terjadi?
Saat ini, matanya kian masih sibuk tertuju ke arah kerumunan motor yang baru saja datang dari arah kanan sana. Kamal mengira bahwa mereka ini adalah pasukan anak Jibe yang datang menyusul belakangan.
Namun ternyata dugaannya salah. Mereka bukanlah anak-anak Jibe, melainkan sekumpulan wajah tak asing yang tentunya sudah ia kenal dengan baik.
Anak-anak Jaley dari kampung Jati ini bagaimana bisa datang kesini? Kamal keheranan.
Bahkan tak sedikit orang yang ikut terkejut dengan kedatangan mereka disana, itu bahkan bisa dilihat dengan jelas dari raut wajah mereka.
Begitu juga dengan Raka yang saat ini kakinya sudah gemetaran sambil masih erat memegangi sapu warnet. Dia lemas, namun disisi lain juga merasa lega. Menyadari bahwa kini nyawanya seolah telah terselamatkan.
Apalagi saat beberapa waktu lalu ketika warnet diserang dan Kamal disiram air keras, Raka juga tengah berada disana. Berusaha melawan meskipun pada akhirnya usahanya tak menghasilkan, karena anak-anak Jibe tersebut diketahui langsung kabur melarikan diri setelah puas mengobrak-abrik warnet disana.
Kini timing-nya bahkan seakan pas. Sama sekali belum terjadi bentrokan ataupun memakan korban.
Meski sedang dalam keadaan panik, entah mengapa Kamal masih saja terperangah, tidak percaya dengan apa yang tengah dilihatnya. Kedua matanya bahkan melotot lebar dengan mulut menganga. Dia kian masih belum bisa mencerna dengan apa yang tengah terjadi saat ini, disini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Jakarta Gangster
Teen Fiction[Warning 17+] Setelah mendengar kabar buruk mengenai adik sematawayangnya yang telah mati tragis dengan cara dibakar massal dan dituduh sebagai pelaku begal oleh sekelompok geng motor, Iam, seorang anggota Gangster paling bringas di Jakarta bagian T...