02 - Sel Jeruji Besi

6.9K 422 37
                                    

Mereka bilang, hukum itu untuk membuat jera. Tapi sebaliknya, itu malah membuatmu semakin ingin menggila.

***

Di dalam sana, ternyata tak ada bedanya dengan diluar.

Bentrok dan perkelahian antar kelompok,
Yang kuat yang menang,
Yang memiliki uang yang diistimewakan,
Ah, ternyata hidup memanglah sekeras itu, dan juga tak pernah adil.

Disana, bagi anak-anak lemah dan berlatar belakang dari keluarga yang serba kekurangan, tak akan ada opsi pilihan lain selain patuh pada mereka yang berkuasa maupun yang berasal dari keluarga kaya.

Tapi Iam, mana bisa anak brandalan tersebut patuh pada hal-hal konyol seperti itu.

Jangan gila, dia bahkan sama sekali tidak peduli mereka itu kriminal jenis apa dan dari keluarga mana.

Singkatnya begini,
Situ siapa beraninya ngatur-ngatur saya.

Entah itu anak-anak yang berkuasa maupun berlimpah harta, Iam sama sekali tidak tertarik untuk mempedulikan atau sekedar mengenal mereka.

Dia berbeda.
Sejak awal, seharusnya mereka menyadari bahwa dia itu buas dan sangat berbahaya.

Baginya, dia berdiri untuk dirinya sendiri. Dia tak akan mau menerima perintah, maupun dibawahi.

Itu adalah harga mati untuknya.

Dia tak akan kalah, maupun mengalah. Pada siapapun, dan pada apapun itu. Jadi, jika mereka merasa tidak suka, maka mari berkelahi saja. Simpel.

Kehadirannya di penjara khusus anak yang terletak di salah satu daerah Jakarta itupun seolah kian menjadi sebuah masalah tersendiri bagi para sipir yang mulai kewalahan dibuatnya.

Saat itu, usinya baru menginjak 18 tahun.

Anak itu bahkan sudah terlibat perkelahian serius di hari pertamanya di sel jeruji besi dengan anggota geng di sana, yang berbeda kamar sel dengannya.

Untuk ukuran anak baru, Iam memang termasuk cukup nekad dan gila. Pasalnya, dia telah berani melawan kelompok geng Celurit Item yang sudah lebih dahulu masuk dan berkuasa disana.

Padahal, masalahnya sangat sederhana.
Iam adalah anak baru. Peraturan untuk anak baru adalah, dia wajib mencucikan piring bekas anak-anak geng Celurit Item setelah selesai makan.

Dan yang menjadi masalahnya, Iam menolak mentah-mentah untuk melakukan peraturan konyol tersebut.

Mana mau dia disuruh-suruh dan diperintah seperti itu.

"Lo punya nyawa berapa."
Ujar Iam dengan nada dingin ketika anak-anak itu mulai meletakkan piring kotor tepat dihadapan Iam yang saat itu tengah berjongkok mencuci piringnya.

"Hah?" Tanya Baron, yang merasa bahwa ia telah salah dengar.

"Gue nanya, nyawa lo ada berapa?"
Iam pun mulai berdiri sambil meregangkan tangannya, menatap Baron dengan sorot mata malas.

Tinggi Baron bahkan hanya sampai se-dadanya saja, membuat Iam jadi kian harus sedikit menundukkan kepala ketika bertatapan dengannya.

Bukan baron yang pendek, hanya saja Iam memang memiliki tubuh yang sangat jangkung sehingga Baron terlihat jauh lebih kecil ketika bersanding dengannya.

Jakarta GangsterTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang