perjumpaan

670 100 12
                                    

Tanpa disadari hampir dua jam Esang dan Novan berada di panti asuhan Somptuosité. Sande ijin setengah jam yang lalu, beralasan bahwa dia ada urusan di restorannya. Mungkin satu jam lagi Sande akan kembali.

Sekarang Esang sedang melepas rindu dengan bunda Fitri, pengasuh lama sekaligus yang berkontribusi besar dalam berdirinya panti asuhan ini. Novan sendiri masih sibuk bermain drama opera dadakan yang di bawakan oleh Vian, Riki, Fanny, Ina, dan Diva.

"Gimana kabar kamu?"

Pertanyaan itu terlontar saat Fitri meletakan dua cangkir teh anget yang akan menemani pembicaraan mereka sore ini. Fitri menyesuaikan posisi duduknya, melirik Esang sekilas sebelum tersenyum tipis.

"Baik, aku kuliah sama kerja di sana, ada yang bantu aku nemuin kerjaan disana, dan semuanya berjalan lancar," Esang mengambil cangkir yang di berikan padanya. Tanpa diminta Esang menceritakan perjalanannya selama ini pada Fitri.

Sesaat Fitri melihat bayangan seseorang yang keluar dari rumah pertemuan yang biasanya digunakan panti ketika ada acara. Dan saat ini rumah itu digunakan untuk memberikan seminar tentang memulai bisnis. Fitri melirik kearah Esang. Dia cukup peka kenapa beberapa jam yang lalu Esang bersembunyi di balik pohon.

"Kamu udah ngobrol sama dia?" Pertanyaan Fitri membuat Esang itu melirik ke arah yang di tuju olehnya.

Seorang lelaki dengan pakaian casual tengah memasang muka serius bersama dua orang lain yang Esang ketaui juga pengurus panti. Lelaki itu seperti sibuk dengan dunianya tidak sadar bahwa ada Esang yang menatapnya sedari tadi. Mungkin juga karena pemandangan orang itu akan terhalang oleh pohon hias yang di tempatkan berjejer.

"Tapi, kayaknya kamu udah punya pacar?" Kini giliran Esang memperhatikan lelaki yang dimaksud Fitri, yang tengah menjadi kuda putih dengan Vian dipunggungnya.

Esang terdiam sebelum menggeleng.

"Aku belum ngobrol sama dia, bu, takut nanti ganggu dia kerja, dan dia juga bukan pacarku,"

Tepat setelah Esang menyelesaikan kalimatnya. Suara langkah kaki mendekat membuat perhatian keduanya menoleh. Wajah ramah dari orang yang telah lama ia tinggal menyabut pemandangan Esang. Pemuda itu menatap Esang dari jarak lima meter, matanya menyipit sebelum sedikit melebar setelah memastikan siapa orang yang berada di samping Fitri. Tanpa sadar senyumnya melebar.

☆☆☆

Pemuda itu, Erik, mantan pacar Esang mendekat. Tau kondisi agar tidak mengganggu Fitri undur diri tanpa suara, menutup pintu dari dalam agar suara teriakan Vian dan Riki yang berebut pedang mainan tidak terdengar.

Erik mendudukan dirinya di sebelah Esang. Sedang yang sedari ditatap membalas dengan senyum simpul.

"Om suastiastu*,"

*sapaan penggambaranya kayak "assalamualaikum ", om suastiastu sendiri berarti “Semoga ada dalam keadaan baik atas karunia Hyang Widhi”.

Singkat, dan anehnya ini mengingatkan Esang pada saat pertama kali ia menyapa Erik dengan bahasa balinya. Mengalirkan percakapan Esang remaja yang menyatakan cinta pada Erik remaja.

"Kamu belum lupa sama aku, kan?"

Bahkan kalimat kedua membuat Esang deja vu sendiri. Otaknya merekam samar percakapan itu.

"Kalo lupa, aku Aderik Daffahimsa, lulusan SMA Tunas Bangsa, sekarang udah jadi tukang ngecek soundsystem..."

Esang memperhatikan ucapan Erik. Tanpa sadar dirinya menunggu kalimat selanjutnya. Percakapan ini memang sudah lama, tapi tetap saja tiba-tiba hatinya berpacu lebih cepat. Apa mungkin Erik akan mengatakannya?

PerasaanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang