menjelaskan

949 72 19
                                    

Sudah kesebelas kali Novan membolak-balikan tubuhnya, mencari posisi nyaman untuk tidur. Ini sudah fajar, dan Novan belum bisa menutup matanya. Dan seminggu sudah Sande dan Esang benar-benar menghindarinya. Novan tidak mengerti apa yang sedang terjadi.

Dirinya tidak ingin berburuk sangka, tapi apa mungkin ketidak tahuan Novan sekarang itu berarti Sande maupun Esang tidak sepenuhnya mempercarai dia?

Berkali Novan menghilangkan pemikiran itu, sampai di hari kesepuluh tanpa kabar dari kedua orang yang dinantinya itu membuat semangat Novan perlahan turun, dia rasa memang ia masih menjadi orang luar untuk Esang.

"Ini masih pagi ya di Indonesia? Kalau begitu papa tutup, kamu baik-baik aja nantinya dijalan, kabari papa lagi,"

Novan tersenyum tipis sebelum mengangguk.

"Kalau begitu Novan tutup dulu, sampai jumpa, pa,"

Panggilan itu berakhir, Novan menghela nafas panjang, dia melirik koper yang dia simpan di belakang sofa. Setelah dua belas hari akhirnya Sande membalas pesannya, mengatakan karena sibuk dia tidak bisa membalas pesan dari siapapun. Novan hanya bisa memakhlumi itu walau dalam sudut hati dirinya berteriak.

Bukan alasan yang ingin Novan dengar, tapi apa yang sebenarnya terjadi? Kenapa Sande dan Esang menghilang tanpa kabar akhir-akhir ini?

Suara pintu yang diketuk beberapa kali membuat Novan berjengit. Dia mendengus ketika membayangkan bahwa yang dibelakang pintu ternyata adalah wajah tengil Peter. Ia juga mengerutkan dahinya ketika melirik jam yang terlalu pagi untuk tamu berkunjung.

Nafas Novan seakan berhenti ketika tau siapa yang mengetuk. Didepannya ada Esang yang berdiri dengan sehat, mengabaikan mata sembab disudut matanya, Esang terlihat sehat.

Keheningan seolah tidak ingin pergi, keduanyapun menahan semua keinginan untuk bicara. Takut merusak waktu yang ingin mereka habiskan.

Sampai akhirnya Novan tersenyum, sedikit banyak ia tau satu hal yang bisa menghilangkan segala pemikiran buruk, walau dengan kata lain kalimat Sande seolah menguatkan pilihannya.

"Dan untuk Esang, mungkin dia sibuk, dan yah mungkin karena itu dia juga lupa ngabarin kamu, disana udah ada Peter soalnya yang bantuin dia,"

Novan memiringkan tubuhnya seolah membiarkan Esang masuk. Dia juga berjalan terlebih dahulu seolah menjadi tuan rumah.

☆☆☆

Dalam ruangan juga tidak berubah, keheningan malah semakin terasa. Jika saja Novan berhenti mengetik di ponselnya bisa dipastikan detak jantung gugup terdengar jelas dari Esang.

Mata Esang menelisik keseluruh ruangan, terlihat bersih, cukup membuat Esang kagum karena Novan yang mau membersihkannya selama ini, atau ada orang yang dia sewa? Yang pasti Novan terlihat cuek sekarang, dia tidak marah karena dirinya yang menghilang tanpa kabar.

Memang apa yang diharapkan oleh Esang, jelas Novan tidak lebih menganggapnya teman kan?

"Van?" ketikan Novan berhenti dia langsung menyimpan ponselnya dan membenarkan posisi duduknya.

PerasaanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang