menenangkan

353 61 2
                                    

Senyum dari wajah Novan belum luntur sejak tadi. Ia mengingat detail kecil yang disampaikan kedua orang tuanya. Ada rasa seperti tertusuk jarum didadanya, tapi itu lebih seperti membuat dirinya senang.

Ia mendapatkan kedua orang tuanya kembali. Tentu keduanya tidak langsung berubah menjadi seseorang yang menyenangkan untuk dikatakan sebagai seorang ayah atau ibu.

Apalagi ternyata ada kesepakatan tersendiri yang telah terucap diantara ayah, ibu dan juga teman ayahnya. Bagaimanapun sekarang Novan hanya bisa menerima semua itu. Dia tidak menuntut untuk menjadi keluarga yang terlihat harmonis.

Tapi, sekarang permintaan kecil Novan akan segera terkabul. Ayahnya dan ibunya setuju menghadiri acara wisudanya tahun depan. Yang mana itu selalu menjadi moment yang selalu ia inginkan dari dulu.

Ia juga ingin memberi tau Marsel, dosen pembimbingnya tentang ini. Tentang keluarganya yang kembali menganggapnya ada.

"Kamu tidur sama Tristan, ya, di kamarku nanti aku ngerokok, kamu gak suka, kan?"

Setelah dari restoran yang ternyata di setting Bembi dengan Jenar. Novan memilih ikut pulang ke rumah penginanpan yang disewa Bembi.

Bembi sendiri melenggang pergi dengan kopi hitam dan juga rokok dengan bungkus putih ke kamarnya. Novan baru tau ternyata Bembi itu seorang penulis blog, ia menulis random dan kebanyakan non-fiksi dan kebanyakan adalah tentang opini. Entah tentang politik, ekonomi, kebudayaan dan juga makanan.

Ia juga sering menulis ditwitter, yang Novan baru tau Bembi memiliki nama yang cukup tersohor karena komenannya yang berani. Ia merasa ia malah tidak terlalu mengenal orang disekitarnya. Mungkin benar, Novan harusnya bisa lebih terbuka dan tidak memendam semua sendiri.

Tak lama setelah Bembi hilang dipintu kamar. Tristan pulang lengkap dengan kamera yang mengantung dilehernya. Ia menatap Novan yang tengah duduk diruang tamu dengan pandangan kaget.

"Lah, Van, kok nyasar kesini? Sejak kapan?"

Novan tersenyum menanggapi Tristan.

"Dari tadi sore, kak, mau numpang nginep disini,"

Tristan ngangguk. Terus ngambil air putih dari galon dipojokan.

"Selama ini nginep dimana? Kemarin diajak nginep disini nggak mau," tanya Tristan sembari merapikan kameranya bersama dengan alat fotografi miliknya.

"Diajak temen, kak, tadi ketemu aja sama Kak Bembi terus diajakin nginep disini,"

Tristan mengangguk. Lalu kemudian sibuk dengan ponselnya. Membuat keheningan lama diantara Novan dan Esang.

Namun, Tristan izin pamit untuk mandi beberapa saat setelahnya. Meninggalkan Novan sendiri diruang tamu. Novan langsung menjatuhkan punggungnya kesandaran. Tiba-tiba saja ia merasa lelah.

Hari ini perasaaannya seperti roller coasters. Naik dan turun dengan drastis. Ini lebih melelahkan daripada dulu saat Novan harus membantu bakti sosial di tempatnya kuliah atau bahkan dipanti asuhan bunda Fitri. Bukan fisik sekarang, batinnya mungkin yang lelah.

☆☆☆

"Eh, Esang?"

Fitri merekahkan senyuman cerah melihat lelaki berkulit sawo muda itu datang. Dia buru-buru memeluk Esang, menumpahkan rindu. Padahal baru beberapa hari tidak bertemu. Dia juga mencium kedua pipi Esang bergantian. Sebelum sadar ada lelaki lain dibelakang Esang. Mata Fitri agak membola kaget, sebelum buru-buru mengontrol ekspresinya dengan baik.

Dengan pelan Fitri melepas pelukan Esang. Melirik sekilas ke arah Esang, sebelum fokus ke lelaki dengan senyun ramahnya.

"Ini siapa? Yang kemarin kemana? Novan gak ikut?"

PerasaanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang