pikiran

400 68 8
                                    

Sebelum pulang Esang diberitau oleh Sande, bahwa lelaki itu tidak pulang. Dia akan menginap di panti asuhan. Anak-anak panti sepertinya masih ingin berlama-lama dengannya.

Tidak masalah sebenarnya. Esang bisa saja menyusul Sande, dan memulai curhatannya. Entah pada Sande atau Fitri.

Ternyata kejadian kecil di bar milik Raiden membuatnya sedikit sadar. Walau masih ada rasa bingung yang tertinggal. Setidaknya ia punya suatu pernyataan jelas mengapa ada rasa sakit ketika Novan mengatakan bahwa ciuman yang mereka lakukan hanyalah kesalahan kecil.

Esang menyukai Novan, dan ia tidak menyukai pernyataan Novan mengenai hal itu.

"Did he really not coming home?"

Hampir Esang lupa, awalnya dia memang tidak berniat mengatakanya pada Peter. Tapi, ia justru menceritakan segalanya pada Peter.

"Sang? Can I drink this?"

Peter mengangkat sekaleng soda berwarna hijau. Itu membuat Esang menyandarkan punggungnya kekursi dengan keras dan juga menghela nafas.

Ia sekarang menjadi sensi ketika melihat warna hijau.

"Done with that, I gotta go, I don't want to waste my money in hotel if I sleep in here,"

Peter menghabiskan minumannya, sprite, lalu menghampiri Esang. Dia mencium pipi kanan Esang sebagai ucapan selama tinggal.

Dari ruang tamu bisa ia dengar suara deru motor yang Peter gunakan. Itu hasil pinjaman Leo pada mereka berdua untuk pulang.

Tak lama, Esang berdiri ia memasuki kamarnya, ia melirik sekilas kamar yang Novan tempati. Tanpa kata Esang lebih memilih untuk mengabaikan pemikirannya untuk saat ini. Ia tidak ingin membayangkan bagaimana hubungannya dengan Novan kedepannya.

Mereka masih bisa menjadi teman kedepannya.

☆☆☆

Beberapa jam yang lalu

Sebenarnya setelah kejadian Peter yang memgaca di kaca mobil Sande. Novan keluar. Dia berdiri dekat tiang listrik sambil memperhatikan Peter yang memasuki bar itu.

Setelahnya pemandangan Esang yang terlihat sedikit bahagia, ia berlari kecil memeluk Peter. Keduanya dipisahkan oleh Raiden. Kemudian mereka bertiga duduk berdambingan, dan berbincang layaknya teman lama.

Dalam diam Novan terus memperhatikan bagaimana interaksi ketiganya. Sampai setelahnya mereka beranjak keatas.

Novan mengehela nafas ketika ia tidak bisa memperhatikan ketiganya lagi. Dia mengeluarkan ponselnya. Berniat memberi tau tentang kepulanganya.

Ini sudah melebihi waktu yang dijanjikan Esang, bukan? Ia berhak untuk pergi, walau sebenarnya dalam hatinya ada perasaan untuk masuk dan menganggu keramah tamahan yang tadi sempat ia lihat.

"Novan?"

Tubuh Novan berjengit ketika seseorang memanggilnya.

"Mau kemana?"

"Eee,"

Novan berdengung panjang sebelum menjawab, dia menggaruk belakang kepalanya canggung.

"Kesini sendiri? Pake apa?"

Mendengar itu buru-buru Novan mengingat mobil Sande yang belum ia matikan.

"Oh, ya ampun, aku lupa, tadi mobilku belum kumatiin, kita ngobrol disana aja, ya, kak Bem,"

Bembi, lelaki yang ia samakan dengan Raiden beberapa waktu lalu. Lelaki itu tiba-tiba saja bertemu dengannya sekarang. Novan tidak ingin berburuk sangka, tapi ia rasa Bembi berjalan kearahnya dari sebrang. Yang mana tepat didepan sana terpisahkan oleh jalan raya itu adalah bar milik Raiden.

PerasaanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang