pembicaraan

432 73 8
                                    

Matahari masih bersinar terang diatas sana, dua jam dari terakhir kali Novan dan Dodi ada di kafe itu. Membicarakan beberapa hal sebelum akhirnya berpisah di rumah sakit.

Sekarang Novan kembali dengan lelaki yang berbeda. Seorang lelaki yang terlihat cukup manis layaknya seorang perempuan, mungkin memang khas wajah oriental.

"Jadi, Esang masih gak mau mampir?"

Novan bergerak tak nyaman. Diingatannya lelaki di depannya ini memanggil Esang dengan sebutan yang bisa dibilang kasar. Ia tak tau apa hubungan antara lelaki yang memperkenalkan dirinya sebagai Raiden Arrayan dengan Esang.

Seingatnya Sandepun tak pernah menyebut bahwa Esang punya keluarga dan teman lain yang tau orientasi seksual Esang. Setaunya itu menjadi rahasia gelap keluarga Esang.

"Saya gak bisa jawab, dan kamu siapanya Esang?"

Mendengar itu wajah Raiden berubah seperti mengejek kearah Novan. Seolah menganggap Novan ikut campur urusan orang.

Raiden mengangkat cangkirnya. Menyesap teh lemon hangat yang sangat tidak cocok untuk dinikmati ketika matahari sedang terik-teriknya.

"Saya juga gak bisa jawab,"

Novan mengepalkan tangannya dibawah meja. Kembali merasa emosi dengan kelakuan manusia didepannya. Entahlah dari sudut hatinya dia merasa khawatir karena Esang yang mengenal manusia dengan mulut tajam seperti Raiden.

"Okay, kayaknya percuma juga ngomong sama, Novan, right?"

Raiden memberi jeda, membereskan barangnya. Dan memgeluarkan sesuatu.

"Ini kartuku, mungkin Esang lupa tempat kerjaku, sampai sekarang dia bahkan gak berkunjung, tolong kasih itu ke dia, kalo dua hari dia gak dateng, bilang ke dia, dia emang manusia sialan,"

Brak!?

Novan mengebrak meja, membuat perhatian pengunjung kearah mereka. Teh lemon milik Raiden sedikit tumpah, si pemilik tak mengubris hal itu.

"Kalo ngomong bisa dijaga?"

Raiden malah tersenyum. Menarik tisu yang disediakan dan mengambil kartu namanya yang basah karena teh.

Dia lalu menarik lagi kartu nama lain.

"Tapi, dia emang sialan,"

Tanpa aba-aba Novan menarik kerah Raiden. Membuat cangkir teh di atas meja itu terbalik dan menumpahkan seluruh isinya.

"Permisi, tolong jangan buat keributan disini,"

Suara pelayan membuat cengkraman Novan di kerah Raiden mengendur. Dia kembali mengingat bahwa dirinya adalah influencer. Jika ia membuat keributan dan berakhir viral, maka banyak pasang mata yang akan memyelidiki semuanya. Mungkin hal itu

"Ikut gue!"

Novan menarik Raiden menjauh dari cafe. Raiden sendiri hanya ikut dengan tarikan Novan.

☆☆☆

Mereka berhenti di halte rumah sakit yang cukup sepi untuk sekarang. Novan menarik nafasnya perlahan. Berusaha menetralkan emosinya.

"Denger, gue gak tau siapa lo, tapi gue gak suka kalo temen gue ada yang ngehina," Novan berujar dengan menunjuk wajah Raiden. Setelahnya dengan perlahan Raiden menyingkirkan telunjuk Novan.

"Aku gak ngehina, aku ngomong kenyataan,"

Novan kembali menarik kerah Raiden, namun terhenti ketika Raiden melanjutkan ucapannya. Suaranya tidak seceria Raiden, seolah ini adalah orang yang berbeda.

PerasaanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang