sambutan

473 82 19
                                    

Mau curhat dikit, seminggu kemarin itu aku gak nulis samsek dan lebih milih baca seluruh buku diperpusku. Gampangannya aku ngehindarin nulis dan naikin mood nulisku dengan jadi reader egein, karena yah idul fitri selain ajang bermaafan adalah ajang lain untuk saling membuat saudara anxiety:)

But, seminggu tanpa nulis rasanya hidupku hambar sumpah, aku emang bukan penulis yang baik. Bahkan kebanyakan tulisanku cuman fanfic yang gak punya OC sendiri. Aku belum bisa lepas dari bayang kayak gitu. Aku tau aku gak lebih dari shipper yang pengen nyiptain dunia untuk shipnya sendiri dgn kemampuan nulis yang cetek.

Aku setuju, sih. Tapi kalau hal kayak gini buat aku seneng kenapa nggak?










.

.

.

.

.

.

.

.
Bisa dibilang, rumah Sande itu cukup besar. Atau mungkin karena simpel. Dan barang yang di beli Sande tidak banyak. Rasa-rasanya rumah Sande luas dan lebar.

"Kalian bisa pilih kamar mana aja, ada empat kamar sisa, semua kamar mandi dalem. Kamar sebelah kanan ruang dapur itu, kamarku, senyamannya aja disini,"

Sande menepuk bahu Novan akrab. Lalu melenggang pergi mendekam di kamarnya, sebelum akhirnya nanti agak sore kembali ke restoran.

Novan dan Esang memilih kamar yang bersisian lagi. Dan juga kamar ini dekat dapur, makanya mereka memilih kamar sisa disana.

☆☆☆

Sande keluar dari kamar dengan pakaian casual. Mendapati Novan sedang berkutat dengan laptopnya. Sepertinya ia sedang mengedit videonya.

"Esang mana, Van?"

Novan mendongak melihat Sande yang duduk di sampingnya. Kemudian kembali menunduk melihat laptopnya.

"Tadi keluar, katanya mau beli buah,"

Sande mengangguk mengerti, sepertinya ia lupa untuk mengisi kulkasnya dengan buah-buahan.

"Ngapain? Ngedit video, ya?"

Novan mengangguk, tidak menjawab. Bukan bermaksut tidak sopan, hanya saja mengedit di laptop itu rasa-rasanya kurang nyaman. Apalagi Novan lupa membawa kipas angin laptopnya.

PerasaanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang