[ 12 ] Pesan Terakhir

51 8 2
                                    

Rangga POV

Langit biru di taman belakang rumah tampak sangat indah hari ini. Langit begitu cerah dan menawan, namun aku tak bisa memungkiri bahwa aku masih sangat berduka atas kepergian Ibu yang benar - benar tak terduga. Kini aku mengerti, begitulah kematian adanya. Sebuah misteri yang tak akan pernah diketahui oleh mereka yang bernyawa.

Aku memutuskan untuk mengambil cuti lebih lama dari Asrama. Selain itu, aku merasa masih perlu mempertimbangkan kembali. Apakah sebaiknya aku tetap meneruskan pendidikan di Al Furqon Islamic Boarding School lagi atau tidak. Terlebih restu ibu untuk melanjutkan kuliah telah ada. Sebenarnya aku tidak mau menunda waktu lagi.

Namun segala pertimbangan masih perlu dilakukan. Aku tidak mau tergesa - gesa dalam memutuskan sesuatu, terlebih Ujian Akhir Semester akan segera diadakan dalam beberapa minggu lagi. Jujur, aku merasa pengalaman yang ku dapatkan selama di dalam Al - Furqon Islamic Boarding School belum begitu banyak, mengingat aku baru berjalan selama 5 Bulan.

Pemakaman ibu telah selesai dilaksanakan. Sesuai permintaan ibu dalam surat wasiatnya, pemakaman dilaksanakan secara tertutup. Aku langsung menyetujuinya saja mengingat banyak media pasti akan menyoroti peristiwa itu dan aku tidak begitu menyukainya, jika sampai hal itu terjadi. Sehingga aku berpikir bahwa pemakaman secara tertutup adalah hal yang terbaik.

Aku yakin kabar mengenai kematian Ibu pasti sudah sampai di telinga Ayah meskipun dia tidak datang untuk melayat. Aku tidak begitu peduli dengan hal itu. Semenjak perceraian kedua orang tuaku aku memang jarang menghubungi Ayah. Pria itu memutuskan untuk kembali ke Amerika di mana perusahaan pusat milik Keluarga Ayahku berada.

Namun pria itu selalu saja menghubungiku untuk meminta maaf dan memintaku untuk menjaga diriku dengan baik. Dia bahkan selalu mengirimkan 500 Dollar ke Rekening Pribadiku setiap bulan. Jujur itu jumlah yang banyak sekali jika digunakan di Indonesia. Jadi aku memutuskan untuk menyimpannya saja dan menggunakan uang bulanan pemberian ibu secukupnya. Tapi sekarang, sepertinya aku akan mulai menggunakannya dengan bijak.

Hal yang selalu membuatku bingung adalah mengapa dia hanya selalu minta maaf padaku. kenapa hanya aku?

Kenapa dia tidak pernah sekalipun meminta maaf kepada wanita yang telah dia perlakukan secara tidak manusiawi di ambang kehancuran rumah tangga mereka.

***

"Apa saya boleh bertanya dulu sebelumnya?"

Saat ini Rangga sedang duduk di sebuah ruang kerja mewah di dalam rumahnya yang besar itu bersama dengan Sekretaris sekaligus Pengacara mendiang ibunya. Pagi itu dia datang ke rumah untuk membahas mengenai beberapa hal penting dengan Rangga.

"Tentu saja mas, silahkan ingin bertanya apa kepada saya?" jawab Sekretaris itu mengiyakan permintaan Rangga. Sekretaris itu bernama Renata Audrey. Dia merupakan Sekretaris yang paling lama bekerja dengan mendiang Sofia Daylight. Sekaligus mendapatkan kepercayaan dari Sofia Daylight untuk menjadi pengacara baginya dan juga Putra semata wayangnya, Rangga Daylight.

"Apa sebelumnya Ibu saya sudah mulai menunjukan penurunan kesehatan mbak?" tanya Rangga, remaja pria itu masih sangat penasaran dengan kematian mendiang Sofia Daylight yang terkesan mendadak.

Wanita berusia 25 tahun itu tampaknya sedikit terkejut dengan pertanyaan mendadak dari Rangga. Dia tampak terdiam seolah berusaha untuk mempersiapkan jawaban yang terbaik. Dia seperti ingin terisak namun berusaha untuk menahannya. Ya dia tidak boleh menangis di depan tuan mudanya. Terlebih itu lah pesan dari mendiang Ibu Rangga kepadanya sebelum menghembuskan nafas terakhirnya.

"Tolong bantu Rangga untuk bisa memaafkan Ayahnya. Karena bagaimana pun juga dia adalah Ayahnya."

Dia pun memutuskan untuk menjawab dengan tenang. Ya tenang adalah kunci penting di saat seperti ini.

CATATAN AKHIR PESANTREN [ON GOING]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang