"Rangga, kau ada di urutan pertama loh!" pekik Beryl dengan riang. Telunjuk remaja itu menunjuk tepat ke arah sebuah pamphlet yang tertempel dengan gagah di mading asrama.
Bola mata Rangga secara refleks mengikuti ke arah telunjuk Beryl berada. Ternyata benar namanya ada di peringkat pertama dari 19 orang peserta yang mengikuti tes tulis itu.
"Alhamdulillah" ujar Rangga senang. Dia begitu bersyukur atas nikmat yang begitu membahagiakan itu. Semua orang mungkin berpikir bahwa bahasa inggris adalah Mother Language nya. Tetapi ada satu hal yang pasti, hingga detik ini dia masih berusaha untuk terus belajar bahasa inggris. Terlebih setelah tinggal di indonesia dan jarang menggunakan bahasa inggris sebagai bahasa sehari - hari. Jika Rangga tidak terus mengasah kemampuan berbahasa inggrisnya, maka suatu hal yang tidak mungkin bahwa kemampuan itu akan segera tumpul.
"Oh iya kau peringkat berapa Ber?" tanya Rangga kepada Beryl kemudian. Dia kemudian berusaha untuk mencari namanya sahabatnya itu dengan mengarahkan jari telunjuknya menelusuri pamphlet hasil desain kreatif seseorang itu. Jari telunjuknya Rangga berhenti di peringkat ke 9, ya Beryl sahabatnya itu berada di tujuh peringkat di bawahnya. Tetapi Beryl tetap lulus.
"Alhamdulillah, kita berdua lolos! Yeay" pekik Beryl dengan begitu gembiranya, hingga tak sadar bahwa suaranya telah hampir menyerupai Speaker Pengumuman di asrama. Semua pasang mata dari orang - orang yang sedang berada di sekitarnya telah tertuju kepada remaja polos itu.
Rangga langsung merasa tidak enak. Dia merasa sedikit malu atas teriakan konyol Beryl pada saat itu. Rangga pun langsung mengambil inisiatif untuk mengajak Beryl pergi sebelum ada kehebohan lainnya.
"Ber, kita pergi ke kantin aja yuk buat ngerayain keberhasilan ini. Aku yang traktir deh" ujar Rangga kemudian sembari menarik Beryl untuk segera pergi meninggalkan tempat itu.
***
Di lain tempat, di sebuah ruang kerja mewah bergaya victoria. Sofia Daylight tengah menelepon seseorang yang rupanya adalah mantan suaminya. Albert Daylight.
"Apa kau yang menyebarkan berita itu?" tanya Sofia geram. "Bukankah sudah ku bilang bahwa hubungan kita telah berakhir, tolong jangan cari masalah lagi denganku." lanjutnya.
"Itu bukan aku" jawab Albert bohong. Memang benar bahwa dia lah yang telah sengaja menyebarkan berita itu. Albert tidak bisa memungkiri bahwa dia merasa sangat menyesal telah berlaku kasar kepada Sofia selama ini. Terlebih setelah perceraian itu. Dia sengaja menyebarkan berita itu agar rasa bersalahnya sedikit dapat terkikis karena orang - orang pasti akan mendukung penuh Sofia sekarang.
Albert tidak peduli jika harga saham perusahaannya akan turun setelah berita tersebut beredar, karena baginya harga saham bukanlah apa - apa jika dibandingkan dengan rasa bersalahnya kepada Sofia. Dia benar - benar menyesal atas kebodohannya selama ini. Sofia adalah wanita yang sempurna. Bagaimana bisa bajingan sepertinya bisa tega memperlakukan wanita itu dengan kejam seperti itu.
Namun sayang, nasi kini telah menjadi bubur.
Satu - satunya harapan Albert adalah segera membawa Rangga ke Amerika. Tapi dia benar - benar tidak habis pikir dengan rencana gila Sofia untuk membuat Putra semata wayang mereka mengulang kembali masa Sekolah Menengah Atasnya di Pondok Pesantren.
Menurutnya hal itu sangatlah gila. Dia memang tahu bahwa pengetahuan agama islam Rangga belum terlalu banyak, tetapi hingga sejauh ini dia memiliki kepribadian dan sisi religius yang menurut Albert sudah cukup. Tapi entahlah apa yang ada di pikiran mantan istrinya itu.
"Jangan berbohong. Siapa lagi jika bukan kau yang menyebarkannya?" tukas Sofia dengan cepat. Dia tidak lagi mempercayai Albert sekarang.
"Mungkin saja itu salah satu dari Asisten Rumah Tangga mu" tukas Albert.
"Jangan asal bicara. Mereka sudah bekerja selama 12 tahun di rumah ini. Bagaimana mungkin mereka akan melakukannya?" gertak Sofia tidak terima dengan tuduhan Albert terhadap Asisten - Asistennya.
"Hei, apa kau bodoh? Hal itu bisa saja bukan" ujar Albert dengan ketus.
"Sepertinya percuma saja aku berbicara kepadamu" balas Sofia seraya menahan emosinya yang telah meletup - letup sedari tadi.
"Hei tunggu dulu, jangan lupa Rangga tetaplah milikku kau ingat itu" tegas Albert.
"Aku tahu itu. Tapi mau bagaimana pun kau harus menunggu Rangga hingga menyelesaikan pendidikan agamanya di Pondok Pesantren" tukas Sofia dengan nada tinggi. Setelah itu wanita berparas cantik itu langsung menutup panggilan telepon internasional itu.
"Sia - sia saja aku berbicara dengan bajingan itu" gumam Sofia, kemudian menarik nafasnya dalam dan menghembuskannya. Dia telah menahan gelakan emosinya sedari tadi.
Setelah itu Sofia langsung kembali ke meja kerjanya. Dia menghempaskan dirinya ke kursi kerjanya yang empuk. Kepalanya tiba - tiba terasa sangat sakit. Dia pun segera membuka laci meja kerjanya dan mengambil sebuah botol pil obat dari dalamnya.
"Waktuku sepertinya tidak banyak. Aku harus bertahan sampai waktunya tiba" gumam Sofia sebelum meminum pil itu setelah mengucap basmallah.
***
2 Bulan Kemudian
Seorang wanita berparas cantik tengah berada di dalam sebuah ruangan yang di dominasi oleh warna putih, terdapat sebuah bedstead beroda pada ruangan itu, dan juga terdapat sebuah lemari kaca berisikan beberapa peralatan medis yang terlihat begitu steril.
Seorang pria yang berusia jauh lebih tua darinya tengah duduk berhadapan dengannya. Pria itu mengenakan sebuah jas putih dan sebuah kacamata. Dia tampak membolak balik sebuah catatan hasil analisisnya yang di jepit pada papan kertas bergantian dengan sebuah gambar yang terpancar dengan jelas dari balik layar komputer.
"Kau harus lebih berhati - hati sekarang!" seru pria tua itu tampak cemas.
"Apakah kondisiku seburuk itu?" tanya sang wanita dengan datar. Dia terlihat begitu tenang.
"Bisa dikatakan begitu. Sel nya telah berkembang dengan cepat." jawab sang pria tua. "kenapa kau selalu melewati jadwal pemeriksaanmu selama ini?" lanjutnya seraya membalikan sebuah pertanyaan kepada wanita muda itu.
"Maafkan aku, aku bahkan tidak sadar jika kondisiku telah sedemikian memburuk." jawab wanita itu dengan tetap tenang.
"Kenapa kau bisa setenang ini?" tukas sang pria merasa aneh. "Kebanyakan orang yang berada dalam posisimu saat ini akan gila" lanjut pria itu.
"Kenapa aku harus memilih hidup seperti orang - orang itu" balasnya dengan tajam.
***
Assallamualaikum. Wr. Wb.
Terima kasih telah membaca cerita ini. Jika kalian suka dengan cerita ini, kalian dapat memberikan Vote sebagai bentuk dukungan kalian kepada cerita ini. Kritik dan Saran dari pembaca sekalian akan sangat berharga bagi Author.
See you on the next chapter ^__^
KAMU SEDANG MEMBACA
CATATAN AKHIR PESANTREN [ON GOING]
SpiritualeMain Information About This Story : [ First Place In Dormitory Story Hashtag / 30 - 06 - 2020 ] Genre : Drama, Religion, Dormitory, Romance. Background Place : Indonesia Number Of Episode : 32 Episode Showtimes : August 2018 - July 2020 Cover By :...