Jika kamu merasa dunia tidak berporos padamu, cobalah berhenti sejenak. Tengoklah ke belakang, ada aku yang selalu menjadikanmu sebagai duniaku.
Satu pesanku sebelum aku pergi, berjanjilah untuk terus hidup seperti biasanya. Jika kamu sedih, ingatl...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Seperti yang Ayah bilang, bahwa pemuda yang tempo lalu mampir ke sini akan datang kembali. Hal itu memang terjadi. Sebenarnya yang Ayah khawatirkan dari sifatku ketika menyambut tamu adalah jika tamu tersebut memiliki kelebihan—dalam artian memiliki warna kulit yang lebih terang dariku—aku akan sering memberinya kalimat pedas.
Sensi gitu kalau ketemu orang yang kaya gitu, karena aku punya pengalaman buruk sewaktu sekolah dengan orang-orang dari ras kulit terang. Sehingga mau tak mau, aku bersikap antipati pada mereka.
Sebenarnya aku sih bakalan bersikap biasa saja pada setiap tamu, tidak membeda-bedakan. Namun karena sudah terbiasa dengan pengalaman buruk, membuatku terkadang menilai seseorang dengan paradigma yang buruk juga. Karena ada istilah don't judge by cover, kan?
Di dunia ini, tidak ada yang bisa dipercaya selain diri sendiri. Makanya aku akan berdiri sendiri, tanpa harus melibatkan banyak orang. Setidaknya, jangan membuat orang lain mempunyai trauma. Kalian bahkan tidak tahu hal sepele saja dapat berakibat mengerikan bagi sebagian orang. Karena pertahanan dalam setiap orang itu berbeda-beda, bukan?
Laki-laki yang aku ketahui berpangkat Kolonel ini, sedang berbincang dengan Ayah. Aku tidak tahu yang perkara apa yang mereka bahas, tapi dari yang aku dengar adalah 'tentang pelatihan pusdiklatpassus yang akan segera dilaksanakan' dan segala keperluan mengenai pelatihan yang tidak aku mengerti itu.
Aku hanya bertugas menyajikan minuman dan makanan kecil-kecilan sebagai cemilan mereka. Aku juga sudah di wanti-wanti oleh ayah untuk tidak di sekitar ruangan, di mana Ayah dan perwira itu sedang berdiskusi.
"Ingat pesan Ayah, kembali ke kamar kamu setelah kamu selesai menyambut tamu nantinya!"
Untuk itu, saat aku akan masuk ke kamar, tanpa sengaja tatapan kami bertemu untuk waktu yang cukup singkat. Hanya pada detik 6,2 saja tatapan kami terputus. Tapi aku merasa, tatapan itu menyiratkan banyak hal. Ini benar-benar menggelikan, tapi perasaan asing itulah yang aku rasakan.
Aku membiarkan kejadian itu berlalu dibenakku dan langsung masuk ke kamar. Bergelung di kasur dengan tangan yang sibuk memainkan ponsel. Terbesit dalam pikiranku untuk mencari namanya di sosial media sejuta umat : Instagram. Tapi niatku teralihkan saat melihat salah satu nama dari pemilik akun Instagram yang masih aku ikuti.
RakaKeitaro Nararya
Ponsel canggih ini ternyata cukup lihai untuk menemukan sebuah akun yang sudah mendapatkan centang biru dengan pengikut melebihi ratusan puluhan ribu. Aku mendengkus karena masih saja bersikap diam-diam seperti ini.
Aku telusuri postingan-nya yang sudah menyentuh 500+ dan hanya mengikuti akun tertentu saja. Postingan-nya masih sama dengan terakhir kali aku melihatnya, seminggu yang lalu, mungkin?