BBB [22]

298 22 0
                                        

Sorry for typo
~Happy reading~

Percakapanku dengan Alvin berangsur lama

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Percakapanku dengan Alvin berangsur lama. Sekitar satu jam lebih mungkin? Entahlah, yang pasti aku salut dengan dia.

Dia bercerita padaku, "Sanksi yang diterima saat penahanan pangkat sersan satunya adalah akibat kelalaian yang mengakibatkan kecelakaan saat pendidikan salah satu calon anggota kopassus," ujarnya dengan nada sendu. Aku tahu  pasti berat rasanya, jika kita harus menunda sesuatu hanya karena kesalahan yang mungkin saja bukan terjadi karena kita bukan?

Aku yang tidak tahu apa-apa menanyakan padanya, "Kesalahan apa yang kamu perbuat hingga terjadi kecelakaan itu?"

Meskipun aku tidak tahu bagaimana perasaannya saat itu, tapi perkiraanku adalah Alvin merasa bersalah. 

Katanya, " Saya bertanggung jawab atas meninggalnya dua calon prajurit di Situ Lembang kemarin."

Aku syok mendengarnya, pantas saja waktu kemarin sempat heboh disekitar kamp dan aku dengan cueknya malah tertinggal berita besar ini. Ah, dasar aku!

Dari wajahnya saja aku tahu bahwa Alvin pasti sangat terpukul, pantas saja hampir aku mengamatinya selama di sini Arusha lah yang lebih dominan mengambil komando pasukan. Bukannya Alvin seperti biasanya.

Karena reflek, aku menepuk bahunya. "Maaf ya, kamu jadi harus bercerita hal yang menyakitkan ini kepadaku," ucapku.

"Jujur saja menurutku, kamu adalah pelatih yang matang. Tidak memberikan toleransi pada kesalahan yang membahayakan jiwa," sambungku saat mengingat perilaku Alvin yang begitu tegas.

Alvin kembali tertawa kecil mendengar ucapanku, untuk itu aku kembali melanjutkan, "Tapi kamu juga bisa bersikap sebagai Bapak yang dipercaya dan dihormati," tutupku dengan senyuman diakhir kalimat.

"Terima kasih telah berusaha menghibur saya," ucapnya tulus.

Aku mengangguk dan membalas senyumnya. Tak lama, dia kembali berkelakar, "Tapi saya belum setua itu untuk pantas dipanggil Bapak-bapak." Mungkin itu juga yang dibutuhkan oleh Alvin saat ini : mengalihan topik.

Aku tersenyum kecut, lawakannya memang tidak serenyah kripik singkong yang biasa aku jadikan cemilan bersama Kafka jika sedang weekend, tapi aku berusaha untuk menghargainya yang berusaha tersenyum dan berbangga hati meskipun sedang kalut dalam kesedihan.

Lewat sinar bulan pada malam itu, aku melihatnya melengkungkan senyuman yang begitu tulus. Senyuman beserta hatinya yang baru kali ini aku lihat.

"Walau itu adalah sebuah kecelakaan murni pada sebuah latihan penyebrangan, namun selaku Pimpinan Latihan, saya harus bertanggungjawab atas jatuhnya korban. Hingga saat ini, saya berusaha ikhlas menerima sanksi penahanan pangkat tersebut tanpa sedikitpun rasa sakit hati," kata Kapten Alvin dengan mantap.

Bye-bye, Black! [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang