Jika kamu merasa dunia tidak berporos padamu, cobalah berhenti sejenak. Tengoklah ke belakang, ada aku yang selalu menjadikanmu sebagai duniaku.
Satu pesanku sebelum aku pergi, berjanjilah untuk terus hidup seperti biasanya. Jika kamu sedih, ingatl...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Aku segera menghampiri Hani yang sudah terlihat menungguku. Wajahnya sangat kusut, rambutnya berantakan dengan matanya yang sebab. Rasa benciku pada dua orang itu semakin menjadi. Ibu hanya belum tahu kebusukan yang mereka lakukan itu.
"Kamu tidak kenapa-napa, kan?" kataku sambil memeluk tubuh Hani yang tidak berhenti bergetar.
Aku memberikannya air hangat yang sempat aku beli di warung terdekat. "Minumlah," seruku.
Hani menerimanya dengan tangan yang bergetar. Wajahnya masih berlinangan oleh air mata. "Sudahlah Hani, yang penting kamu tidak apa-apa, kan?" hiburku, mencoba menenangkannya.
Anggukan dari Hani membuatku sedikit lega. "Selama orang tuamu tidak ada di rumah, kamu tinggal saja bersamaku, ya?" ajakku lagi.
"Maaf, Mbak. Aku jadi ngerepotin," ucapnya dengan suara serak.
"Tidak apa. Terima kasih karena telah memberikanku bukti agar tidak terjebak dengan pria itu."
Aku membantu Hani untuk masuk ke mobil.
"Terjebak kenapa?" tanya Hani saat kami sudah berada di mobil. Pasti dia penasaran. Kondisi Hani juga sudah membaik dan tidak seburuk yang aku lihat tadi.
Tapi meskipun malas menjelaskan, aku memberinya sedikit ceritaku pada Hani. "Dia adalah mantan kekasihku sewaktu kuliah dan sekarang... berniat mengajakku menikah." Napasku ikut tercekat saat menjelaskannya. Mengingatnya, selalu membuat amarahku mendidih.
Tanganku sudah memegang erat kemudi mobil, saking kesalnya karena pria bernama Raka itu.
Raut tidak percaya terpampang jelas pada wajah Hani. "Mbak, serius? Kok bisa?"
"Ibuku tidak mengetahui betapa brengseknya pria itu," balasku tajam.
"Dan berkat bukti yang kamu berikan, aku sudah memberikannya pada ibu. Entah bagaimana reaksinya, tapi aku sedang malas membicarakannya."
Hani mengerti maksudku, dia langsung diam dan melihat ke arah jalanan. Suasana di mobil menjadi hening, aku turut berterimakasih pada Hani yang pengertian terhadap moodku saat ini.
•ווו
Setelah rekaman itu sampai pada Ibu, seperti yang sudah aku duga sebelumnya, Ibu langsung menanyakan ini-itu padaku.
"Kan sudah aku bilang, Ibu sih gak mau denger penjelasan Naura." Kami masih berkomunikasi via telepon dengan aku yang masih menyelesaikan tugasku di perum ini.
Walaupun aku membenci pria itu-Raka-aku harus tetap profesional untuk mengerjakan tanggung jawabku. Terdengar rentetan ceramahan panjang lebar dari Ibu tentang pergaulanku.