BBB [20]

292 24 0
                                    

Sorry for typo
~Happy reading~

Setelah mengalami kejadian mengerikan dengan masuk ke dalam jurang, entah firasatku saja atau bukan, sindrom erotomania—sindrom yang merasa diri ini merasa dicintai—hanya karena perhatian kecil dari Arusha yang semakin intens padaku

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Setelah mengalami kejadian mengerikan dengan masuk ke dalam jurang, entah firasatku saja atau bukan, sindrom erotomania—sindrom yang merasa diri ini merasa dicintai—hanya karena perhatian kecil dari Arusha yang semakin intens padaku.

Ah, aku tidak mau harus terjebak dengan perasaan buta ini, tidak akan!

Maka saat Arusha menawarkanku untuk mengajakku jalan-jalan sebentar pada waktu senggangnya di malam hari, aku menolaknya. Padahal dalam hati, aku terus mengiyakan ajakannya.

"Mungkin lain kali saja, Sha," tolakku secara halus. Aku juga tidak mau semakin menyakiti perasaan Hani yang sepertinya sedang jatuh cinta terhadap Arusha. Aku tidak mau jika Hani, yang notabenenya masih remaja ini, harus melakukan hal nekat demi cintanya.

Sungguh, aku tidak mau terlibat dengan drama konyol itu.

Sudah genap lima bulan lamanya aku tidak berkomunikasi dengan keluargaku, baik dengan Ayah, Kafka ataupun Ibu dan Papa. Tapi bayangan kejadian lima bulan yang lalu terkadang mengusikku kembali.

Seperti sekarang, saat aku dan Hani berada di tenda. Hani memergokiku ketika aku melamun. "Mbak kenapa hobi banget ngelamun sih? Ada masalah ya? Mau cerita sama saya?" tawar Hani.

Aku sendiri belum yakin untuk menceritakan ini pada orang lain—berhubung ini sudah masuk ranah keluarga—karena Santi sekarang sudah aku ketahui sebagai saudara tiriku.

Cih, kenapa kejadian itu meski aku ingat sih! Gerutuku dalam hati.

"Han, kamu pernah gak ngerasa benci gitu? Padahal belum tentu dia melakukan kesalahan?" Akhirnya aku memilih topik ini. Entahlah, aku hanya ingin tahu saja, kenapa Santi sepertinya punya dendam yang membuatnya sangat membenciku. Padahal punya masalah dengan dia saja, tidak pernah aku lakukan.

Dia saja yang suka cari gara-gara denganku!

Hani terlihat menimbang sebentar, lalu menganggukkan kepalanya. "Kayanya orang itu titisan setan deh," ucapnya ngawur.

Aku sedikit terhibur dengan ucapannya itu. "Kamu itu ada-ada saja sih, Han!" Masih dengan sisa tawaku yang berderai, Hani pun ikut tertawa.

"Tapi bener loh, Mbak. Masa orang gak salah, tapi tiba-tiba aja dia benci kita, kan aneh. Sifatnya gak ada baik-baiknya. Mirip setan," sambung Hani dengan menggebu-gebu.

Aku setuju juga dengan pemikiran aneh Hani itu. "Tapi Mbak, emang ada gitu yang benci segitunya sama Mbak? Padahal Mbak orangnya bukan orang yang pantas dibenci deh," ujar Hani lagi.

Ya ampunnn, pikirannya masih rada polos ya. Aku sampai tidak habis pikir dengan caranya menilaiku. "Ya karena di dunia ini tidak semua orang akan berlaku sama dengan orang lain, kan? Pasti ada yang suka dan benci terhadap kita sih," sahutku.

Bye-bye, Black! [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang