Jika kamu merasa dunia tidak berporos padamu, cobalah berhenti sejenak. Tengoklah ke belakang, ada aku yang selalu menjadikanmu sebagai duniaku.
Satu pesanku sebelum aku pergi, berjanjilah untuk terus hidup seperti biasanya. Jika kamu sedih, ingatl...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Pertanyaan yang aku lontarkan hanya dijawab oleh angin semata. Sebab Kapten Alvin mendapatkan panggilan dari temannya untuk segera memulai pelatihan dasar teknik menembak. Kami mengikuti Kapten Alvin karena penasaran dengan latihan menembak yang dimaksud, sampai-sampai aku dan Hani dipersilahkan berdiri di pinggiran tempat latihan menembak. Tak jauh dari sana, terdengar suara tembakan yang memekakkan telinga. Aku dan Hani spontan saling menutup kuping kami masing-masing.
"Duh, keras banget suaranya kalau di dekat sini, Mbak. Bagaimana jika kita menepi di dekat moshola saja?" ajak Hani dengan suara yang agak lantang.
Aku mengangguk setuju. Kami berjalan beriringan menuju ke pelataran mushola. Ada Arusha yang wajahnya masih basah oleh bekas air wudhu, baru saja keluar dari mushola.
"Masyaa Allah ...." gumamku tanpa sadar, terpana oleh wajah Arusha yang tiba-tiba seperti bersinar saja, padahal di sini sedang panas terik-teriknya.
Hani yang mendengar celotehanku, langsung menoleh kepada objek yang sekarang ini sedang berjalan menuju kami. Aku segera memalingkan muka.
"Mas Arusha, kok bisa ganteng banget sih, aku jadi kagum," ucap Hani yang mampu aku dengar.
Gila, parah! Spontan banget itu mulut, lemeees... Aku melihat Arusha yang tertawa pelan, mengacak-acak rambut Hani dan memberikan senyum manisnya. "Lain kali jangan bilang gitu, Hani," ucapnya dengan lembut.
Aku mencibir dalam hati. Emang ya, laki-laki itu kalau udah tahu yang bening aja, kelakukannya jadi beda.
Giliran ke aku aja nano-nano, giliran ke golongan kaum terang mah adem banget, cih!
"Ish! Jangan diberantakin, Mas! Tadi aku udah capek-capek benerinnya tahu," omel Hani pada Arusha.
Aku mendadak jadi penonton yang menyaksikan kedekatan mereka. Tiba-tiba saja suasana di sini membuatku gerah. Aku berdiri dan membuat dua sejoli itu menoleh padaku bersamaan. "Apa?" tanyaku galak.
Arusha menggeleng, lalu memakai sepatu PDL-nya. Hani kembali sibuk menuliskan sesuatu pada note kecil yang selalu dibawanya.
Karena tidak mendapatkan respon dari kedua orang itu, aku memilih untuk mendekati Kapten Anza yang sedang mengawasi para taruna di samping Kapten Alvin yang sedang memberikan instruksi agar para taruna membidikkan senapannya pada sasaran yang ditunjuk.
TUUSSS
Aku terlonjak kaget saat sebuah peluru melewati wajahku dan sedikit menggores telingaku, hanya sedikit. Tapi aku masih membeku di tempat. Bahkan aku merasa detak jantung yang berpacu tiga kali lipat dan aku pun kesulitan bernapas.