Jika kamu merasa dunia tidak berporos padamu, cobalah berhenti sejenak. Tengoklah ke belakang, ada aku yang selalu menjadikanmu sebagai duniaku.
Satu pesanku sebelum aku pergi, berjanjilah untuk terus hidup seperti biasanya. Jika kamu sedih, ingatl...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Malam yang berlalu masih sangat menegangkan menurutku. Karena selain pembekalan mental dan fisik, mereka juga—para taruna—dibekali materi pembentukan karakter sesuai dengan standar Pusdiklatpassus antara lain, pembinaan disiplin, baris berbaris, pembinaan motivasi, mountenering, survival, navigasi darat atau ilmu medan, jelajah malam, dan problem solving.
Hani terus saja merengek padaku untuk segera mengantarkannya kembali kamp kami, karena tidak kuat melihat para taruna yang siksa oleh pelatih. "Huaaa .... kok mereka pada jahat sih, makan nasi aja di suruh cepet-cepet. Aku enek tahu padahal," keluhnya.
Memang sewaktu latihan tadi, ada jadwal makan dan kebetulan kami diajak makan oleh salah satu perwira, Kapten Anza. Dia menjelaskan bahwa kami pun harus ikut cara makan di sini. "Kamu ikuti saja peraturan di sini, jangan macam-macam. Itu lebih bagus untuk kalian," ucapnya dengan lembut. Walaupun begitu, aku tahu itu seperti sebuah peringatan tersirat.
Mau tidak mau, kami pun mengikuti peraturan tentara saat makan. Waktu makan di batas, aku pun melihat para taruna yang memiliki kecepatan makan yang tinggi—entah karena lapar atau takut kena hukuman—karena yang pasti, setelah waktu yang ditentukan habis, mereka kembali diberikan gertakan dan juga diharuskan memakan mencampurkan makanan dari taruna satu ke lainnya.
Makanan yang masih tersisa, dikumpulkan dalam satu gundukan makanan dan di campur aduk dengan menggunakan tangan. Serupa nasi rames dalam versi yang menurutku jorok. Ew ....
Aku dan Hani pun meminta ijin pergi ke toilet karena tidak mampu melanjutkan makan kami yang masih tersisa banyak.
Saat kami hendak masuk ke tenda yang sudah dipersiapkan untuk kami bermalam di sini, sebuah suara mengagetkanku. Hani sudah masuk dan tidur lebih awal.
"Kenapa makananmu tidak dihabiskan?"
"Ya Tuhan, lo ngagetin aja!" omelku pada Arusha. Akhirnya cowok berlesung pipi ini hadir dihadapanku juga.
Aku langsung bersidekap di depannya. Masih sebal dengan kelakuannya yang bersikap tak acuh padaku dan baru menemuiku di saat seperti ini, jam-jam waktu tidur.
Hello, tadi lo kemana aja, sih! Padahal gue tadi hampir mau nangis karena kaget dengan latihan ini!! jeritku membatin.