Jika kamu merasa dunia tidak berporos padamu, cobalah berhenti sejenak. Tengoklah ke belakang, ada aku yang selalu menjadikanmu sebagai duniaku.
Satu pesanku sebelum aku pergi, berjanjilah untuk terus hidup seperti biasanya. Jika kamu sedih, ingatl...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Insiden yang tidak sengaja membuat telinga kiriku terluka, terjadi beberapa bulan yang lalu. Kini kami sudah terbiasa dengan didikan keras dari para pelatih kepada calon anggota Kopassus. Aku dan Hani juga saling bergantian menulis ataupun sekedar merekam kegiatan mereka dari jarak yang aman. Tentu saja Arusha—penanggung jawab kami— terus saja mewanti-wanti kami agar tetap berada dalam jarak aman. Tidak ceroboh seperti kejadian yang tempo lalu.
Dia menghinaku secara tidak langsung. Sungguh, Aku sangat kesal padanya!
Aku melihat ke arah lapangan, di mana para taruna sedang mendapatkan siksaan oleh para pelatih mereka. Sangat kejam. Tapi waktu itu Arusha pernah bilang, "Itu adalah salah satu mendidik mental mereka agar tidak lemah. Bukannya memiliki fisik yang bugar saja, tapi juga memiliki mental sekuat baja."
"TIARAAAP!" teriak Arusha dengan lantang.
Para taruna lain pun langsung mengikuti perintahnya. Awalnya mereka sedang latihan lari, tapi seperkian detik setelah seruan dari Arusha, mete langsung memposisikan diri untuk tiarap. Belum selesai dengan posisi tiarap, aba-aba lain datang mengintruksi.
"BERDIRIII!" Teriakan lantang yang berasal dari Anza yang menyahuti mereka.
Aku melihat sambil menyipitkan mata, Arusha yang sekarang aku lihat, kelihatan lebih sangar dari biasanya. Tatapannya setajam elang, seolah bisa menerkam mangsanya melalui tatapannya itu. Beberapa saat aku terpaku melihatnya.
Arusha kembali berteriak. "FOKUS! INGAT, KOMANDO KALIAN ADA DI SIAPA!!!" bentaknya pada para taruna yang mengikuti instruksi dari Anza.
"TIARAP LAGIII!" Titahnya.
Belum cukup dengan badan yang menyentuh tanah, mereka kembali di suruh untuk berdiri.
Menyebalkan.
Aku berdecak kesal, hingga membuat perhatian Hani teralihkan padaku. "Kenapa, Mbak?" tanyanya.
"Itu tuh, nyebelin banget. Udah di suruh berdiri, eh langsung di suruh tiarap. Belum selesai tiarap, malah di suruh berdiri. Kesel aku jadinya!" ucapku menggebu-gebu.
Hani yang duduk di sebelahku, terkekeh geli. "Ya emang udah gitu kali, Mbak. Lagian para Pelatih gak sembarangan ngasih titah kalo gak ada peraturannya sih," respon Hani.
Aku menyetujui ucapannya, lalu kembali berujar, "Iya juga sih, malah kata Ayahku, para pelatih Komando ini telah lulus seleksi dan pendidikan Komando, jadi mereka itu udah punya pengalaman di Satuan Operasional dan di daerah operasi, serta sudah mengikuti Kursus Pelatih (Sustih) Komando. Jadi mereka tahu betul bagaimana cara latihan Komando," jelasku panjang lebar.