Pada suatu pagi buta, suara azan mengetuk jendela kamarku. Aku yang masih segan mengorak lingkar, kembali menarik selimut. Belum sepenuhnya terlelap, aku mengingat hari penting ini,hari pertamaku di kelas VIII. Bergegas aku menuruni tempat tidurku dengan semangat baja.
Dingin menyunsum membuatku bergegas memakai seragam putih biruku,lalu merapikan kasur yang amat berantakan. Mengambil tas yang sudah ku siapkan dari semalam.
Aku membuka pintu kamar dan melihat ayah sedang duduk di kamar sebelah, masih mengenakan peci dan sarungnya."Yah,minta uang jajan hehehe",pintaku dengan wajah memelas.
"Kalau uang jajan aja ga pernah lupa", sahutnya sembari merogoh kantong celana yang menggantung disampingnya.
Sambil menatapnya, aku hanyut dalam pikiranku,ayah sudah tua. Walau rambutnya belum terlihat putih, tapi kulit keriputnya sudah mulai tampak. Meskipun begitu, ia tetap terlihat tampan dengan kulit sawo matangnya.
"Iiihh kok belum mandi ??" Tanyaku pada kak Rea,
"belumlah , baru jam segini", sahutnya sambil menyantap kue yang ada ditangannya.
Kak Rea memang suka makan, tapi ia tak segendut yang kalian pikirkan. Dia hanya lebih rendah 5 cm dariku, karena pendek jadi terlihat lebih berisi. Kakak kandungku ini kelas XI di SMA favorit di Kota kami. Jadi kami hanya beda 4 tahun lebih saja.
"Ranya, ga sarapan dulu?" tanya ibuku.
"Enggak Buu, takut terlambat", teriakku dari luar.
Yuk untuk cerita yang lebih seru ke bab
selanjutnya ➡️ Tiga sekawan
KAMU SEDANG MEMBACA
TACENDA
Teen FictionRanya, seorang gadis yang banyak mimpi, tak sedikit dari mereka mengatakan bahwa Ranya memiliki juang yang keras. Sayang, kisah cinta Ranya tidak banyak yang bisa dibanggakan. Ini perjalanan seorang gadis pada cinta yang kaku dan dingin. Sang pujang...