Hari ini adalah awal masa putih abu-abu ku di mulai.
Mulai dari hari ini aku bertekad untuk giat belajar karena ingin mengejar beasiswa kuliah. Saat masuk hari pertama, kedua, dan ketiga, masih tahap pengenalan sekolah. Saat masuk hari keempat, guru mulai membagi kelas kami menjadi bagian A, B, dan C. Sebelum masuk aku sempat gugup, aku takut akan sekelas lagi dengan Yuan. Aku berharap aku tetap bisa sekelas dengan Arun dan Keela.Saat berkumpul menunggu jam masuk didepan sekolah, ada satu anak perempuan yang terlihat begitu pendiam dan lugu, dia mendekat dan berdiri di sampingku. Kemanapun aku pergi dia mengikutiku.
"Apa dia ingin berteman denganku ya? Atau aku tanya saja?", Bisikku dalam hati sembari diam diam memandanginya.
"Ajeng", Teriak seseorang dari kejauhan memanggil anak lugu di sampingku.
"Oohh namanya Ajeng yaa", aku melihatnya berlari menghampiri temannya.
"Kelihatannya dia anak baik", ucapku sambil tersenyum.
Entah kenapa saat mulai masuk ke Madrasah ini, aku, Keela dan Arun jarang bersama-sama lagi. Mungkin mereka punya teman-teman baru. Sedangkan aku cukup malu untuk berkenalan dengan teman lainnya.
Aku hanya berjalan-jalan mengelilingi sekolah, saat tiba lonceng sekolah berbunyi, semua siswa baru berkumpul di lapangan. Gurupun mulai membagikan bagian kelas.
Dan, yang membuatku sedih adalah, aku harus berpisah dengan Arun dan Keela. Mereka berapa dikelas B bersama Yuan.
Sedangkan aku dikelas A tanpa siapapun teman dekat. Aku sangat malu dan takut. Aku tidak yakin bisa beradaptasi dengan mereka. Aku sangat malu untuk memulai bicara lebih dulu.
Semua murid baru diminta untuk berkumpul dengan teman kelasnya masing-masing. Dengan berat hati aku harus berpisah kelas dengan Keela dan Arun.
"Oohhh, Ajeng di kelas ini juga yaa", Tanpa sengaja aku melihat Ajeng dibarisan.
Seiring berjalannya waktu, aku dan Ajeng mulai berteman dekat. Dia sangat baik dan lemah lembut. Dia selalu menjadi juara kelas. Ajeng adalah anak yang selalu optimis. Dia selalu belajar dengan sungguh-sungguh. Ajeng pun tidak pernah mempunyai pacar ataupun punya perasaan pada lawan jenis. Selama berteman yang kami bincang kan hanyalah hal-hal yang penting.
Namun, saat aku sudah merasa nyaman berteman dengan Ajeng, aku mulai berani bercerita bahwa aku punya perasaan terpendam terhadap Yuan. Dia cukup baik menjadi pendengar ceritaku. Walau dia tidak pernah berpacaran, tapi dia paham dan bisa memberi solusi terbaik.
"Ajeng, gimana ya caranya aku lupain dia? Sedangkan setiap ketemu sama dia, aku selalu gagal move on", aku mengeluh padanya.
"Eemm gimana yaa, aku juga bingung Nya", ujarnya perlahan.
"Nanti aku pengen chat dia, rasanya aku rindu bisa komunikasi setiap malam sama dia", aku menyandarkan kepala ku dibahu Ajeng.
"Iyaa, kamu coba aja nanti", jawab Ajeng.
Saat malam tiba, aku keluar rumah dan duduk di bangku teras. Aku bingung harus mengirim pesan atau tidak. Mendadak jantungku berdegup kencang tak karuan.
"Evening yuan", pesanku padanya.
"Iyaa", balasnya singkat.
"Dasar ya, haruskah sesingkat itu??", Aku kesal dan mengganti nama kontaknya di handphone ku menjadi "ES BATU".
"Lagi apa?", Tanyaku berbasa-basi.
"Ddk", Yuan membalas .
"Balasan macam apa ini?", Teriakku dalam hati.
"Aku rindu", ketikku di handphone tetapi ku hapus kembali, karena aku takut dia akan makin menjauh dariku.
"Aduuhhh aku harus balas apa lagi coba kalau kamu gak balik tanya!!!!", Aku berbicara sendiri.
"Nyaa, kamu kenapa?", Kak Rea heran melihatku.
"Hehehe enggak kak", jawabku malu.
![](https://img.wattpad.com/cover/223648927-288-k277323.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
TACENDA
Teen FictionRanya, seorang gadis yang banyak mimpi, tak sedikit dari mereka mengatakan bahwa Ranya memiliki juang yang keras. Sayang, kisah cinta Ranya tidak banyak yang bisa dibanggakan. Ini perjalanan seorang gadis pada cinta yang kaku dan dingin. Sang pujang...