"Nggak usah tante. Rosa nggak pakai ganti baju. Nanti ngerepotin lagi." Tolak Rosa yang dibalas gelengan Riri. "Nggak papa kalau Rosa pinjam kok! Riri bisa share!"
"Nggak papa. Lo ganti baju dulu aja. Gue tunggu sini sama Mama lo." Rirj cemberut mendengar penolakan itu lalu melangkah menaiki tangga dengan menghentakkan kakinya sebal.
Luna yang melihat kelakuan anak gadisnya hanya bisa menggeleng pelan sebelum atensinya teralih pada gadis di depannya ini. "Kamu teman pertama yang Riri bawa ke sini loh."
{Am I Embarassing? Chapter 11}
"Hah?" Rosa refleks mengeluarkan suaranya mendengar perkataan ibu temannya ini.
Yang benar saja. Mana mungkin selama Riri kecil dia tidak pernah punya teman? Mustahil!
"Tante tahu kamu mungkin nggak percaya sama omongan tante. Tapi Riri memang sedikit pendiam." Ucapan Luna itu dirasa masuk akal oleh Risa. Karena bahkan dengan dua pria yang diketahuinya sebagai kakak kembarnya pun Riri tidak se cerewet padanya.
"Dia friendly kok, Te. Cerewet pula. Nggak pendiam seperti yang Tante bilang." Ujar Rosa membuat senyum kecil muncul di bibir Luna. "Makanya. Tante senang begitu tahu ada yang mau berteman sama Riri. Apalagi waktu kalian mulai dekat. Riri itu ngobrol apapun tentang kamu. Tante maklum sih. Karena emang kamu teman pertama dia diluar teman Kakak atau Adeknya. Jadi dia se-exited itu waktu kalian temenan."
Rosa merasa tersanjung karena pujian Mama temannya di saat pertama mereka bertemu tentang interaksi mereka. Luna lalu mempersilahkan Rosa duduk setelah berpesan kepada pembantunya untuk membawakan minuman serta cemilan ke taman belakang. Dan tak lupa memintanya untuk memberitahukan posisi mereka pada Riri yang masih berganti pakaian.
"Bagaimana dengan Papa kamu? Tante dengar kamu mau punya adik lagi?" Tanya Luna membuka topik baru mengenai keluarga Rosa. Membuat senyuman kecil muncul di bibir Rosa. Ia senang kalau keluarga kaya raya ini masih mengenali dan mengikuti berita terkini tentang rekan rekannya terdahulu.
"Mama baik baik saya, Tan. Untuk adik saya belum tahu akan lahir kapan. Tapi yang jelas ini sudah bulan ke sembilan. Mungkin dua atau tiga minggu dari sekarang Mama akan segera melahirkan. Tapi untuk pastinya Papa dan saya belum ada yang tahu." Paparan Rosa itu cukup jelas untuk tidak ditanyakan lagi. Dan lagi, tutur katanya yang terstruktur membuat senyum puas muncul di bibir Luna.
"Mamamu sangat hebat untuk hamil di usianya yang sudah hampir 45 tahun ini. Tante sampai heran kenapa bisa Papa mu itu malah membuat Mama kamu hamil di usia mereka yang sudah harus pensiun." Luna membalas ucapan gadis muda itu dengan gurauan yang memicu tawa renyah mereka berdua.
"Tante bisa saja. Kalau tante ingin, tante bisa hamil lagi. Lagipula Dua kembar bungsu itu sepertinya sudah cukup umur untuk memiliki adik. Mereka akan jadi kakak yang luar biasa untuk adik adiknya nanti." Gantian Rosa yang kini melontarkan gerakannya yang lagi lagi mengundang tawa renyah dari bibir keduanya.
Luna mengibarkan tangannya dengan anggun setelah menyelesaikan urusan tertawanya. "Kau ini! Sebenarnya kalau Riri bukan perempuan, tante sudah program untuk hamil lagi. Tapi karena Riri perempuan, jadi tidak perlu berusaha untuk punya anak perempuan lagi. Riri saja sudah cukup."
"Kan enak kalau punya banyak anak perempuan. Jadinya tante bisa ada banyak geng di rumah. Lagipula Tante belum setua Mama jadi hamil satu kali lagi akan menjadi sangat wajar untuk Tante. Yah! Anggap saja bonus pensiun.." Luna tertawa kecil mendengarnya. "Tante maunya begitu. Tapi tidak akan ada perempuan lagi yang bisa lahir di keluarga Francesso. Karena untuk generasi mereka ini, Riri dan sepupu perempuannya menjadi dua orang beruntung yang dikelilingi pria Francesso. Dan berusaha menambah adik untuk mereka hanya akan berakhir anak laki laki yang sama. Lagipula dengan mereka yang sudah besar membuat tante dan Ayah Riri bisa jalan jalan tanpa perlu memikirkan mereka." Ujar Luna panjang lebar.
Mereka masih asyik mengobrol sampai Riri datang dengan dua pembantu yang mengekor di belakangnya, tak lupa masing masing membawa nampan di tangan. "Mama!" Serunya senang melihat Mama dan temannya yang nampak akrab. Mereka bertiga melanjutkan mengontrolnya dengan santai sampai sampai hari semakin gelap tanpa mereka sadari.
Rosa yang pertama melihat jam di tangannya pun terkejut begitu waktu sudah menunjukkan pukul 5:43 p.m yang berarti ia sudah mengahbiskan kurang lebih 3 jam di rumah Riri.
Rosa bergegas berpamitan kepada Luna dan Riri lalu berlalu menuju mobilnya untuk segera pulang. Begitupun Luna dan Riri yang kini memasuki mansion mewahnya dan mulai mempersiapkan makan malam yang kali ini hanya akan di makan bersama Alfa dan Verro karena Barra yang kini tengah sibuk untuk meninjau hasil kerja karyawannya di akhir bulan.
Belum lagi Bastian yang sudah resmi lulus dari sekolahnya dan sedang mempersiapkan untuk kuliahnya serta menyicil untuk bekalnya memimpin perusahaan sang Papa.
Sedangkan Gerald dan Gio sedang sibuk dengan turnamen yang akan mereka perjuangkan akhir bulan ini. Jadilah keadaan rumah besar itu hanya diisi empat orang dengan puluhan pembantunya.
{Am I Embarassing? Chapter 11}
"Riri mulai les ya. Kan sebulan lagi kamu mau ujian kenaikan kelas." Suara Barra memecah sarapan pagi yang tadinya hening itu. Riri mengerutkan dahinya mendengar perkataan sang Papa. Sedangkan lainnya menatap wajah Riri yang dipenuhi kebingungan itu. "Kenapa harus les?" Suara Riri terdengar bingung. Walaupun ekspresinya sudah menunjukkan dengan jelas kebingungannya.
"Kan Riri mau ujian. Kalau nggak belajar, nanti nggak naik kelas bagaimana?" Sekarang ganti suara Luna yang terdengar di ruang makan itu. Dan rupanya perkataannya itu cukup mengena di hati Riri. Gadis itu seketika menundukkan kepalanya karena pemikiran tentang dia yang tidak naik kelas nantinya jika tidak les membuatnya takut.
Riri takut membuat Papa dan Mama nya kecewa karena tidak naik kelas. Belum lagi kalau mereka malu nantinya. Riri menarik napasnya dalam dalam karena pemikirannya itu. "Terserah Mama." Jawaban lirih itu akhirnya keluar dari mulut mungilnya. Membuat semua orang bukannya senang malah mengerutkan keningnya mendengar suara gadis yang tidak ada semangatnya sama sekali itu.
"Tidak mau les?" Bastian bertanya dengan nada lembut pada gadis disebelahnya membuat Riri sontak mendongakkan kepalanya menghadap Bastian. "Ma-mau." Balasnya terbata.
"Kalau nggak mau nggak papa kok! Terserah Riri." Luna akhirnya kembali buka suara karena raut wajah Riri yang terlihat sangat menunjukkan keberatan atas ide suaminya.
Riri menolehkan wajahnya menatap wajah sang Mama yang tersenyum menenangkan padanya. "Nanti Mama sama Papa malu kalau Riri nggak naik kelas. Nggak apa apa les kok."
"Eh! Siapa bilang?" Bartra menyahutinya dengan wajah kebingungan. Apa ia menyinggung perasaan putrinya ini? Tapi di bagian mana dari perkataannya yang membuat hati putrinya terluka?
"Mama bilang kalau tidak les tidak naik kelas." Cicit Riri menatap Mamanya. Luna menghela napasnya keras mendengar putrinya yang nampaknya salah paham itu.
"Nggak les nggak apa apa kok. Yang penting Riri mau belajar. Atau mau belajar sama Mama?" Terang Luna sekaligus memberi tawaran pada Riri.
Riri menggeleng mendengarnya. "Nggak apa apa les."
"Mau di tempat Kakak Ge dan Gi atau mau les di rumah saja?" Kini ganti Gerald yang membuka mulutnya menanyakan pertanyaan yang sudah ditunggu sedari tadi.
Mata Riri berbinar mendengar pertanyaan Gerald. "Boleh ikut Kakak?" Tanyanya nyaris menjerut saking antusianya.
Gio mengangguk menjawab pertanyaan adik kembarnya. "Kenapa enggak?"
"Oke. Papa yang akan urus. Sekarang lanjutkan makannya!"
{Am I Embarassing? Chapter 11}
KAMU SEDANG MEMBACA
Am I Embarassing?
Teen Fiction"Kamu ngapain? Kok tiba-tiba peluk aku?" tanya Riri bingung. "Memangnya tidak boleh peluk pacar aku?" tanya pria dewasa itu santai. Namun Riri malah bingung mendengarnya. "Pacar itu apa?" tanyanya polos. "Kamu tidak tahu pacar?" tanya pria itu tidak...