Gerald membalasnya dengan wajah datarnya. "Well, aku hanya memperingatkanmu Gio. Kau tentu tidak ingin kembali ke perusahaan bukan? Tapi mungkin saja aku salah. Mengingat betapa serunya kau bermain di sana sampai membuat perusahaan cabang kita hampir habis. Untung saja hanya hampir. Bukan sudah."
Gio mendengus mendengarnya. Ia memilih untuk mengalihkan pandangannya ke jendela mobil.
{Am I Embarassing? Chapter 13}
"Wow! Riri kira kalau ikut kakak akan bertemu banyak orang!" Seru Riri kecewa karena melihat tempat les kedua kakaknya yang dikiranya akan ramai orang dan teman teman kakaknya. Tapi rupanya hanya mereka bertiga disana. Dengan bodyguard Papanya yang selalu stand by di manapun mereka -atau lebih tepatnya Riri- berada.
Gerald menggeleng mendengar ocehannya. Ia turun terlebih dahulu dari mobil dan mengulurkan tangannya pada adik perempuannya. "Ayo cepat turun!" Titahnya yang langsung dituruti Riri.
Gadis itu berjalan riang dengan Gerald di sisinya. Berbeda dengan Gio yang mendengus sebal. Sebenarnya tempat ini tidak akan se sepi ini kalau saja Riri tidak minta les disini. Hanya karena Riri ingin les disini, sang Papa memastikan tidak ada seorangpun yang mengganggu kenyamanan Riri.
Dan ya. Walaupun ia juga ikut khawatir dengan keselamatan Riri dan kenyamanannya. Tapi tetap saja menurut Gio saat ia mengambil jadwal les tambahan ini adalah waktunya untuk bergaul dengan teman temannya.
Tapi apa dikata. Membantah Papanya sama dengan kerja rodi. Dan disini Gio tidak se keras kepala Bastian dan Gerald. Dan hal itu membuatnya hanya bisa mengikuti kemauan sang Papa meskipun ia sedikit tidak suka.
"Cepatlah Gio!" Teriak Gerald karena jarak antara mereka berdua memang sudah lumayan jauh.
"Tunggu aku!" Balas Gio lalu melajukan langkahnya setengah berlari menghampiri keduanya.
{Am I Embarassing? Chapter 13}
"RIRI PULANG!" Seru Riri penuh semangat. Membuat Luna yang tengah bersantai bersama Barra di ruang tamu langsung melongokkan kepalanya. Dilihatnya anak gadisnya tengah berjalan dengan riang memasuki ruang tamu. Disusul dengan kedua saudaranya yang membuntuti Riri dengan raut wajah yang sangat berbeda.
"Wah! Akhirnya kalian pulang!" Ucap Luna yang langsung diberi terjangan pelukan kuat oleh Riri.
"Mama! Riri rindu!" Seru Riri yang membuat Luna terkekeh senang saat putrinya bersikap manja kepadanya. Padahal dia sendiri yang bersikeras meminta untuk ikut les bersama kedua kakaknya. Tapi kini dia sendiri yang menggerutu kepadanya.
"Riri kira akan ramai di tempat les kakak! Tapi ternyata malah sepi sekali. Padahal Riri ingin punya teman, Mama." Curhat Riri yang dibalas kekehan kecil Luna.
"Lalu, Riri inginnya bagaimana? Mau lanjut ikut kakak les?" Tanya Luna yang membuat Riri melepaskan pelukan mereka dan menyenderkan kepalanya di sofa.
"Riri pusing Mama. Riri tidak paham dengan yang dijelaskan tadi!" Gerutu Riri dengan wajah cemberutnya yang membuat Barra yang sejak tadi diam dan memperhatikan interaksi istri dan anak gadisnya malah gemas dibuatnya. Dengan jahil ia menciumi pipi tembam Riri yang membuat wajah cemberut itu beralih penuh tawa. "Papa!" Jerit Riri kegelian.
Barra menghentikan kejahilannya dan menatap Riri gemas. Riri menatap sengit sang Papa yang lagi lagi terkekeh melihat tatapan permusuhannya. "Kan kamu sendiri yang mau ikut Kak Ge dan Kak Gio untuk les. Sekarang kamu sendiri yang laporan kalau nggak paham. Gimana sih?"
Riri semakin merajuk dengan ledekan Barra itu. "Mama! Papa itu!" Rengek Riri sambil memeluk Luna erat.
"Udah ah Mas. Jangan ledekin anaknya terus. Nanti dia nangis kamu juga yang bingung mau sogok apa." "MAMA!" Seruan tidak terima dari Riri menimbulkan kekehan ringan dari bibir kedua orang tuanya.
Gadis itu melepaskan pelukan sang Mama dan berjalan dengan menghentikan kakinya tanda merajuk. Jangan lupakan wajah cemberutnya yang tidak lepas dari pandangan Luna.
Tapi sebenarnya Luna juga sedikit khawatir. Walau ini semua adalah rekayasa sang suami, tapi tetap saja. Riri butuh bergaul dan berteman. Ia sadar itu. Hanya saja kedudukan Riri yang merupakan satu satunya wanita malah mempersulitnya dan membatasi ruang geraknya.
Luna pastinya juga merasakan kekhawatiran yang suaminya rasakan. Dia tentu lebih peka dari suaminya. Apalagi ia dan Riri pernah berbagi tubuh beberapa waktu dan karena tuntutan pekerjaannya, otomatis waktu yang dimiliki Barra dengan Riri sangatlah terbatas.
{Am I Embarrassing? Chapter 13}
Luna duduk di ranjang nya dengan wajah suramnya. Membuat Barra yang baru saja keluar dari walk in closetnya mengernyit bingung dengan ekspresi suram yang muncul di wajah istrinya itu.
Langkah lebarnya membawanya sampai di sebelah Luna. Yang bahkan sepertinya tanpa disadari wanita itu karena tidak adanya respon yang ditunjukkan atas kehadiran Barra yang membuatnya yakin bahwa saat ini Luna tengah melamun sambil memikirkan suatu atau banyak hal yang menyita atensinya.
"Kenapa, hmm?" Tanyanya sembari merengkuh tubuh istrinya yang selalu pas di dekapannya. Luna tersentak kecil begitu tubuhnya dipeluk seseorang yang dari wanginya saja sudah ia kenali.
"Mas! Kamu sudah selesai mandi?" Tanya Luna gugup dan berusaha melepaskan pelukan Barra.
"Kamu mikirin apa? Kenapa harus sampai melamun seperti itu?" Pertanyaan Barra membuat tubuh Luna menegang sejenak sebelum kembali rileks dan masih berusaha melepaskan pelukan Barra. Tentunya pria itu menyadari gerak gerik sang istri dan mengeratkan pelukannya.
"Aku nggak kenal kamu sehari dua hari, Luna. Kita sudah puluhan tahun bersama. Bahkan dengan anak anak kita. Apa masih ada hal yang membuatmu sampai tidak mau terbuka denganku?" Ucapan Barra itu mengena tepat di jantung Luna dan menyadarkannya.
Wanita itu menghela napasnya dalam dalam yang mengundang kernyitan alis Barra. Kenapa sepertinya wanita itu selalu memperlihatkan beratnya beban yang ada di pikirannya, batin Barra.
"Apa, tidak seharusnya kita membiarkan Riri tumbuh sebagaimana kakaknya dan remaja seusianya, Mas? Aku merasa kita terlalu membatasi dunia Riri supaya hanya berpusat kepada kita." Pernyataan Luna itu menimbulkan kernyitan dalam di dahi Barra.
"Kenapa memangnya? Tidak ada yang salah dengan hal itu. Memangnya salah apabila seorang anak dekat dengan keluarganya walaupun ia sudah remaja sekalipun? Atau salahkah kalau keluarganya tetap ingin melindungi anggota keluarga yang lain?"
Mendapat serangan balik dari Barra membuat Luna menggeleng. "Bukan seperti itu. Kita bisa mengurangi kebiasaan kita yang membatasi Riri dengan dunia luar, Mas. Walaupun ia tidak menunjukkan keberatannya selama ini, hati siapa yang tahu. Apalagi Riri adalah anak yang mudah kepikiran dengan hal hal yang mengganggunya."
Barra menggeleng menanggapi omongan panjang Luna. "Sepertinya kau butuh tidur lebih awal, Luna." Ujar Barra lalu melepaskan pelukannya dan merebahkan dirinya diatas ranjang mereka.
Luna yang mendapat respon demikian hanya menghela napasnya. Ia sudah menduga respon yang akan diberikan sang suami tidak akan positif.
{Am I Embarrassing? Chapter 13}
HARI INI DOUBLE UPDATE. JADI TUNGGU YA PART SELANJUTNYA. JANGAN LUPA VOTE DAN COMMENT. LUV UU. HAPPY LATE NEW YEAR SEMWAA🥰
KAMU SEDANG MEMBACA
Am I Embarassing?
Teen Fiction"Kamu ngapain? Kok tiba-tiba peluk aku?" tanya Riri bingung. "Memangnya tidak boleh peluk pacar aku?" tanya pria dewasa itu santai. Namun Riri malah bingung mendengarnya. "Pacar itu apa?" tanyanya polos. "Kamu tidak tahu pacar?" tanya pria itu tidak...