2. Tentang Umara

158 76 43
                                    

"Bangun nak."

Kucing itu gelisah dalam tidurnya. Suara merdu itu memasuki indera pendengarannya, lantunan yang menjadi sarana pelepas antara dunia mimpi dengan dunia nyata.

Kucing itu melihat seorang wanita lanjut usia sedang mengelus pucuk rambut gadis -yang menolongnya pagi tadi. Sambil terus bergumam membangunkan gadis itu.

Kucing yang baru saja memiliki nama Ucul hanya berdiam diri, tidak mampu berbuat apa-apa. Dirinya merasa, bila ia tak ada sangkut pautnya dengan kehidupan gadis itu. Tapi bukan Ucul namanya, kalau tidak memiliki daya tarik.

"Meong" ucapnya sambil mencoba berpisah dari jangkauan pelukan Rahmat. Ternyata mereka tidur dalam satu ruangan, gadis itu memeluk kedua adiknya, dan dirinya yang dipeluk Rahmat.

'Dasar pria playboy! Tau aja bila Ucul masih jomblo, eh sudah main peluk aja!'

Ucul berlari ke pangkuan wanita lanjut usia itu. Meminta belas kasih atas putranya yang memuluk dirinya tanpa ijin!

Memangnya aku kucing apaan main peluk-peluk!

Gini-gini aku menjunjung tinggi nilai Islam termasuk Ikhtilad!

Dasar pria kurang kasih sayang!

Ucul menelusuk, mencoba merayu wanita lanjut usia itu. Ucul yakin, wanita yang sedang membalas kasih sayangnya adalah ibu dari gadis yang menolongnya, pria yang memeluk seenak udelnya, dan jangan lupakan pria posesive terhadap adiknya, serta si gadis kecil manis dengan kedua pipi merah bakpaunya.

Ucul pun merona. Dia iri melihat gadis kecil itu yang memiliki semburat merah, Ucul pun mau juga!

"Siapa yang membawa kamu kemari?" tanya wanita itu. Ucul mengadahkan kepalanya ke atas, menelisik wanita lanjut usia ini. Duh, Ucul sepertinya harus tau nama wanita dihadapannya kini, kan tidak sopan bila memanggil dengan sebutan wanita lanjut usia.

Haruskah menyapa dengan sebutan mama Umara? Enak sekali gadis itu, Ucul tidak Ridha!

Atau Mama Rahmat? Ah tidak-tidak, pria playboy itu tak pantas disandang!

Mama Teguh? Itu lagi, pria posesive itu sudah menjengkelkan sejak awal!

Mama Sakina? Ini cocok, setidaknya pantas yaitu mempertemukan wanita lanjut usia ini -memiliki wajah yang manis dan semburat merah dikedua pipinya, seperti Khansa Khumaira.

Lalu, Ucul melihat gadis bernama Umara itu. 'Gadis ini sebenarnya anak siapa? Kenapa tidak ada rona merah di kedua pipinya? Masa' iya harus berpeluh panas dulu baru keliatan.'

'Manusia memang unik.' ucap kucing itu sambil mengangguk-angguk.

"Kamu datangnya darimana?"

Ucul pun menghentikan pikirannya yang mulai berkelana jauh. Ia kembali mengamati mamanya Sakina, sangat cantik, eh manis.

'Apa bedanya cantik dan manis? Bukankah sama, bila keduanya enak dipandang?' tanya Ucul kembali, namun dengan cepat ia menggeleng. Mencoba menghalau pergi pertanyaan yang tak pantas memiliki jawaban, menurutnya.

"Meong." 'Gadis yang tidak kyut itu yang membawaku mama Sakina!'

Mama Sakina terkekeh pelan, "Sangat lucu, nama kamu Ucul ya. Tingkah kamu ini amat menggemaskan."

Ucul bersorak dengan mencoba menarik kerudung hitam yang dikenakan mama Sakina, dan mulai menyombongkan diri, 'Tentu saja! Bahkan Teguh mengatakan aku Ucul. Pesonaku memang memikat.'

Namun saat Ucul ingin mengatakan kembali, ia tersadarkan. Ia lupa kenapa dirinya berada disini, tidak seharusnya Ucul merasa sombong.

Astaghfirullah, Astaghfirullah, Astaghfirullah.

Ucul and FriendsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang