AWAN : Haiku

94 17 19
                                    

"Sekali jatuh.

Dua kali patah.

Sekian kali hancur.

Tetap rupa bernama harap masih menyisa, merangkak agar jadi pasti."



N A Y L A

"Lo bener gak perlu gue bantu?" Terhitung hampir sepuluh kali Ashita bertanya pertanyaan yang sama waktu gue bilang mau pindahan hari ini.

"Gaak, kan udah pake jasa pindahan lagian nanti Rahma juga nemenin kok

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Gaak, kan udah pake jasa pindahan lagian nanti Rahma juga nemenin kok. Kalo lo ikut mau bantu apaan lagi coba?" Gue merogoh kunci mobil di dalam tas sambil berusaha fokus pake sepatu. "Lo dateng agak maleman aja, temenin gue nginep kalo bisa malah."

"Kan lo tau gue gak bisa nginep-nginep gitu, Nay..." Ashita menghela napas cukup panjang. "Mau gue telpon Thala gak? Biar nemenin lo berdua."

Gue menggeleng sekalipun tau lawan bicara di ujung telepon gak akan melihat. "Enggak usah, gue males kalo Thala nemenin. Bikin repot haha."

"Yee, jahat lo haha!"

Ah, akhirnya selesai juga. Gue bergegas bangun dan membuka gerbang. Semakin cepat pergi dari rumah, semakin cepat gue bisa menghirup napas lega.

"Sih," ucap gue sambil menatap rumah yang sudah gue tinggali selama hampir 24 tahun. "Akhirnya gue bisa keluar dari sini dan punya rumah sendiri, kaya ucapan lo dulu pas kita masih maba."

"Seneng gak lo?" Ashita pasti juga tersenyum dan merasa senang. "Setelah susah payah berusaha lima tahun, lo bisa wujudin rumah impian lo sendiri."

Iya, lima tahun. Dari kuliah sampai gue udah kerja jadi model malang melintang run away dan panggung pageant. Impian kecil gue bisa terwujud.

"Seneng," jawab gue. "Seneng banget."

"Gue harap, setelah ini gak ada lagi Nayla yang nelpon jam tiga pagi sampe subuh ya? Temen lo udah cukup tersiksa sama bos laknat di kantor soalnya."

Gue tertawa. "Mau terus telepon ah, biar lo makin kesiksa."

"Najis, temen macam apa lo? Mana ada temen yang nyiksa temennya sendiri?"

"Ada, nih gue." Gue menengok saat Kala—adik gue menghampiri. "Sih, udah dulu ya? Gue udah mau jalan, nanti sampe sana gue telpon lagi."

"Iyee, santuy. Hati-hati, lo sama Kala 'kan?"

"Iyaaa."

"Yaudah, gue tutup. Assalamualaikum."

"Waalaikumsalam." Kala muncul tepat waktu panggilan gue dan Ashita berakhir.

"Pacar ya, Kak?" ceplos Kala asal. "Yang namanya kaya burung itu 'kan? Yang gede tinggi, kuncennya Jayendra. Atau Bang Duka? Eh jangan ding, ceweknya selebrgam entar kakak dibully di sosmed."

S E N A N D I K A | ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang