“I’m so bad But always with the same face You wait for me Now I finally know Just like your love That loves me Just the way I am Just the way you are I’ll hold you I’ll accept you I’ll try
When things are hard You can lean on me and rest I wanna be on your side all your life And understand you.”
- Day6 : I'll Try
S A G A
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Jujur, gua jarang banget lihat Ody nangis.
Itu cewek kalo lagi galau banget aja lampiasinnya ke Time Zone atau Fun World. Menurut Ody, setidaknya bisa berfaedah nanti kan abis main dapet hadiah gitu.
Terhitung kurang dari sepuluh kali Ody nangis di depan gua.
Pertama, waktu dia bantuin Aci surprise-in Zevannya Nadira—mantannya Adimas—yang berujung ketauannya skandal dia sama Paduka. Kedua, waktu ayahnya operasi katup jantung. Ketiga, waktu abangnya Aci meninggal. Keempat, waktu Dean mutusin dia. Kelima, waktu Kak Lian nikah. Keenam, waktu gua bawa piala kemenangan pertama sebagai anggota timnas.
Dan terakhir, semalam. Waktu Ody berusaha menyelesaikan masalah rumit antara dia dan Dean.
Rasanya kaya kena sepak depan muka begitu lihat gimana sedih dan sakitnya Ody di pinggir jalan semalam. Dia hampir keserempet sedan kalo aja gak gua tarik.
“Ga.”
Gua yang lagi sibuk bikin sarapan buat Ody—ah, gua ngajak Ody balik ke apartemennya semalam—langsung berbalik. Ada Ody di sana, dia pake jaket baseball punya gua waktu SMA.
“Lo lagi apa?” tanyanya dengan ekspresi clueless suaranya juga serak. “Susu? Roti? Lo bikinin gue sarapan???”
“Iya, kok lo kaya kaget gitu sih—Ah, paham-paham. Cowok seganteng gua emang gak cocok di dapur,” gua langsung paham.
“Jariji (Geli).” Ody kemudian menuju meja makan dan menarik satu kursi ke dekat gua. “Bikin omelet juga dong.”
“Lo mau omelet?”
“Enggak, buat lo.” Ody menyodorkan ponselnya ke depan muka gua banget. Jadwal makan harian gua yang ditata sedemikian rupa oleh pelatih. Sialan pisan. “Jangan coba-coba icip susu madu punya gue ya kalo gak mau kena sebor bola sama pelatih lo.”
Gua cemberut tapi gemes juga. Ternyata dia perhatian sama gua, kirain enggak hehe.
“Dy.”
“Hm?”
“Terus sekarang lo mau gimana selanjutnya? Tetep kerja sama Ditto atau oper ke temen lo yang lain?” tanya gua santai.
Sebenarnya topik yang gua tanyakan topik serius, tapi belajar dari Paduka yang selalu santai tiap ladenin Divya dalam segala situasi jadi gua ikutan.