"Tadi Ayah juga udah hubungin kakak kamu, tapi katanya dia nggak bisa jemput kamu."
Hari ini Pak Umar tidak bisa mengantar Putri pulang, karena siang ini dia harus mengantar anak-anak eskul Rohis untuk mengikuti lomba di suatu tempat. Pak Umar tidak bisa membiarkan anak didik eskul Rohis-nya terpisah karena datang secara sendiri-sendiri. Ia tidak ingin terjadi hal yang tak diinginkan pada anak didiknya. Jadi, Pak Umar selaku pembina Rohis-lah yang akan mengantarnya.
Putri menghela nafas panjang. "Oke nggak apa-apa kok, Yah. Aku nanti pulang naik angkot aja, deh."
Umar dengan segera menggeleng tegas. "Jangan naik angkot! Bahaya itu. Ayah nggak mau terjadi uang enggak-enggak. Kamu ada temen yang bawa motor? Yang searah dengan rumah? Minta tolong sama dia.
Entah kenapa ketika ayahnya mengatakan itu, ia teringat Azzam. "Mmm ... Ada sih, Yah."
"Nah kamu panggil dia, Ayah aja yang ngomong sama dia."
"Tapi, cowok."
Ekspresi wajah Umar berubah derastis. "Nggak ada yang cewek?" tanyanya.
Putri menggeleng. Putri tidak sedang berbohong. Serius, tidak ada teman cewek nya yang membawa motor. Ya, memang ada beberapa teman cewek nya yang membawa motor tapi beda arah.
Umar menimang-nimang sebentar. Lalu ia mengangguk setuju. "Coba panggil dia. Ayah mau ngomong sama dia."
Putri mengangguk. Baru saja ia akan menjenguk Azzam, orangnya tiba-tiba saja sudah ada di sampingnya.
Ya, Azzam tadinya ingin pergi ke kantin, namun tanpa sengaja ia melihat Putri di koridor. Jadi dia berniat menghampirinya.
"Eh ada Ayah Mer-" Azzam langsung membekap mulutnya. Hampir saja dia menyapa Pak Umar dengan panggilan 'Ayah Mertua'. Azzam merutuki dirinya sendiri.
Umat menautkan alis. "Ayah?"
Azzam gelagapan. Ia menggaruk tengkuk nya yang sebenarnya tidak gatal. "Eng- anu Ayahnya Putri maksudnya." Azzam tersenyum canggung dengan jempolnya menunjuk Putri.
''Oh, kalau di sekolah, panggil 'Pak Umar' aja, kalau di luaran sekolah, terserah kamu mau panggil apa." kata Umar.
Azzam mengangguk.
"Oh iya, Yah. Ini orangnya." Putri menunjuk Azzam.
"Hah?" Azzam mengerutkan dahi bingung. Kalimat ambigu dari Putri berhasil membuatnya gelagapan. Dia berusaha memberi putri kode bertanya kepada Putri. Namun Putri tidak mengerti dikodei.
"Oh ini orangnya?" tanya Umar memastikan.
Wah ada apa ini? Azzam benar-benar dilanda kebingungan saat ini. Apa Putri sudah berkata jujur tentang hubungan mereka? Ya, itu bagus sebenarnya, namun ia tidak yakin Pak Umar akan senang mendengar itu.
"Yaudah, Put, kamu balik ke kelas, gih. Ayah mau ngomong sama---" Umar melirik nametag Azzam. "Sama si Azzam sebentar."
Putri mengangguk, ia mengucapkan salam. Setelah mereka menjawabnya, Putri lalu melenggang pergi dari sana.
Sekarang, hanya ada Umar dan Azzam yang bingung disini. "Jadi, A-ada apa ... Ya, Pak?" Azzam tersenyum canggung.
"Oh, enggak, Bapak cuman mau minta tolong sama kamu."
Nafas Azzam tercekat. Oh tidak. Firasat Azzam benar. Ia akan dimintai tolong untuk menjauhi Putri atau yang lebih parah lagi ia akan disuruh memutuskan hubungan mereka. "T-tolong apa, ya, Pak?" tanya Azzam memastikan.
"Kamu mau nganterin anak saya pulang ke rumah?"
Azzam terbelalak kaget. Tentu saja dia mau. Apa itu artinya firasat nya salah? Ah, tentu saja. "Boleh," kata Azzam antusias.
KAMU SEDANG MEMBACA
I Love You, Princess!
Novela Juvenil"Mana ada Princess yang pipinya kayak bakpao?" Azzam dan Putri harus merahasiakan hubungan mereka berdua kepada semua teman temannya tak terkecuali para guru dan orang tua mereka.. Terkhususnya ayah Putri. Hubungan yang awalnya manis dipenuhi canda...