"MasyaAllah. Assalamualaikum, Bu Ustadz.."
"Eh?" Sahna tersenyum merona mendengar panggilan dari ibu hajah yang melewatinya.
"Iya, waalaikumsalam ibu."
"Jalan-jalan ya, loh Bu Ustadz sendiri, Pak Ustadz kemana bu?" Sahna terkekeh pelan. Lucu mendengar panggilan baru itu, padahal belum ada lima tahun dia menjadi istri Fakri, sudah di sah kan saja Bu Ustadz nya.
"Ada dirumah bu, lagi bantuin abah. Ini juga cuman jalan-jalan buat gerakin badan supaya persalinannya nanti ngga susah, lancar."
"Amiinn. Bentar lagi nih, persiapan takut-takut jadwalnya melenceng bu."
"Alhamdulillah ayahnya udah siapin semuanya bu, tinggal menunggu adeknya aja yang keluar." senyum Sahna menghangat saat ibu hajah yang mengusap perutnya.
Tinggal satu bulan lagi Sahna akan melahirkan, dengan keinginan Saida dan Bakri yang menyuruh Fakri dan menantu mereka itu tinggal sementara dikampung, nanti saat dua minggu mendekati persalinan Sahna akan tinggal dirumah Indah mengambil jarak dekat ke rumah sakit. Sekarang Sahna pun sedang menikmati jalan-jalan sorenya dikampung Seri, menghirup udara dingin maklum saja karena kampung itu dekat dengan pegunungan jadi terasa banget nuansa alamnya.
"Sahna, ibu kayaknya harus cepetan pulang nih, sampai lupa pasti suami ibu menunggu gado-gadonya. Ngga papa ya ibu tinggal,"
"Iya-iya ibu hajah. Ngga papa kok, lagian ini Sahna ngga jauh-jauh jalannya paling muter-muter disekitar sini terus balik kerumah lagi."
"Oh ya sudah hati-hati ya. Kalau ada apa-apa teriak aja, semua warga pasti denger kok." ucap ibu hajah yang kemudian berucap salam dan berlalu.
Sahna membalas salam ibu hajah dan juga terima kasih. Sahna tersenyum lebar menghirup aroma gado-gado ditangannya. Iya, dikasih ibu hajah yang peka karena Sahna menatap terus pada kantong kresek ditangannya.
Sahna berjalan riang sambil bernyanyi nyanyi, mengusap perutnya yang besar.
"Abang." Sahna mengambil tangan Fakri lalu mencium punggungnya lembut. Kemudian perempuan itu bergerak masuk kedalam rumah menghampiri Saida dan Bakri lalu melakukan hal yang sama.
"Kamu bawa apa, Sahna?" tanya Fakri menatap bungkusan ditangan istrinya itu.
"Ini? Ini gado-gado bang."
"Dikasih siapa?" Fakri duduk disamping Sahna, menatap wajah istrinya itu yang berkeringat. Fakri menghela nafasnya lantas mengambil tisu dan mengelap wajah Sahna. Mau pakai tangan biar romantis, tapi tangannya Fakri lagi kotor. Nanti istrinya itu malah ngambek. Tahu saja semenjak hamil tua, Sahna anti dengan kotoran, entah kenapa mungkin saja bawaan bayinya.
"Ibu hajah."
Saida dan Bakri tertawa kecil dengan kembali melanjutkan aktivitas mereka tanpa mau mengganggu Fakri dan Sahna. Toh sudah sah. Mau ngapain aja boleh lah. Hihihi.
"Bilang makasih ngga sama ibu hajah." ucap Fakri sembari membuka bungkusan nya setelah meletakkan kedalam piring entah kapan laki-laki itu mengambilnya.
"Bilang kok." angguk Sahna, menerima suapan nasi lontong dari Fakri.
"Abang mau?" tanya Sahna menatap wajah Fakri.
"Ngga. Kamu makan aja, makan yang banyak biar sehat." Fakri mengusap lembut sambal kacang dibibir Sahna.
"Abang."
"Iya?"
"Tadi malam kalau ngga salah jam 10, Sahna bangun abang kenapa ngga ada dikamar?" tanya Sahna kemudian meneguk air putih.
"Suaminya Nenek Mar meninggal tepat tadi malam jam 9. Aku sama abah pergi kerumah beliau untuk membantu proses memandikan, menyalatkan, dan memakamkan jenazah kakek Her malam itu juga. Maaf ya ngga pamit sama kamu." Sahna tersenyum menganggukkan kepalanya.
"Innalillahi wainnaillahi roji'un. Semoga beliau diterima disisi Allah swt. amiinn."
"Amiinn."
Sahna dan Fakri sedang berbaring diranjang, Sahna menggenggam tangan Fakri yang tengah dengan lembut mengusap-usap perutnya.
"Abang. Kalau orang udah meninggal bisa hidup lagi ngga?" Sahna mendongak mengerjapkan matanya.
"Kamu ngga tahu atau pura-pura ngga tau? Hm." Sahna terkekeh kalau Fakri mencubit gemas pipinya.
"Sahna tau bang, tapi abang jawab aja biar pembaca UK pada tahu juga."
"Iya-iya. Jadi gini, orang yang sudah meninggal itu ngga bisa hidup lagi, kecuali atas izin Allah swt. atau bisa dibilang mati suri. Dan yang terpenting kita jangan takut sama orang yang udah meninggal karena seperti dalam surat Al-Imran ayat 185, menyebutkan bahwa tiap-tiap yang berjiwa pasti akan merasakan kematian. Hanya saja banyak dari kita yang lalai dalam mempersiapkan diri untuk menghadapi kematian." jelas Fakri. Sahna menatap kagum pada laki-laki yang saat ini memeluknya dengan erat, telapak tangannya pun masih mengusap perut Sahna.
"MasyaAllah suami Sahna. Sahna semakin cinta sama abang."
"Iya. Asal jangan melebihi cinta Sahna pada Allah swt. Nanti Allah cemburu dan mengurangi rasa cinta Sahna pada aku."
"Siap Pak Ustadz."
"Iya Bu Ustadz."
BERSAMBUNG
...
KAMU SEDANG MEMBACA
Ustadz Kembar (SELESAI)
Ficción General" Cover by @RahmatunNufus3 " Diantara sebuah tirai kita terpisah antara laki-laki dan perempuan. Hukumnya haram saat sentuhnya menghalalkan segala cara agar memalingkan wajah menatap sinarnya yang cantik. Menghitbah diantara shalat tahajud sepertiga...