Fakri tersenyum melihat anak laki-lakinya yang tengah berbicara pada ibu-ibu dengan satu anak kecil perempuan disampingnya.
"Terima kasih ya dek, udah bantuin anak ibu. Ibu benar-benar khilaf meninggalkan dia tadi."
"Tidak apa-apa kok ibu, saya ikhlas membantu. Saya Afis bu." Fakri menghampiri anaknya, Muhammad Afis Thohir.
"Afis."
"Eh, ayah. Ayah, tadi adek ini jatuh kakinya sakit dia bilang. Terus Afis bantu gendong ke ibunya."
"Wah pinter anak ayah."
"Iya Pak Ustadz, Afis ini pinter dan cerdas anaknya. Afis ini anak ibu namanya Muna. Sayang kenalan sama kakaknya." gadis yang berada disamping ibunya itu lalu melihat Afis yang tersenyum lebar memamerkan giginya.
"Muna."
"Afis."
"Terima kasih kak, udah gendong Muna tadi."
"Hehe, sama-sama." Fakri tertawa mengusap kepala Afis yang berbalut peci putih.
"Pak Ustadz, Afis. Kalau begitu ibu sama Muna mau pulang dulu ya, terima kasih sekali lagi. Assalamualaikum."
"Waalaikumsalam. Sama-sama ibu, dadah Muna."
"Dadah Afis."
"Ayah. Nanti main bola yuk.." Afis menggandeng lengan Fakri berjalan pelan menuju rumah mereka.
"Iya Afis."
"Yeay. Afis udah belajar banyak dari Om Fikri, pasti Afis bisa ngalahin ayah." Fakri terkekeh mengusap-usap kepala Afis.
"Mama!" Sahna tersenyum lebar merentangkan kedua tangannya dan langsung Afis menghambur kedalam pelukannya.
"Ma, Afis laper banget."
"Aduh jagoan mama laper ya. Ayo kita makan, mama udah masakin ayam bakar kesukaan Afis."
"Beneran ma?"
"Iya sayang."
"Yeayy!"
"Yah ayo yah kita makan baru kita main bola." Sahna menggeleng-gelengkan kepalanya tersenyum melihat Fakri yang ditarik oleh Afis masuk kedalam rumah.
Afis merebahkan punggungnya pada kursi makan khusus untuknya. Fakri dan Sahna tersenyum geli. Fakri lalu mengusap sudut bibir Afis membersihkan sisa saus disana.
"Bilang apa sayang...?"
"Alhamdulillah. Afis kenyang yah, sekarang udah punya tenaga main bola sama ayah."
"Semangat ya sayang. Kalahin ayahnya, yang menang mama kasih hadiah."
"Wah. Afis tambah semangat nih, yah ayo yah. Eh Afis ambil bolanya dulu yah." anak laki-laki itu berlari menuju kamar bermainnya. Lalu keluar sudah dengan memakai topi dan membawa bola ditangannya.
"Anak ayah. Mau main atau jadi wasit nih,"
"Panas ayah. Nanti kulit Afis terbakar."
Fakri memandang Sahna dengan tersenyum. Fakri lalu berjalan menghampiri Afis, memperbaiki topi dikepala anaknya itu.
"Cium ayah dulu.." tunjuk Fakri pada pipinya.
Cup
Afis tersenyum lebar lalu berlari kecil keluar rumah.
"Abang." Fakri menundukkan kepalanya mengusap kepala istrinya. Sahna mengerucutkan bibirnya, menatap lekat pada Fakri.
"Apa istriku?"
"Mau juga dong."
"Mau apa?"
"Kayak Afis... dicium."
"Nggak ah, mama bau keringat. Ayah mau main boleh dulu, doain ayah menang biar dapat hadiah hm." Sahna berdecak memalingkan wajahnya sambil menggerutu.
Cup
"Spesial buat mama, ayah cium dibibir."
Sahna menundukkan kepalanya malu-malu. Lalu memukul bahu Fakri tersenyum merona. Fakri tersenyum geli menggelengkan kepalanya. Ia sangat mencintai dan menyayangi istri serta anaknya. Karena Allah swt.
Alhamdulillah. Udah selesai selesainya😁. Jangan lupa vote dan komennya ya, Author pamit undur diri asekk😊.
Gimana pendapat kalian sama cerita Ustadz Kembar ini?
Asik?
Seru?
Aneh?
Ribet?
Kasih jawabannya ya.
😉😉😉.
Dadah. Sampai ketemu di cerita Author yang lain ya😇.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ustadz Kembar (SELESAI)
General Fiction" Cover by @RahmatunNufus3 " Diantara sebuah tirai kita terpisah antara laki-laki dan perempuan. Hukumnya haram saat sentuhnya menghalalkan segala cara agar memalingkan wajah menatap sinarnya yang cantik. Menghitbah diantara shalat tahajud sepertiga...