Fakri memarkirkan motornya di basement tempatnya berkerja khusus parkiran tingkat senior, Alhamdulillah setelah menikah dan menetap di kota Fakri diberi kepercayaan oleh Khairul membantu menjalankan perusahaannya walau Fakri hanya sebatas manajer tapi syukur atas rezekinya yang penting ia bisa memberi makan dan nafkah untuk Sahna.
Fakri mengambil tasnya lalu berjalan menuju lift menuju keruangannya. Disepanjang jalan Fakri tersenyum ramah pada siapa saja yang menyapanya selain Fakri dikenal sangat sopan dan baik oleh semua karyawan ia juga tidak pandang kalau bergaul. Fakri masih mengabulkan jadwal ceramah dimasjid tapi tidak sesering dulu, hanya Kadang-kadang kalau ia mempunyai banyak waktu kosong atau lagi libur kantor.
"Pak Fakri." Fakri menoleh pada Gisel, ketua manajemen keuangan. Fakri sudah mengetahui bahwa perempuan itu menyimpan rasa padanya, tapi Fakri berusaha tetap sopan dengan menolak halus, dan tentu berhati-hati apalagi Gisel pernah sekali menyentuh tangannya. Dan itu sangat membuat Fakri kecewa pada dirinya sendiri, hingga ia menangis saat berwudhu membasuh lengannya, menghilangkan jejak haram pada kulitnya yang disentuh oleh perempuan bukan mahramnya selain Sahna istrinya.
"Ada apa Sel?" tanyanya seperti biasa, suara Fakri yang memang dari sananya lembut.
"Oh, saya mau ngajak Pak Fakri makan siang sama-sama." Fakri mengernyitkan dahinya.
"Maaf Gisel. Saya tidak bisa, maaf sekali."
"Yaahh, tapi kalau besok pak, gimana? Bisa kan?" Fakri tersenyum tipis, lalu menggelengkan kepalanya.
"Saya tidak bisa. Saya permisi dulu." Gisel berdecak, dengan wajah kesal ia kembali ke ruangannya memikirkan lagi cara apa yang bisa membuat Fakri mau luluh dengannya. Gisel tau bahkan sangat tau kalau Fakri itu sudah menikah tapi, emang dasarnya egois Gisel lebih mementingkan rasa sukanya daripada hati sesama perempuan jika Sahna tahu bahwa suaminya ada yang menyukai dikantor.
Fakri duduk dikursi, mengusap wajahnya sembari beristighfar. Ia harus bisa menahan diri untuk tidak berlaku kasar pada perempuan, karena itu sama saja menyakiti mamaknya dan istrinya. Tapi kalau dibiarkan begitu saja maka semakin lama kelakuan Gisel akan semakin agresif, Fakri tidak mau rumah tangganya sampai hancur hanya karena orang ketiga, yang sama sekali tidak ia inginkan.
Fakri mungkin harus bicara tegas dengan Gisel.
"Gisel." Gisel tersenyum senang melihat Fakri yang berdiri didepannya.
"Pak Fakri. Ayo duduk dulu pak,"
"Tidak, saya berdiri saja. Saya hanya sebentar, ada yang mau saya bicarakan."
"Ada apa pak? Pak Fakri jadi menemani saya makan siang?" Fakri mengernyit menggelengkan kepalanya.
"Tidak Gisel. Saya mau bilang sama kamu, jangan ganggu saya lagi, jauhi saya, kalau kamu masih tetap mengejar-ngejar saya, saya pastikan hidup kamu ngga akan tenang." setelah berucap demikian Fakri lalu beranjak pergi.
Grep
"Ngga pak. Saya berhak berjuang pak."
"Gisel, lepaskan tangan saya." geram Fakri.
"Pak, saya rela menjadi istri kedua atau istri siri pak Fakri."
"Kamu gila Gisel! Sampai kapanpun hanya Sahna istri saya. Kamu sudah kelewat batas. Kamu berjuang salah, kamu salah memperjuangkan laki-laki yang sudah beristri, harga diri kamu sebagai perempuan tidak ada artinya, kamu sama saja seperti pelacur diluar sana."
Gisel terdiam kaku. Suara tegas dan marah Fakri meneteskan airmatanya. Gisel menangis melihat Fakri yang sudah berjalan cepat menjauh. Gisel menatap sekitarnya, semua orang menatapnya rendah bahkan benci.
Fakri bergegas menuju toilet, membasuh tangannya dengan kasar seraya beristighfar, Fakri menangis memejamkan kedua matanya.
"Abang." Fakri tersenyum. Istrinya datang.
Sahna memeluk Fakri dan membantu membasuh tangan suaminya itu. Sahna tersenyum mengusap airmata dipipi Fakri lalu mencium dahi laki-laki itu.
"Maaf Sahna. Aku tidak bisa menjaga diriku untuk kamu, aku sudah tersentuh oleh perempuan lain. Aku menyesal, maafkan aku Sahna, hiks.." Sahna menganggukkan kepalanya. Sahna melihat semuanya yang terjadi, dari awal sampai suaminya itu pergi. Bahkan Sahna sempat menatap Gisel dengan tatapan kasian dan iba. Sahna berdoa semoga Gisel diampuni oleh Allah dosanya dan diberikan kebahagiaan yang cukup.
"Tidak apa-apa abang. Aku mengerti, berhenti menangis, nanti anak kita juga ikut menangis." ucap Sahna dengan senyuman manisnya.
"Anak? Hiks, kamu hamil?" Sahna tersenyum lebar, mengecup kedua mata Fakri lalu menganggukkan kepalanya.
"Alhamdulillah ya Allah. Alhamdulillah. Anakku.."
Fakri memeluk Sahna erat dan kini ia kembali menangis, menangis bahagia.
BERSAMBUNG
...
KAMU SEDANG MEMBACA
Ustadz Kembar (SELESAI)
Fiksi Umum" Cover by @RahmatunNufus3 " Diantara sebuah tirai kita terpisah antara laki-laki dan perempuan. Hukumnya haram saat sentuhnya menghalalkan segala cara agar memalingkan wajah menatap sinarnya yang cantik. Menghitbah diantara shalat tahajud sepertiga...