"Assalamualaikum Pak Ustadz..."
"Waalaikumsalam warahmatullahi wabarakatuh." Fakri yang baru saja keluar dari dalam masjid, tersenyum pada bapak-bapak yang berada didepan, kebetulan sedang berbincang untuk gotong royong jumat besok.
Fakri baru selesai pada kegiatannya seusai menunaikan shalat isya berjamaah, Fakri melanjutkan membaca yasin dan surah-surah lainnya. Setiap malam itu yang Fakri lakukan, biasanya dengan saudara kembarnya, tetapi setelah shalat isya Fikri pamit pergi karena ada urusan mendadak.
"Lagi ngobrol apa nih bapak, kayak asyik banget?" candanya masih dengan senyuman.
"Iya nih Pak Ustadz, masalah gotong royong nanti. Baiknya nih gimana Pak Ustadz, kebetulan rw sebelah lagi ngadain acara peresmian masjid baru, nah kan kita-kita pada bingung. Apa bagusnya gotong royong diundur saja ya Pak Ustadz, tidak enak sama rw sebelah kalau kita disini tidak ikut ke acara tersebut." jelas salah satu warga yang berada disitu.
Fakri menganggukkan kepalanya, kemudian ia mengernyit sebentar.
"Iya memang sebaiknya diundur, sekiranya hari minggu saja saat hari itu kan warga-warga yang lain juga bisa ikutan gotong royong karena pada libur. Untuk hari jumat besok kita penuhi saja undangan rw sebelah. Kapan acaranya dimulai pak?"
"Selesai shalat jumat Pak Ustadz, orang yang bangun masjid mau motong pitanya selesai jumatan, biar berkah katanya." Fakri tersenyum mengangguk. Lalu ia dan warga kembali melanjutkan rencana gotong royong yang sudah diubah jadwal. Sudah tigapuluh menit Fakri pun pamit untuk pulang, dikarenakan juga Abah sudah menelepon.
Dijalan Fakri mensenandung kan shalawat, suaranya yang merdu dan damai membuat warga yang melewatinya ikut merasa tenang dan sejuk.
"Sholatullah.. salamullah.. alataha rasullillah.. sholatullah.. salamullah.. alayasin.. habiibillah.."
Fakri tersenyum melihat Abahnya yang sedang duduk diteras ditemani secangkir teh hangat yang pasti buatan mamaknya.
"Assalamualaikum Abah." salamnya seraya mencium punggung abah.
"Waalaikumsalam, Fakri." Fakri duduk dikursi samping abahnya, melihat wajah keriput tulang yang sudah sangat nyata dipipi abahnya.
"Melihat dari wajah Abah, apa sebaiknya Fakri menikah secepatnya bah?" Abah nya tersenyum, menatap Fakri putera nya yang lahir pertama sebelum Fikri.
Abah menggelengkan kepalanya, "Fokus saja sama pekerjaan mu, abah ini masih muda, masih ada waktu yang lama untuk abah melihatmu dan Fikri berkeluarga."
"Abah." Fakri membawa telapak tangan abah lalu menciumnya lama. Fakri tersenyum tak sadar airmatanya menetes.
"Kemari malam Fakri bermimpi buruk, Fakri dirumah hanya tinggal berdua dengan Fikri, semua fotonya abah dan mamak tidak ada lagi.."
"Fakri. Kamu kan Ustadz, seharusnya kamu tahu mimpi-mimpi buruk seperti itu datang darimana."
"Ada tiga macam mimpi, satu mimpi yang benar-benar dari Allah swt sebagai pertanda, kedua karena rasa takut yang sebelumnya terlalu tinggi, yang terakhir hanya bunga tidur." Fakri menganggukkan kepalanya tersenyum beristighfar didalam hati, karena pikirannya yang terlalu jauh. Padahal kematian itu sudah diatur oleh yang diatas.
"Assalamualaikum. Abah, Fakri kenapa duduk diluar?"
"Waalaikumsalam. Darimana kamu Fikri?" Fikri tersenyum lebar, kemudian mengangkat dua kantong kresek ditangannya.
"Apa itu?" tanya abah penasaran.
"Eh, abah to the point aja nih hehe. Ini loh bah, tadi Fikri abis ceramah di masjid kampung sebelah, nah Alhamdulillah dikasih lebih makanannya."
"Alhamdulillah. Kebetulan nih abah sangat lapar."
"Ada apa ini ribut diluar, eh anak-anak mamak udah pada pulang? Kenapa ngga masuk?" Fakri dan Fikri tersenyum menyalami tangan Saida, mamak mereka.
"Nemenin abah mak, kasian nanti hilang loh." goda Fakri yang kemudian mendapat tatapan tajam mamaknya itu. Ketiga laki-laki yang melihat tatapan bidadari surga mereka itu lantas tertawa renyah.
"Astaghfirullah.. sudah-sudah ayo kita masuk, udah dingin udaranya."
"Ayok dah, sambil kita makan-makan. Ayo mak ayo," abah dan Fakri menggelengkan kepala pelan melihat Fikri yang sudah merangkul Saida memasuki rumah.
BERSAMBUNG
...
KAMU SEDANG MEMBACA
Ustadz Kembar (SELESAI)
Ficção Geral" Cover by @RahmatunNufus3 " Diantara sebuah tirai kita terpisah antara laki-laki dan perempuan. Hukumnya haram saat sentuhnya menghalalkan segala cara agar memalingkan wajah menatap sinarnya yang cantik. Menghitbah diantara shalat tahajud sepertiga...