Satu Bulan Berlalu

1K 120 1
                                    

Fikri berjalan menghampiri Bakri yang sedang berbincang dengan warga, Fikri tersenyum saat disapa oleh warga dengan panggilan Pak Ustadz.

"Abah."

"Iya Fikri?"

"Tadi mamak nelpon, katanya kita disuruh pulang, ada tamu datang kerumah." ucap Fikri.

"Tamu siapa?"

"Ngga tahu juga bah, mamak bilang gitu. Urusan abah sudah selesai kan, Fikri juga udah selesai mengajar ngaji anak-anak kok,"

"Ya sudah kalau gitu kita pulang." Fikri menganggukkan kepalanya. Lalu Bakri pun berpamitan pada warga bersama Fikri, dua laki-laki itu lalu berlalu meninggalkan masjid.

"Assalamualaikum." salam Bakri dan Fikri dibelakangnya.

"Waalaikumsalam. Abah sama Fikri udah pulang, Fakri mana?"

"Fakri tadi ikut mengantar anaknya Pak Kades ke terminal mak, nanti nyusul katanya." ujar Fikri, Saida tersenyum lalu mengangguk. Saida kemudian menyuruh Bakri dan Fikri untuk segera membersihkan badan selagi ia memasak didapur, dan sambil menunggu tamu yang rupanya belum sampai kerumah, katanya masih dijalan menuju kerumah mereka.

Tidak lama terdengar suara mesin mobil didepan rumah, Saida tersenyum girang langsung bergegas keluar rumah.

"Indah." serunya merindu. Indah dan Saida dengan erat saling memeluk menyalurkan rindu, padahal baru sebulan lalu mereka bertemu, namanya juga perempuan.

"Saida aku kangen sama kamu, kamu kok makin berisi sih,"

"Kamu juga. Ya Allah, alhamdulillah.." ucap Saida yang kemudian melepaskan pelukan mereka. Saida menyipitkan matanya menoleh pada satu gadis yang berada dibelakang Indah disamping Khairul, yang menatapnya dan Indah dengan lengkungan di matanya. Tersenyum.

"Saida, ini anakku. Anak perempuan ku yang aku ceritakan padamu sebelumnya, cantik kan?" Indah memeluk gadis itu membawanya kesampingnya.

"MasyaAllah, iya sangat cantik persis ibunya." gadis itu merona mendengar ucapan Saida memujinya.

"Sudah datang mak?" Fikri keluar dari dalam rumah, baju koko serta sarung hitam, rambut yang masih basah terlihat laki-laki itu baru selesai keramas.

Fikri menegang ditempat, kedua matanya menatap satu gadis yang berdiri disisi ibunya. Gadis itupun sama, melihatnya terpaku.

"Astaghfirullah, zina mata." gumam Fikri dengan cepat mengalihkan matanya kepada Saida.

Saida tersenyum memeluk lengan Fikri.

"Ini anakku Fikri, bisa dibilang anak kedua karena lebih dulu Fakri yang lahir. Nak, ini kenalin anaknya sahabat mamak."

"Fikri." sambut Fikri menggabungkan kedua tangannya dan menunduk sedikit, tidak menatap pada gadis didepannya itu.

"Waalaikumsalam. Sahna."

Lama mereka mengobrol diluar sampai akhirnya Bakri menyuruh agar beralih masuk kedalam rumah, biar lebih nyaman untuk melanjutkan obrolan. Tawa Khairul dan Bakri terdengar pecah saat Khairul yang mengisahkan kembali saat dirinya mos tempo dulu, dirinya yang di kerjai habis-habisan oleh Bakri selaku osis dan kakak kelasnya.

"Haha, lagian kamu mau aja nurut." kata Bakri.

"Ya gimana Ri, ngga nurut kamu ngga mau ngasih tanda tangan. Akunya serba salah,"

"Haha, ada-ada saja kamu Rul."

"Sekarang kita sudah tua Ri, tidak terasa anak-anak kita sudah tumbuh besar dan akan semakin dewasa. Aku berharap kita akan jadi besan, anakmu dan anakku akan menikah dan berkeluarga nantinya. Dan kita diberikan cukup umur sama yang diatas, dan menimang cucu kita." Bakri tersenyum ikut menghayalkan momen kebahagiaan itu, yang masih diangan-angan. Dalam hatinya berdoa selalu kebahagiaan untuk Fakri dan Fikri apapun dan siapapun jodoh mereka nantinya.

"Rul."

"Iya Ri?"

"Kalau ternyata salah satu anakku bukan jodoh untuk anakmu. Masih mau kan kamu bersilaturahmi menginjakkan kakimu dirumahku?"

"InsyaAllah Ri. Asalkan kamu masih mau menerimaku dan keluargaku menginjak tanah rumahmu."

"Selalu dan sampai kapanpun datang saja kerumahku, pintunya akan selalu terbuka dan menerima langkahmu dan keluargamu juga sampai anak cucumu,"

"Alhamdulillah."


BERSAMBUNG
...

Ustadz Kembar (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang