Chapter 11

201 47 17
                                    

Manik Jihoon tampak menunduk kearah ranjang yang ia tempati, setelah tak lama manik dirinya dan Daniel saling beradu.

Entah mengapa ia merasa sangat malu berhadapan langsung dengan Daniel.

"Ada apa denganmu? Mengapa wajah mu sedikit memerah? Apakah kau kembali demam?" tanya Daniel bertubi tubi khawatir dengan Jihoon.

Degup jantung Jihoon semakin berpacu. Ingin rasanya ia mengatakan pada Daniel untuk tidak terus memberi perhatiannya seperti itu.

'Astaga ... jika begini terus aku akan pingsan kembali sepertinya,' benak Jihoon dalam hati.

Tanpa Daniel sadari, jari jemari Jihoon sedari tadi sudah meremat erat selimut pada ranjang itu demi mencoba menetralkan deru nafasnya, dan tidak membuat tindakan yang memalukan di hadapan Daniel.

"Kau benar baik baik saja?" tanya Daniel kembali memastikan, dengan tangannya yang terulur pada dahi Jihoon.

Suhu tubuh Jihoon kali ini memang bisa di bilang sudah kembali normal, hanya saja tak bisa di pungkiri hiasan rona merah di pipinya seperti saat Jihoon demam sebelumnya tercetak jelas di wajah manis nya itu.

Perlahan dengan sedikit malu malu Jihoon menganggukan kepalanya pelan, dan mencoba mendongakkan kepalanya menatap Daniel.

"Ah ... syukurlah, aku kira kau masih demam ," ujar Daniel sungguh sungguh.

Setelah nya Daniel langsung mengambil alat kompres yang tergeletak di lantai, beserta baskom yang masih berisi air sebelumnya untuk ia rapikan.

"Kau mau kemana?" celetuk Jihoon tiba tiba dengan wajahnya seperti kebingungan.

Sontak Daniel terkekeh di buatnya. Ia tak menyangka pemuda manis itu seperti makhluk polos saat menatap pada nya penuh kebingungan itu.

Daniel mengendikkan bahunya pelan, dan mengatakan pada Jihoon bahwa ia akan membuat bubur, dan mengambil obat, sebab sebelumnya Jihoon belum sama sekali minum obat. Menurutnya, alangkah lebih baik bagi Jihoon untuk meminum obat terlebih dahulu, terlebih mengingat lukanya yang kemungkinan menjadi alasan terbesar bahwa pemuda itu demam karena infeksi pada luka tersebut.

Jihoon hanya terdiam mendengar ucapan Daniel.

Sungguh jika boleh jujur, ia ingin mengucapkan terimakasih pada Jaehwan karena telah membawanya pada pangerannya.

Ya, Jihoon telah tertarik pada Daniel saat pertama kali Daniel menolongnya, bahkan dalam hati Jihoon kala itu, ia membuat perjanjian pada dirinya sendiri jika ia mendapati seseorang yang dapat menolong nya kala itu maka ia akan jadi kan kekasih hatinya.

"Tampan," celetuk Jihoon sangat pelan, tetapi terdengar samar di telinga Daniel.

"Ada apa? Kau memanggilku?" tanya Daniel kembali sebelum benar benar meninggalkan Jihoon dari kamar itu.

Dengan cepat Jihoon menggelengkan kepalanya.

Astaga, sepertinya mulut nya seakan tak dapat ia kontrol, emosi nya kian naik turun layak nya roller coaster.

"Baiklah, aku tinggal dulu," ujar Daniel sambil membawa peralatan yang sebelumnya membantu Jihoon menurunkan demamnya.

Setelah Jihoon rasa Daniel telah benar benar menjauh dari ruangannya, manik serta tubuh Jihoon langsung mencoba mencari sosok tersangka yang membawa nya kesana.

"Hyung ... kau dimana?" tanya Jihoon mencari sosok Jaehwan yang kembali tak dapat ia lihat.

"Ck ... ck ... ada apa? Bukankah kau tadi kau seakan akan menjelaskan dengan sangat jelas bahwa kau jatuh cinta pada sahabatku?" decak Jaehwan sekaligus mengakhiri kalimatnya dengan penekanan sebuah pertanyaan.

Refleks Jihoon terkekeh pelan, dan membenarkan ucapan Jaehwan tanpa mengelak apapun. Entahlah, menurut Jihoon tak ada salahnya ia jujur pada Jaehwan yang sudah ia anggap seperti kakak nya sendiri.

"Jadi aku tak salah menduga?!" tanya Jaehwan sedikit meninggikan suaranya.

Tangan Jihoon refleks menggosok telinganya.

"Astaga! Suara mu itu hyung," seru Jihoon heboh.

"Jadi beneran Ji?" tanya Jaehwan kembali mengkonfirmasi kebenarannya.

Dengan malu malu Jihoon menganggukan kepalanya pelan, dan mengatakan akan kebenaran perasaannya sekaligus apa yang sempat ia ucapkan pada dirinya sendiri.

"Kau mau membantuku hyung?" tanya Jihoon tiba tiba.

Demi ingin mengerjai Jihoon, Jaehwan dengan cepat melipatkan tangannya, dan berdengung pelan layaknya orang yang sedang mempertimbangkan dengan sungguh sungguh.

Jihoon tampak diam, dengan jemari jemari nya yang ia mainkan satu sama lain.

Hatinya seakan menciut bila saja Jaehwan mengatakan tak ingin membantunya. Di fikiran pendek Jihoon adalah bahwa dirinya merasa akan percaya diri jika Jaehwan mendukung nya dari belakang.

"Hyung..," rajuk Jihoon pada Jaehwan.

Mendapati ekspresi Jihoon yang menggemaskan refleks tangan Jaehwan membekap mulut nya sendiri menahan tawa agar tak menimbulkan suara sekecil apapun.

"Hyung..,"

"Baiklah, aku akan membantumu, asalkan aku boleh meminjam tubuhmu kembali jika aku memerlukannya," ujar Jaehwan santai.

'Pinjam?'

"Maksud hyung?"

Jaehwan menghela nafasnya pelan, dan setelah nya ia akhirnya menjelaskan bagaimana keseluruhan kejadian yang terjadi dari mulai Jihoon yang pingsan hingga ia sampai memasuki tubuh Jihoon dan mengendalikannya, sampai terakhir ia berada di rumah Daniel sahabatnya.

"Aaah ... pantas saja aku disini ... baiklah hyung boleh menggunakan tubuhku, asalkan mau membantuku," ujar Jihoon riang.

Dengan cepat Jaehwan bertepuk tangan dan mengiyakan ucapan Jihoon.

'Ahh ... aku akan menemui mu hyung!'

...........
TBC

#NgabubuRead

See you next chapter

Leave comment and vote

.

.

Seya

Is That You ? [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang