Deolinda Elvina Fawnia

51 10 0
                                        

Teduhnya matamu memuntut hati untuk terus berjalan kearahmu

Caramu melihat sesuatu membuat hati jatuh tanpa pernah diperintah

...

Waktu sudah menuju pukul 05.00 wib, masih terlalu subuh untuk remaja seusianya, tapi kisah hidupnya mengalir bukan seperti kebanyakan orang, tapi ia cukup bersyukur atas apa yang sudah ia miliki, setidaknya ia masih beruntung, ya seperi biasa sebelum berangkat sekolah, dia harus mengerjakan pekerjaannya terlebih dahulu seperti mencuci, dan menyiapkan sarapan, ternyata semalam ayahnya sudah pulang, dikulkas juga sudah tersedia bahan makanan, ya beginilah selalu kulkas akan berisi jika ayahnya pulang saja. Jadi beberapa hari ini ia masih bisa makan dengan tenang. Setelah menyelesaikan segala pekerjaannya dan sarapan, ia segera bersiap siap untuk berangkat sekolah, pagi ini ayahnya yang mengantarnya sekolah dan saat saat seperi inilah yang membuat Elvina mati matian menahan tangis karna percakapan mereka disepanjang jalan

"gimana sekolahnya?" tanya Dimas ayah elvina membuka suara

"baik kok yah."

"uang jajan kamu masih ada?" tanya Dimas yang dijawab gelengan oleh Elvina

"kenapa ga minta sama ibu?" Elvina semakin menunduk mendengar lontaran pertanyaan Dimas

"Elvina lupa yah" bohong Elvina, oh semesta! Ini kebohongan yang keberapa kali untuk menutupi kesalahan ibu tirinya itu.

Tak terasa mereka sudah didepan gerbang SMA Tribangsa, Dimas memberikan lima lembar uang merah pada elvina,

"cukup tidak?" tanyanya "cukup kok yah". Jawab Elvina spontan, ternyata ayahnya mengeluarkan lima lembar uang merah lagi,

"loh kenapa yah? Ini udah banyak banget loh, ga usah ditambah lagi". Tolak Elvina

"gapapa ayah ga pernah liat kamu main bareng temen temen, atau beli baju, jadi ini kamu pakai buat itu ya". Terang Dimas lembut. Elvina malah tersenyum.

"gapapa loh yah, Elvina belum perlu itu kok". Lihatkan betapa pengertiannya anak ini selalu menolak bila disuruh membeli sesuatu, lalu kenapa Miranda membencinya memang sudah seharusnyakan seorang ayah memperhatikan putrinya.

"ya sudah kalau gitu kamu simpan saja siapa tau ada keperluan mendadak kamu sudah ada pegangan". Elvina tersenyum dan mengulurkan tangannya untuk mencium tangan ayahnya sembari berkata "terimakasih ayah". Dimas pun turut tersenyum melihat senyum manis putri sulungnya itu, sungguh gadis ini terlihat persis seperti ibunya, percayalah Dimas sangat menyayangi Dan mencintai anak gadisnya yang jelita dan murah hati ini

"maafkan ayah ya nak, sudah egois". Sambil mengusap sayang kepala El, tenggorokannya tercekat, hatinya terasa ditusuk beribu ribu jarum mendengar ayah minta maaf, baginya ayahnya tidak salah, tidak masalah untuknya selama ayahnya masih bahagia, harusnya ia yang minta maaf karna menjadi penghalang ayahnya dan ibu tirinya bahagia, sesakit apapun hatinya atas perlakuan Mirandakan tidakkan terasa bila melihat senyum bahagia, dia tidak akan apa apa asalkan ayahnya bahagia, justru ia merasa bersyukur, ia tidak lagi gadis manja, ia sudah bisa melakukan segalanya sesuatu, tak apa sungguh siapapun tolong katakan pada ayahnya ini bahwa el tak pernh marah, membenci, atau kecewa pada ayahnya ini, dia akan selalu bangga dan mencintai sosok pahwlawannya ini.

"sudah ayo turun, belajar yang bener yah anak cantiknya ayah" ucapnya sambil tersenyum. "el sekolah dulu ya yah, oh iya el sayang ayah, dan ayah ga ada salah kenapa minta maaf? Semangat kerjanya ya ayah. Hati hati!" ucap el langsung bergegas keluar dari mobil. Sungguh ia tak suka berada disituasi ini. Selepas mobil ayahnya berlalu dari gerbang sekolah yang masih terlihat sepi, tentu saja ini masih pukul 06.30 bel berbunyi masih 45 menit lagi, ya el ini terlalu senang berangkat pagi.

FARELTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang