Lebih Dari Perduli

5 2 0
                                    

Malam ini cahaya rembulan terlihat cantik bersanding dengan cemerlangnya cahaya bintang-bintang diangkasa. Terlihat seorang gadis cantik sedang duduk manis dijendela kamarnya sembari memandangi keindahan langit dimalam hari, earphone ditelinganya memutarkan lagu kesukaanya yang akan dibawakannya bersama Farel, tenang. Satu kata yang menggambarkan keadaannya saat ini, angin yang berhembus begitu sejuk, pemandangan langit yang indah, ia selalu suka malam-malam sunyinya yang seperti ini selalu.

Sementara diseberang sana seorang laki-laki tanpa jenuh dibalut kesenangan memandangi wanita yang berada diseberang kamarnya, ini bukan kali pertama laki-laki itu memandangi gadis itu, bahkan ia ingat hal apa saja yang akan gadis itu lakukan, tidaj jauh-jauh dari membaca dan menulis, terkadang dia menangis karna membaca, kadang ia tertawa, kadang dia melamun, kadang ia berteriak girang karna membaca atau menonton, kadang dia berbicara sendiri hingga menangis pilu. Itu menjadi tontonan yang kadang Farel sukai atau bahkan yang tidak Farel sukai. Ia benci ketika tidak berdaya, ia ingin berhenti berpura-pura sekali ini saja. Untuk Elvina, hanya untuk Elvina. Tapi sayangnya rasa kecewa itu mampu membawakannya pada trauma, hingga ia enggan untuk berhenti berpura-pura, apa mungkin dengan terus begini ia akan berhenti kehilangan. Justru itu pemikiran yang salah, sekuat-kuatnya seorang perempuan bertahan ia pasti akan berada pada fase yang lelah untuk memperthakan segala yang sedang pertahankan, karna wanita juga ingin dilindungi secara terang-terangan agar ia merasa aman, ia ingin diperhatikan secara terbuka agar ia merasa berharga, ia ingin dicintai dengan kata agar ia bisa percaya diri. Mungkin Ferel belum mengerti bahwa jalan pikiran setiap insan itu berbeda.

"ELVINA!!" teriakan ayah Elvina menggema diseisi rumahnya, tentu saja Elvina tersentak kaget dan kemudian langsung bergegas berlari menghampiri ayahnya

'Apa lagi ini ya Tuhan' racau nya dalam hati

"Sini kamu!"

"A.. ada apa yah?"

"Tega kamu ya. Ayah capek pulang kerja kok makan malam malah dihabisin sendiri"

Elvina bingung, bahkan ia saja belum makan

"Elvina juga blm makan yah"

"Kamu mau bohong lagi? Siapa yang ngajarin kamu berbohong?"

"Elvina ga bohong ayah"

"Terus kamu mau nuduh sayah berbohong?" serang ibu tirinya

Elvina diam, jelas ini percuma jika dia harus membela dirinya, ia tak punya bukti barang kali sekedar saksi, itu hanya akan memperburuk keadaanya. Diam sudam menjadi tindakan benar agar ayahnya tak semakin murka.

"Ayah ga larang kamu dan teman-teman mu main kerumah, tapi setidaknya kalau kalian mau makan masak sendiri, mamamu lagi hamil jangan buat dia kelelahan untuk masak berkali-kali"

Ah sekarang Elvina mengerti, tadi teman-temannya sempat mampir, dan itu pada saat bibi sudah pulang, mereka memang cukup lama tapi tidak sampai makan, karna bunda menyuruh mereka lekas pulang dan Elvina tidak ikut karna sedang sibuk merapikan sesuatu. Bahkan ia tidak sempat mengisi perut hingga detik ini juga, lalu kemana perginya makanan-makanan itu? Apa sebenarnya tidak ada dan ibunya menjadikan ini alibi untuk mengadudomba ia dan ayahnya, wah tega sekali ibu tirinya itu.

"Makin lama kamu semakin tidak sopan, Apa harus ayah larang kamu untuk bergaul dengan teman-teman mu itu?"

"Ayah!" bantah Elvina tidak terima

"Ayah boleh tidak percaya pada Elvina, boleh tuduh-tudh Elvina, tapi ayah ga berhak buat ngelarang Elvina bergaul dengan siapapun!"

FARELTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang