Di like ya:)
Keadaan fisik Agatha sudah membaik, luka dan lebam pada tubuhnya sudah mulai memudar. Setelah hampir seminggu menghilang tanpa kabar, ia sudah kembali lagi masuk sekolah. Agatha juga tidak menyerah dengan tujuannya, ia bahkan tidak takut dengan ancaman Kakak Kelasnya dan tetap bersisih kukuh untuk meluluhkan Angkasa, si Es Balok itu. Seperti sekarang, ia sudah mengekor di belakang Angkasa mengikuti cowok itu.
"Kak Angkasa kok nggak ada jenguk Agatha, sih?" tanya Agatha.
Angkasa hanya diam dan berjalan dengan langkah cepat.
"Kak Angkasa nggak rindu sama Agatha, gitu?"
"Atau Kak Angkasa nggak khawatir sama Agatha, gitu?"
Tubuh Agatha terantuk pada punggung Angkasa, ia melihat cowok itu hanya diam melihatnya dengan datar.
"Pergi lo," usir Angkasa dengan dingin sedangkan Agatha menggembulkan pipinya dan menggeleng.
"Kalau aku nggak mau jauh-jauh dari Kak Angkasa gimana dong," ucap Agatha yang keras kepala sedangkan Angkasa hanya diam.
"Jadi cewek nggak usah kayak cabe deh. Nggak malu lo udah gue tolak berkali-kali tapi masih berharap penuh sama gue. Apa bedanya lo sama mereka semua yang di diskotik sana."
Tiba-tiba jantung Agatha seperti berhenti berdetak, ia melihat Angkasa dengan sayup dan berusaha untuk senyum pada cowok tersebut.
"Kayaknya udah mau bel deh. Agatha balik kelas dulu, ya." Agatha membalikkan tubuhnya, ia tidak ingin Angakasa melihat dirinya sedang menahan tangisnya dengan susah payah.
Angkasa melihat punggung gadis itu. "Gue lakuin itu biar lo bisa jauh dari gue," gumam Angkasa dan kembali melakukan kegiatannya.
Di tempat yang berbeda, Agatha sedang berdiri di depan kaca sambil menatap pantulan dirinya.
"Angkasa itu istimewanya bagaikan martabak spesial yang artinya Agatha harus sabar dan berusaha untuk mendapatkannya," ucap Agatha dan mencuci wajahnya.
"Wah...Nekat juga nih bocah. Udah bosan hidup." Agatha mengepal kedua tangannya saat melihat bayangan pantulan Chaca dari kaca. Ia hanya diam melihat gadis itu dengan emosi yang tertahan.
Pintu kamar mandi terbuka bersamaan dengan Chaca yang ingin menjambak rambut Agatha. Bu Vivi melihat mereka berdua dengan heran sambil memegangi perutnya.
"Minggir kalian. Toilet guru sedang rusak dan perut Ibu sudah sangat sakit," ucap Bu Vivi dan masuk ke dalam bilik kamar mandi.
"Ayok cepat jambak. Takut kan. Ingat ya!!! Agatha nggak bakalan takut dengan ancaman yang kamu berikan," ucap Agatha mengeluarkan lidahnya dan berjalan meninggalkan Chaca.
Bel istirahat berbunyi dengan lantang membuat semua murid berlarian bak ribuan prajurit yang siap bertempur. Berbeda dengan mereka semua, Agatha berjalan berbalik arah untuk mencari cowok yang beberapa hari ini selalu berada di dalam otaknya. Tangannya memegang sebuah paper bag yang berisi bekal buatan Bundanya. Dengan membawa secerca harapan tinggi, ia berharap jika Angkasa berkenan makan bersama dengannya.
"Kak Angkasa mana ya." Matanya bergerak ke kanan dan kiri melihat setiap objek yang ada di taman itu. Seketika senyuman terpancar dari wajahnya saat melihat Angkasa yang sedang berada di bawah pohon tua sambil tertidur mendengarkan musik.
Agatha berlari kecil, ia terkesima saat melihat mahluk ciptaan Tuhan yang ada dihadapannya. Angkasa yang tersadar sedang diperhatikan segera membuka matanya dan melihat Agatha yang sudah berada dihadapannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Little Agatha
FanfictionHamil di saat dirinya masih menginjak bangku sekolah. Di campakkan oleh kedua orang tuanya sendiri. Siapa yang mau menemani seorang perempuan tak suci lagi sepertinya? 'Ini semua sudah menjadi takdir ku. Salah ku tak mendengarkan kata mereka hingga...