Mentari sudah meninggalkan tempatnya dan digantikan oleh bulan dengan bintang yang siap menemani malam semua orang. Walaupun tidak seterang mentari, mereka tetap bersama mempersatukan cahaya mereka sehingga masih terdapat secerca cahaya yang indah pada langit malam bewarna gelap itu.
Agatha sedikit iri kepada bulan dan bintang yang bersama menerangi langit walaupun terkadang keduanya tidak bersama tapi selalu ada saat mereka akan bertemu kembali dan menambah sinar mereka. Matanya perlahan menutup, merasakan belaian dari angin yang menusuk pori-pori kulitnya dan gemercik hujan yang turun perlahan. Ia sedang berada di balkon kamarnya ditemani dengan tumpukan novelnya, ia melihat pemandangan malam yang begitu mengindahkan.
Sejenak Agatha bisa melupakan masalahnya, ia kembali duduk pada ayunan besi yang ada di situ dan mengayunkan perlahan. "Ayok dong, Tha. Kamu jangan jadi kayak gini. Masa cuman gara-gara cowok kamu langsung down sih," ucap Agatha sambil memukul pipinya bergantian.
Pandangannya tertuju pada sebuah benda pipih yang berdering dan menampilkan kontak ALVARO. Secepat kilat ia menolak panggilan tersebut dan membaca novelnya. Bukannya menyerah, ponsel tersebut malah semakin mendapatkan banyak notifikasi. Mata Agatha terbuka dengan lebar saat melihat pesan dari Alvaro yang sudah sebanyak 200 pesan dalam 2 menit. Ponselnya kembali berdering dan memperlihatkan konta Alvaro, dengan tarikan nafas panjang Agatha menerima panggilan tersebut.
'Akhirnya lo angkat juga, Tha.'
"Kurang jelas, ya? Kalau Agatha itu nggak mau jumpa sama Alvaro lagi"
'Gue mau jelasin semuanya sama lo, Tha.'
"Nggak usah dan nggak perlu."
'Lo nggak mau kan, Tha kalau hubungan kita berakhir hanya karena kesalahpahaman.'
"Agatha nggak peduli lagi, Tuhh."
'Oke, Tha sebagai buktinya. Gue bakalan datang ke rumah lo dan ngejelasin semuanya sama orang tua dengan abang lo. Gue juga bakalan jelasin kalau selama ini lo bohongin mereka.'
"Alvaro maunya apa sih? Agatha udah bilang kita nggak usah jumpa lagi," ucap Agatha memelankan suaranya.
'Gue cuman mau ngejelasin semuanya. Itu doang karena gue nggak mau lo salah paham sama gue.' Agatha melihat ponselnya, ia dapat mendengar nada penyesalan dari Alvaro. Ia menarik nafas panjang dan kemudian menempelkan ponselnya pada telinganya.
"Yaudah, Agatha tunggu di taman biasa. Ingat Agatha cuman kasih waktu selama sepuluh menit buat Alvaro ngejelasin semuanya," ucap Agatha lalu mematikan ponselnya.
Agatha melihat jam pada pergelangan tangannya, ia melihat sekarang sudah hampir tengah malam. Jika minta ijin dengan kedua orang tuanya pasti akan ditolak mentah-mentah atau harus dikawanin oleh salah satu abangnya. Agatha menarik nafas panjang, ia membuka lemarinya dan melihat sebuah tali tambang yang pernah ia pakai bersama kelasnya untuk latihan persiapan lomba kemerdekaan.
Tali tambang itu diikatkan pada besi pembatas, ia menyimpulnya dengan sangat kuat. Agatha melihat jarak lantai kamarnya dengan tanah sangatlah tinggi tetapi ia tidak ingin mengingkari janjinya. Perlahan ia memanjat besi dan memegang tali tersebut dengan kuat. Sambil menutup mata dan berdoa dalam hati, Agatha turun dengan hati-hati.
"Hufttt, untung Agatha nggak papa," ucap Agatha sambil membersihkan tangannya yang kotor. Agatha segera memakai sendalnya yang ia lempar diluan tadi lalu membuka pagar dengan sangat perlahan.
"Pak satpam jangan bangun yaa," bisik Agatha sambil mendorong pagar tinggi tersebut dengan perlahan.
Senyuman Alvaro terpancar saat melihat Agatha yang sudah memakai piyama tidurnya datang menepati janjinya. Alvaro berlari menghampiri gadis itu dan tersenyum, kedua tangannya ia rentangkan ingin memeluk Agatha.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Little Agatha
FanfictionHamil di saat dirinya masih menginjak bangku sekolah. Di campakkan oleh kedua orang tuanya sendiri. Siapa yang mau menemani seorang perempuan tak suci lagi sepertinya? 'Ini semua sudah menjadi takdir ku. Salah ku tak mendengarkan kata mereka hingga...