12. Second (Boy)Friend

327 46 7
                                    

Kenapa harus satu kalau bisa dua?

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Kenapa harus satu kalau bisa dua?

(⁠◍⁠•⁠ᴗ⁠•⁠◍⁠)

"Dia gebetan gue!"

Alis Antariksa terangkat sebelah. Ia memandang Anyelir dengan tatapan yang sedikit mengintimidasi. Anyelir mengalihkan pandangannya ke arah lain agar tidak bersitatap dengan Antariksa. Mata tidak bisa berbohong, jadi sudah seharusnya mengantisipasi.

"Gebetan lo?" tanya Antariksa seolah tidak percaya. Anyelir mencuri pandang pada lelaki yang berada di sebelahnya. Lelaki itu terlihat menunggu jawaban Anyelir. Mampus, kan!

"Eee ... itu—"

"Bentar lagi jadi pacar gue."

"Eh?"

Anyelir memandang lelaki ber-hoodie  hitam itu dengan tatapan tidak percaya. Ia kaget karena lelaki yang bahkan tidak tahu namanya itu ikut bersandiwara. Ia yakin setelah ini, lelaki itu akan menginterogasi Anyelir. Untung cogan, jadi rasanya tidak masalah.

Anyelir kembali memandang Antariksa. Ia ingin tahu bagaimana reaksi Antariksa terhadapnya. Sebenarnya cukup melelahkan karena berdiri terlalu lama. kaki Anyelir tiba-tiba terasa kram. Namun, ia harus bertahan untuk beberapa saat lagi.

Rahang tegas Antariksa terlihat mengeras. Apa Antariksa sedang marah? Tapi kenapa?

"Lo tau kan sekarang? Jadi, jangan pernah deketin cowok orang lain!" tegas Antariksa tiba-tiba menarik paksa tangan Stefanye. Gadis yang ditarik tangannya itu langsung terhuyung hingga jatuh ke pelukan Antariksa. Anyelir mendecih. Bagaimana bisa Stefanye kehilangan keseimbangannya? Ia yakin, Antariksa tidak terlalu kuat menarik tangan Stefanye. Tipikal gadis lemah, huh? Menjijikkan!

"G-gue ...."

"Ikut gue!" perintah Antariksa dan membawa Stefanye pergi meninggalkan kantin. Anyelir memasang wajah kecewa karena Antariksa pergi bersama Stefanye. Sedangkan ia ditinggal sendirian. Oh, maksudnya berdua. Padahal Anyelir berharap, kehadiran Antariksa ke fakultasnya untuk bertemu dirinya saja. harapan yang sangat mustahil mengingat Stefanye berada di fakultas yang sama.

Kini, tinggallah Anyelir dan lelaki asing yang ia sebut sebagai gebetannya itu. Anyelir menyengir kuda. Ia tidak akan seberani itu jika saja lelaki tadi tidak memasang wajah ramah. Siapa sangka, ia mendapat senyuman manis yang dapat membuat tubuh meleleh?

"Jadi?" Alis lelaki itu terangkat.

"Boleh duduk dulu, gak? Kaki gue terasa kram hehe ...." pinta Anyelir yang dibalas anggukan oleh lelaki itu. Anyelir mendaratkan tubuhnya di sebuah kursi yang kosong. Ia menghela napas lega. Tangannya pun tergerak untuk memijat pelan lutut yang terasa nyeri itu.

"Lo baik-baik aja?" tanya lelaki itu lalu ikut duduk di kursi depan Anyelir.

Anyelir meneguk saliva dengan sukar. Apa ia tidak salah dengar? Rasanya, seperti orang pacaran saja. Terpancar kelembutan dan perhatian penuh yang membuat Anyelir tersipu malu.

Frobly-Mobly Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang