27. Heart to Heart

238 30 9
                                    

(⁠◍⁠•⁠ᴗ⁠•⁠◍⁠)

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

(⁠◍⁠•⁠ᴗ⁠•⁠◍⁠)

Siapa siluet lelaki yang Anyelir lukis? Antariksa? Tentu saja. Namun, ia tidak bisa mengungkapkan kebenarannya secara gamblang. Tentu saja tidak sampai kapan pun. Tanpa Antariksa tahu, bahwa hampir seluruh halaman di buku sketsanya adalah dirinya. Intensitas pertemuan mereka yang terlalu sering, membuatnya sulit untuk move on.

Padahal sebelumnya ia telah menumbalkan nama Baskara sebagai gebetan, kenapa ia melupakan hal itu? Pada akhirnya, Antariksa mencurigainya. Dalam asumsi lelaki itu, Anyelir sebenarnya tidak tahu apa itu cinta. Fokusnya hanya pada uang dan lukisan. Harusnya asumsi itu tampak benar di luar, tetapi aslinya tidak. 

Sekarang, pertemuan mereka bisa dikatakan ambigu. Mengobrol bersama, mengapa hanya Anyelir yang jatuh cinta? Seolah tak ada bisnis di antara keduanya, padahal jelas untuk perjodohan. Alih-alih Antariksa dan Stefanye, justru lelaki itu malah semakin dekat dengannya. Mereka bahkan berbagi studio bersama. 

"Itu Baskara ...."

Kebohongan semacam ini sangat sulit diutarakan, tetapi ini untuk kesejahteraan bersama. Antariksa manggut-manggut, seraya memperhatikan lukisannya dengan lekat, memindai. Semoga Antariksa tidak tahu bahwa ia berbohong. 

"Gue kira lo gak suka Baskara lagi," ucapnya. Tentu saja hal itu menimbulkan pertanyaan yang bercokol di kepala Anyelir, tetapi ia tidak menyanggah hal itu. Hingga lelaki itu kembali bersuara, "Karena lo patah hati secara tipe cewek idaman Baskara high class? Insecure, kan lo?"

Andai Antariksa tahu bahwa yang membuatnya merasa insecure karena dirinya sendiri, bukan Baskara. Ia tidak peduli tipe idaman Baskara, karena tidak membutuhkannya untuk dibandingkan. 

Memilih bodo amat, Anyelir mulai membersihkan alat-alat lukisnya. Ia juga mencuci tangannya yang terkena cat. Mendesah, bajunya sudah sangat kotor. Sepertinya ia akan segera pulang untuk mencuci, sekalian dengan tumpukan pakaian sejak minggu lalu, pasti banyak sekali. Tiba-tiba ia mendapat ilham, kenapa tidak membawanya ke laundry? Bukankah ia sudah kaya?

Tanpa sadar, bibirnya menyungging senyuman. Antariksa malah menyentil dahinya, memintanya untuk tidak bersikap bodoh seperti orang gila. Lelaki itu membantunya merapikan alat-alat lukis lain dan ikut mencucinya. Saat mau membawanya pulang, Antariksa malah meletakkan alat-alat lukisnya di lemari biru. Sebentar, sejak kapan ada lemari biru di sana?

"Lain kali gak usah bawa pulang lagi. Simpan di sini aja. Udah gue beli lemari. Baik, kan, gue?"

Speechless. Haruskah ia terharu? Antariksa benar-benar ingin berbagi studio dengannya? Akan tetapi, kenapa? Kenapa Antariksa terlalu baik? Bukankah hubungan mereka selama itu tidak terlalu akur? Sebatas pelanggan dan penyedia jasa? Jika seperti ini, Anyelir tidak bisa menahan perasaannya. Itu akan semakin melukainya. 

Ia harus mengambil keputusan cepat, sebelum Antariksa benar-benar memporak-porandakan hatinya. Bagaimanapun, Antariksa adalah pelanggannya, walau tidak dibayar. Menggeleng, Anyelir mengambil kembali alat-alat lukisnya dari lemari itu. Antariksa tampak mengernyit bingung, mungkin akan tersinggung. Namun, apa ia harus mempedulikan hal itu?

Frobly-Mobly Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang