Tuan kuroto membelai kepala yang tertutup perban itu dengan lembut dan hati hati. Taiga telah melakukan pertolongan pada anak itu dibantu sahabatnya dokter kiriya kujo lima jam yang lalu. Dan juga sudah menghabiskan satu botol infus dan satu kantong darah untuk luka berbahaya yang dibuat anak itu. Kadang kuroto tak mengerti, anak ini begitu keras kepala seperti istrinya. Namun sebaliknya parad malah acuh tak acuh dan cendrung tak peduli seperti ayah kandungnya. Mereka kembar non identik yang sangat berbeda sekali. Tidak hanya pisik tapi juga sifat dan pembawaannya. Tak ada satupun yang menunjukan kesamaan yang menandakan mereka kembar seperti saudara kembar pada umumnya.
Emu lahir lima menit lebih dulu dari parad. Kebanyakan anak kembar lainnya, harusnya sang kakak lebih kuat agar bisa menjaga sang adik. Tapi dalam khasus emu dan parad ini justru sebaliknya. Dua kecendrungan yang berbeda. Emu mengidap autoimun sejak lahir dan kondisinya selalu akan memburuk tiap pergantian musim tiba dan juga akan sangat berbahaya bila terkena tekanan dan goncangan seperti saat sekarang ini. Orang yang normal saat terluka seperti emu mungkin hanya membutuhkan waktu sebentar untuk sadar. Tapi dalam kasus emu berbeda. Meski lukanya tidak begitu parah tapi dampaknya sungguh berbahaya pada tubuhnya yang lemah itu. Hanya tekad dan sifat keras kepalanya saja yang membuatnya mampu bersikap seperti anak normal pada umumnya.
"Pa...ini sudah tengah malam. Papa masih sakit. Sebaiknya Papa istirahat. Biar Chii dan Taiga Nisan saja yang jagain Emu Nisan...." Amuchi menyentuh bahu sang ayah yang sedari tadi asik memandangi wajah tidur kakak ketiganya itu. Iya, dia memang kakak ketiga bagi Amuchi karna parad adalah adik kembarnya yang lahir lima menit setelah emu. Jadi parad adalah kakak keempatnya.
"Jaga kakakmu dengan baik,Chii! Bila dia bangun nanti berikanlah dia bubur yang sudah dipanaskan ibumu tadi. Sejak pagi sampai sekarang tak ada satu makananpun yang masuk kedalam perutnya." pesan Tuan Kuroto sebelum beranjak pergi.
"Chii mengerti, papa!" Amuchi duduk dikursi disisi tempat tidur mengantikan sang ayah mengelap keringat dingin yang sedari tadi terus berjatuhan membasahi kening kakak ketiganya itu. Amuchi menghela nafasnya. Ia membelai rambut halus yang menutupi kening sang kakak yang terbalut perban. Terasa hangat kening itu. Sepertinya luka dikepala emu meradang dan membuatnya terserang demam.
Amuchi pov.
Aku terus membelai rambut kakak ketigaku yang lembab karna keringat itu. Terasa begitu panas kepala itu. Tapi aku tak berani mengompresnya takut perban dikepalanya basah dan menimbulkan infeksi pada lukanya. Jadi,yang bisa kulakukan hanyalah mengelap keringatnya saja.
"Jangan....pergi...aku tidak mau pulang Appa....aku anak Tousan dan mama. Bukan anak Appa Gai...." rintihan kak Emu membuat aku terkesiap. Kugenggam tangan dinginnya dan berupaya untuk menenangkan dia.
"Emu nii....tenanglah! Tidak ada yang akan membawa Nisan pergi." kataku mempererat genggaman pada tangannya.
"Mama....aku mau tinggal disini... Aku anak mama dan Tousan....." rintihnya lagi. Setitik airmata mengalir dipipinya yang pucat. Nafasnya semakin cepat dan menderu. Aku menyentuh kening berbalut perban itu terasa amat panas seperti terbakar membuat aku panik. Tubuhku sangat lelah. Tapi aku tidak mungkin meninggalkan kakakku ini.
"Bagaimana keadaannya, Chii..." kak Taiga muncul dipintu kamar.
"Buruk Nisan! panasnya tinggi sekali." kataku cemas. Kutatap wajah pucat kak emu yang masih saja berguman tak jelas dalam tidurnya yang gelisah. Deru nafasnya makin tak beraturan dan cepat.
Kak Taiga mengambil termometer dilaci dan memasukannya. Kemulut kak Emu sebentar lalu menariknya. Matanya agak melebar melihat angka yang tertera ditermometer itu. "40° c." katanya mendesah. Ia melirik padaku dan menghela nafas lelah.

KAMU SEDANG MEMBACA
Butterfly paper (End)
FanfictionEmu : "Aku tidak mengerti, seberapa banyakpun perbedaan diantara kita, sebanyak apapun luka dan cobaan yang mengelilingi langkah kita, aku tetap tak bisa jauh darimu dan selalu ingin berada didekatmu." parad : "Akupun ingin kau tau, meski sayapku ak...